Sejarah Plat nomor di Indonesia tak bisa dilepaskan dari sejarah kedatangan bangsa Inggris di Indonesia.
Tepatnya di tahun 1810, Inggris membawa 15.600 bala tentara dengan menaiki 60 kapal dari daerah koloninya di India yang didatangkan langsung ke Batavia untuk merebut Jawa dari tangan Belanda.
Sejumlah pasukan tersebut terbagi menjadi 26 batalion yang dinamai A-Z.
Saat Inggris menduduki Batavia mereka membuat aturan mengenai kendaraan di jalan raya. Inggris kemudian memberi tanda huruf B untuk kereta kuda agar mudah dikenali. Mengapa huruf B? karena wilayah Batavia direbut oleh pasukan batalion B. Penomorannya sama seperti penomoran kendaraan sekarang di mana huruf B di depan diikuti dengan angka.
Setelah Batavia, wilayah yang selanjutnya diduduki pasukan Inggris ini adalah Banten yang dilakukan oleh pasukan batalion A. Kemudian di sana mereka juga menandai wilayah tersebut dengan kode A. Wilayah selanjutnya yang direbut adalah Surabaya (batalion L) dan Madura (batalion M) pada tanggal 27 Agustus 1811. Wilayah lainnya juga berhasil direbut oleh masing-masing batalion sesuai dengan huruf wilayah plat nomor kendaraan pada jaman sekarang.
Sedangkan Batalion G bergerak menuju Pekalongan sebagai daerah termaju di pantura Jawa Tengah bagian barat,melucuti senjata tentara Belanda dan hingga saat ini penggunaan plat G adalah merujuk pada Batalion G Pasukan Inggris yang mengambil alih kekuasaan di Pekalongan dan sekitarnya.
Hingga akhirnya keseluruhan pulau Jawa dapat
jatuh ke tangan Inggris pada tanggal 18 September 1811
Di beberapa daerah seperti Magelang (AA), Yogyakarta (AB) dan Solo (AD) memiliki dua abjad. Mengapa begitu? Pada saat itu Kesultanan Mataram berdiri sendiri dan belum menjadi wilayah Belanda. Namun pada akhirnya, Kesultanan Mataram menyerah dan bergabung bersama Inggris. Sehingga, di beberapa daerah yang telah disebutkan dibekali batalion A dan batalion B untuk menjaga area Yogyakarta (diberi kode AB). Adapun di area Magelang hanya disediakan batalion A saja sehingga diberi kode AA. Hal serupa juga ditemui di beberapa daerah lainnya.
Setelah Inggris menduduki Jawa, Sir Thomas Stamford Raffles akhirnya membentuk wilayah administratif atau Karesidenan sesuai kode batalion yang disebutkan sebelumnya. Bahkan, saat Belanda kembali ke Indonesia di tahun 1816, sistem ini masih terus diterapkan hingga ke beberapa daerah di luar pulau Jawa seperti halnya Sumatera Selatan, Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku. Kini wilayah Karesidenan tersebut lebih dikenal sebagai Ibu Kota maupun Kabupaten.
Plat nomor kendaraan di berbagai wilayah di Indonesia dibedakan sesuai karesidenan yang dahulunya diputuskan oleh Inggris
Namun perlu menjadi catatan bahwasannya kode C, I, J, O, Q, U, V, W, X, Y dan Z tidak diaplikasikan. Pasalnya batalion dengan kode-kode tersebut hanya menjadi pasukan Back-Up saja atau Reserve Unit kala itu. Khusus kode W dan Z memiliki sisi historisnya sendiri yang kini ternyata diaplikasikan tanpa mengadopsi sistem batalion tersebut. Ya, kode wilayah W untuk Sidoarjo, dahulu masih satu kesatuan dengan Surabaya berkode L. Namun semenjak tahun 2000, Polres Gresik dan Sidoarjo menetapkan kodefikasi sendiri menggunakan huruf W. Sedangkan Surabaya masih menerapkan kode L di bawah naungan Polrestabes Surabaya. Sama halnya dengan kode Z yang sebelumnya masih berkode D yang merupakan Eks-Karesidenan Parahyangan