Bila Anda Mengalami Tanda-Tanda Ini, Artinya Anda Sudah Jenuh Dikantor
bosan kerja
Semua
pekerja kantor tentunya berharap dapat menjalani karir yang mulus dan
berada dalam lingkungan kerja yang baik pula. Akan tetapi ada juga
banyak pekerja kantoran yang merasa jenuh bekerja sehingga mereka merasa
tempat kerjanya sudah bukan lagi menjadi tempat yang nyaman untuk
bekerja.
Perasaan jenuh ini tentu saja mengakibatkan
hilangnya semangat untuk bekerja. Ini tentu saja berbahaya karena
pekerja yang kehilangan semangat menjadikan pertumbuhan perusahaan
bergerak lebih lambat. Akan tetapi ada juga pekerja kantornya yang
merasa bahwa karir mereka baik-baik saja tanpa menyadari bahwa
sebenarnya mereka merasakan kejenuhan dalam bekerja. Apabila Anda
pekerja kantoran maka Anda perlu menyadari tanda-tanda kejenuhan saat
melanjutkan karir Anda di kantor perusahaan Anda bekerja.
1.
Tanda yang paling sederhana Anda merasa cepat lelah sekalipun Anda
tidak mengerjakan tugas atau pekerjaan yang berat dalam waktu yang lama.
Tidak banyak yang menyadari bahwa ini adalah salah satu tanda kejenuhan
dalam bekerja karena pada umumnya mereka beranggapan ini diakibatkan
oleh stamina fisik padahal ini bisa menjadi indikasi awal bila Anda
merasa karir dan pekerjaan Anda sudah sangat membosankan.
2.
Anda merasa malas sekalipun hanya mengerjakan tugas yang sangat
sederhana. Ada kalanya kita diberi suatu tugas tetapi terasa sangat
berat sehingga kita malas melakukannya. Jenis kejenuhan ini akan bisa
kita rasakan apabila kita mengevaluasi kinerja kita sendiri di waktu
yang berbeda.
bosan kerja
3.
Ciri yang lain adalah Anda merasa karir Anda tidak menantang sama sekali
dan mungkin ini disebabkan oleh pekerjaan Anda di kantor yang terasa
monoton sehingga Anda merasa bekerja adalah rutinitas keseharian bukan
sebagai tanggungjawab. Bahkan Anda akan mulai memandang pekerjaan di
bidang lain lebih menarik daripada pekerjaan yang Anda jalani.
4.
Mulai bergosip bisa menjadi tanda dari kejenuhan. Ini bisa menjadi
salah satu indikasi yang kuat bahwa Anda sudah jenuh dengan pekerjaan
kantoran sehingga Anda mencari hiburan dengan menciptakan gossip yang
bisa menambah sensasi di kantor.
5. Loyalitas
terhadap perusahaan Anda menurun. Ini bisa terjadi bila Anda bosan
karena tidak ada sesuatu yang berubah pada kebijakan perusahaan Anda.
Anda akan merasa masa bodoh karena apapun yang Anda kerjakan tidak dapat
merubah kebijakan perusahaan.
6. Anda akan merasa
jam kerja Anda terasa sangat lama. Anda merasa terperangkap dalam
pekerjaan yang Anda anggap rutinitas belaka sehingga merasa jenuh. Maka
dari itu Anda berharap bahwa jem kerja cepat usai sehingga Anda dapat
merasakan sesuatu yang berbeda.Bisa jadi Anda akan mencari-cari alasan
untuk ijin entah ditengah jam kerja atau ijin pulang mendahului agar
Anda dapat pulang ke rumah atau mencari sesuatu yang menantang di luar
kantor.
7. Anda berada di posisi teratas atau tahap
akhir pada jenjang karir di perusahaan Anda dan tidak bisa naik lagi.
Ini terjadi pada beberapa top level manajer atau pekerja yang akan
memasuki masa pensiun. Mereka merasa karir mereka sudah mentok di level
tertentu sehingga apapun yang dilakukan tak akan merubah keadaan atau
karir mereka. Satu-satunya hal yang bisa menghilangkan kejenuhan adalah
segera pensiun secepatnya untuk mendapatkan suasana yang berbeda.
Fun
facts: Dengan 7 jam dan 5 hari kerja perminggu, maka rata-rata
seseorang menghabiskan 1.883 jam pertahunnya untuk bekerja. Itu setara
dengan 78.5 hari atau sekitar 2.5 bulan waktu yang anda dedikasikan
untuk bekerja tanpa henti.
Sunday, April 30, 2017
Sambel Tomat (ala Pecel Lele Lamongan)
Bahan-bahan
-
15 buah cabe rawit merah/ijo
-
10 buah cabe merah keriting
-
2 siung (agak besar) bawang merah
-
2 butir kemiri goreng
-
1 sdm kacang tanah goreng
-
3 biji kacang mete goreng
-
1 sdt biji wijen sangrai (aku pake 1/2 sdt minyak wijen, males mau sangrai wijennya)
-
secukupnya garam
-
secukupnya gula merah
-
secukupnya penyedap rasa, bila suka
-
1 buah jeruk limau, ambil airnya
-
1 sachet terasi abc
-
sedikit minyak u/ menggoreng
Langkah
1. Goreng cabe, tomat, bawang dan terasi bersamaan smp matang, sisihkan
2. Haluskan kemiri, kacang tanah dan mete smp halus, tambahkan gorengan cabe, garam, gulu dan penyedap, haluskan lagi
3. Telah halus tambah minyak wijen (kalo pake wijen sangrai, haluskan bersama kemiri dan kacang), kucuri dgn jeruk limau.
4. Sajikan dgn ikan-ayam goreng dan lalapan
https://cookpad.com/id/resep/540370-sambel-tomat-ala-pecel-lele-lamongan
3. Telah halus tambah minyak wijen (kalo pake wijen sangrai, haluskan bersama kemiri dan kacang), kucuri dgn jeruk limau.
4. Sajikan dgn ikan-ayam goreng dan lalapan
https://cookpad.com/id/resep/540370-sambel-tomat-ala-pecel-lele-lamongan
Labels:
resep
Bila Dukun Berkedok Ustadz
#(1)
Oleh: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Oleh: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
#Definisi Dukun
Dukun (kahin) adalah orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib dan memberikan kabar kepada manusia tentang kejadian yang ada di alam semesta. Di kalangan orang-orang Arab dahulu banyak dukun yang mengklaim diri mengetahui banyak perkara gaib.[1]
Dukun (kahin) adalah orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib dan memberikan kabar kepada manusia tentang kejadian yang ada di alam semesta. Di kalangan orang-orang Arab dahulu banyak dukun yang mengklaim diri mengetahui banyak perkara gaib.[1]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullahu Ta'ala mengatakan, "Al-kahanah (perdukunan) ialah pekerjaan mengaku tahu tentang ilmu gaib seperti mengabarkan tentang apa yang akan terjadi di muka bumi dengan bersandar kepada sebab tertentu yang berasal dari informasi jin yang mencuri kabar langit dari perkataan malaikat kemudian hasilnya disampaikan ke telinga dukun."[2]
Dalam praktiknya, para petualang dunia klenik dan dukun mempunyai aneka ragam sebutan yang berbeda-beda di setiap daerah dan negara; ahli metafisika menurut ilmiahnya, paranormal menurut istilah media, dukun menurut istilah kampungnya, orang pintar menurut istilah orang bodohnya, kiai karomah menurut kaum ilmuwan Islamnya, orang tua menurut kaum abangan, kiai khos menurut istilah santrinya, atau wali berkaromah menurut istilah tasawufnya. Nama boleh saja berbeda-beda, namun hakikatnya sama, sama-sama menyimpang dan merusak aqidah yang benar.
#Tanda-Tanda Dukun
Agar masalah ini semakin jelas dan orang orang-orang awam tidak mudah terkecoh, maka perlu disampaikan secara detail ciri-ciri dukun sehingga kita bisa selamat dari tipu muslihat mereka. Tanda-tanda dukun yaitu:
Agar masalah ini semakin jelas dan orang orang-orang awam tidak mudah terkecoh, maka perlu disampaikan secara detail ciri-ciri dukun sehingga kita bisa selamat dari tipu muslihat mereka. Tanda-tanda dukun yaitu:
1) Suka menanyakan nama pasien, tanggal lahir, dan nama orang tuanya.
2) Suka mengambil sesuatu yang bisa dipakai pasien, seperti baju, peci, sapu tangan, dan lain-lain.
3) Terkadang meminta binatang dengan sifat-sifat tertentu untuk disembelih, kadang darahnya dioleskan kebagian-bagian tubuh yang sakit, atau dibuang ke sungai, laut, atau tempat angker.
4) Suka menulis rajah-rajah atau memberikan jimat-jimat.
5) Meminta pasien untuk membaca do'a-do'a atau mantra-mantra dalam waktu khusus dan jumlah tertentu.
6) Menyuruh pasien untuk memberikan sesaji berupa makanan atau minuman sebagai kelengkapan dari ritual yang harus dijalaninya.
7) Membaca mantra-mantra atau huruf rajah yang susah dipahami maknanya.
8) Memberikan bungkusan hijib atau tumbal kepada pasien yang berisi huruf dan angka-angka.
9) Kadang menyuruh untuk menjauhi manusia beberapa waktu dengan menyepi dan mengurung diri dalam kamar yang gelap yang disebut oleh orang awam sebagai hujbah, semedi, atau bertapa.
10) Kadang minta pasien untuk tidak menyentuh air selama beberapa hari, biasanya 40 hari.
11) Memberikan sesuatu kepada pasien untuk ditanam di dalam tanah.
12) Memberikan lembaran kertas kepada pasien untuk dibakar, lalu asapnya dipakai untuk mengasapi dirinya atau diseduh dalam air kemudian diminta untuk meminumnya.
13) Berkomat-kamit ketika membaca mantra atau do'a-do'a dengan bahasa yang tidak bisa dipahami.
14) Terkadang memberi tahu pasien tentang namanya, kampung halamannya, atau kesulitan yang dihadapi sebelum si pasien memberitahukannya.
15) Terkadang menuliskan huruf-huruf untuk si pasien di atas kertas hijib untuk dimasukkan ke dalam bejana putih berisi air, kemudian meminumnya.[3]
2) Suka mengambil sesuatu yang bisa dipakai pasien, seperti baju, peci, sapu tangan, dan lain-lain.
3) Terkadang meminta binatang dengan sifat-sifat tertentu untuk disembelih, kadang darahnya dioleskan kebagian-bagian tubuh yang sakit, atau dibuang ke sungai, laut, atau tempat angker.
4) Suka menulis rajah-rajah atau memberikan jimat-jimat.
5) Meminta pasien untuk membaca do'a-do'a atau mantra-mantra dalam waktu khusus dan jumlah tertentu.
6) Menyuruh pasien untuk memberikan sesaji berupa makanan atau minuman sebagai kelengkapan dari ritual yang harus dijalaninya.
7) Membaca mantra-mantra atau huruf rajah yang susah dipahami maknanya.
8) Memberikan bungkusan hijib atau tumbal kepada pasien yang berisi huruf dan angka-angka.
9) Kadang menyuruh untuk menjauhi manusia beberapa waktu dengan menyepi dan mengurung diri dalam kamar yang gelap yang disebut oleh orang awam sebagai hujbah, semedi, atau bertapa.
10) Kadang minta pasien untuk tidak menyentuh air selama beberapa hari, biasanya 40 hari.
11) Memberikan sesuatu kepada pasien untuk ditanam di dalam tanah.
12) Memberikan lembaran kertas kepada pasien untuk dibakar, lalu asapnya dipakai untuk mengasapi dirinya atau diseduh dalam air kemudian diminta untuk meminumnya.
13) Berkomat-kamit ketika membaca mantra atau do'a-do'a dengan bahasa yang tidak bisa dipahami.
14) Terkadang memberi tahu pasien tentang namanya, kampung halamannya, atau kesulitan yang dihadapi sebelum si pasien memberitahukannya.
15) Terkadang menuliskan huruf-huruf untuk si pasien di atas kertas hijib untuk dimasukkan ke dalam bejana putih berisi air, kemudian meminumnya.[3]
#Dukun Hitam Dukun Putih
Seyogianya seorang muslim bersikap cerdas dalam menilai sesuatu. Hendaknya dia tidak mudah terkecoh dengan tipuan penampilan. Justru dia tetap menjadikan substansi sesuatu sebagai tolok ukur penilaian.
Dukun bukan hanya yang notabene beraliran hitam, yang biasanya ditandai dengan mengenakan belangkon atau ikat kepala dan pakaian serba hitam. Tidak lupa menyelipkan sebilah keris di pinggang serta menyalakan kemenyan dan dupa di depannya. Namun, termasuk mereka juga adalah yang menamakan diri "dukun putih". Yang kedua ini kerap berbusana bak seorang wali, dengan serban di kepala dan jubah putih, serta tidak lupa bersenjatakan seuntai tasbih yang biji-bijinya terkadang mengalahkan besarnya bola pingpong. Mereka semua sama![4]
Sebagai dampak kebodohan umat terhadap agama Islam atau terlalu liciknya tipu muslihat seorang paranormal dalam menjalankan aksinya, dengan berkedok sebagai seorang ustadz, kiai, atau habib, atau praktik pengobatan, ritual kesesatan ini semakin tumbuh subur di tengah masyarakat. Dengan menggunakan simbol-simbol dan amalan-amalan yang berbau Islam yang diambil dari ayat-ayat suci al-Qur'an, kesesatan ritual mereka semakin tidak tampak. Apalagi penampilan mereka terkesan begitu islami, misalkan dengan serban, gamis, dan berjenggot dan memenuhi ruang praktiknya dengan ayat-ayat al-Qur'an atau tulisan Asma'ul Husna yang dipajang di dinding, yang membuat orang awam semakin terkecoh dan tidak bisa mengelak, apalagi mengatakan bahwa pengobatan yang dilakukan si paranormal itu menyimpang, karena bacaan yang dibaca si pasien adalah lafal Islam, seperti: Bismillah, Allahu Akbar, dan sebagainya. "Bagaimana mungkin berlandaskan ayat-ayat al-Qur'an dan tidak merugikan orang dikatakan menyimpang?" Begitu keyakinan mereka.
#Ada banyak contoh ritual yang dipergunakan oleh paranormal yang berkedok sebagai ustadz, kiai, atau habib berkaromah, di antaranya adalah:
1) Terapi dengan amalan-amalan dzikir yang tidak ada tuntunannya dari al-Qur'an maupun sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Misalnya dengan membaca dzikir-dzikir aneh, seperti: membaca ayat-ayat surat al-Ikhlash dengan lafal kul kul kul…hu…hu hu hu… dan sebagainya dengan jumlah tertentu.
2) Terapi dengan menjalani ritual puasa, seperti puasa mutih, puasa 40 hari, puasa 100 hari, dan sebagainya.
3) Ritual memindahkan penyakit pasien kepada hewan ternak (kambing), ayam, telur ayam, dan sebagainya.
4) Memberi minuman air putih yang sudah dibacai mantra-mantra.
5) Memberikan rajah yang sudah ditulis di kertas atau di kain, yang dapat dikenakan atau dimasukkan dalam minuman atau diminum oleh pasien.
Memberikan jimat atau benda keramat, seperti: cincin, gelang, kalung, sabuk, susuk, dan sebagainya.
6) Transfer energi atau tenaga dalam disertai dengan dzikir dan amalan khusus.
7) Ruqyah jama'ah yang dilakukan oleh sebagian kelompok yang kurang paham tentang perbedaan sunnah dan bid'ah.[5]
2) Terapi dengan menjalani ritual puasa, seperti puasa mutih, puasa 40 hari, puasa 100 hari, dan sebagainya.
3) Ritual memindahkan penyakit pasien kepada hewan ternak (kambing), ayam, telur ayam, dan sebagainya.
4) Memberi minuman air putih yang sudah dibacai mantra-mantra.
5) Memberikan rajah yang sudah ditulis di kertas atau di kain, yang dapat dikenakan atau dimasukkan dalam minuman atau diminum oleh pasien.
Memberikan jimat atau benda keramat, seperti: cincin, gelang, kalung, sabuk, susuk, dan sebagainya.
6) Transfer energi atau tenaga dalam disertai dengan dzikir dan amalan khusus.
7) Ruqyah jama'ah yang dilakukan oleh sebagian kelompok yang kurang paham tentang perbedaan sunnah dan bid'ah.[5]
Foot Note:
[1] Ma'alimu Sunan 3/501 oleh al-Khathabi
[2] Fathul Bari 10/243–244
[3] Lihat ash-Sharim al-Battar hlm. 77–78 karya Wahid Abdussalam Bali, Biladul Haramain wal Mauqif Sharim minas Sihri wa Saharah hlm. 23–25 oleh Dr. Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, as-Sihru Bainal Madhi wal Hadhir hlm. 95 oleh Dr. Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Fathul Haqqil Mubin hlm. 130–131 oleh Dr. Abdullah ath-Thayyar dan Sami al-Mubarak.
[1] Ma'alimu Sunan 3/501 oleh al-Khathabi
[2] Fathul Bari 10/243–244
[3] Lihat ash-Sharim al-Battar hlm. 77–78 karya Wahid Abdussalam Bali, Biladul Haramain wal Mauqif Sharim minas Sihri wa Saharah hlm. 23–25 oleh Dr. Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, as-Sihru Bainal Madhi wal Hadhir hlm. 95 oleh Dr. Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Fathul Haqqil Mubin hlm. 130–131 oleh Dr. Abdullah ath-Thayyar dan Sami al-Mubarak.
[4] Pembahasan lebih lanjut baca di buku Dukun Hitam Dukun Putih – Menguak Rahasia Kehebatan Sekutu Setan, karya Abu Umar Abdillah.
[5] Membongkar Dunia Klenik dan Perdukunan Berkedok Karomah hlm. 108–109 oleh Ustadz Zainal Abidin bin Syamsuddin
copas dr sulis dianto
Thursday, April 27, 2017
Tanya jawab ustadz
Thursday, April 27, 2017
0
[11:26AM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: #TanyaUstadz
Kita biasa belanja di sebuah toko. Toko tsb suatu ketika mengadakan undian berhadiah (misal hadiah umrah) dg cara jika belanja dg nominal 100rb misalnya, mendapat 1 kupon undian. Kupon tsb diisi identitas kita lalu dikumpulkan ke dlm kotak undian. Nantinya pada tanggal yg ditentukan akan diundi siapa yg menang.
Kita belanja di toko tsb sprti biasa saja, artinya tidak memaksa-maksakan harus belanja di atas 100rb agar dapet kupon. Kadang dapet kupon, kadang tidak, tergantung jmlh blnja kita. Jika pas ndilalah kita blnja dg nominal di atas 100rb lalu dapet kupon lalu kita ikutkan di undian tsb, apakah dibolehkan? Jika ikit dan qadarullah menang apakah hadiahnya boleh diambil? Jazakallah khair atas jawaban ustadz.
#Jawab
kupon undian ini termasuk gharar. Dan krn gratis diperbolehkan. Krn gharar gratis tdk ada yg dirugikan... shg boleh
kupon undian ini termasuk gharar. Dan krn gratis diperbolehkan. Krn gharar gratis tdk ada yg dirugikan... shg boleh
[11:27AM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: #TanyaUstadz
ketika seorang ditanya, tentang rasa masakan sebuah rumah makan, kemudian dia menjawab "diwarung A masakannya tidak/kurang enak" apakah jawaban itu termasuk mencela makanan?
ketika seorang ditanya, tentang rasa masakan sebuah rumah makan, kemudian dia menjawab "diwarung A masakannya tidak/kurang enak" apakah jawaban itu termasuk mencela makanan?
#Jawab
Jk yg dinilai masakan orangnya, tdk masalah. Tp jk yg dinilai, objek makanannya, ini mencela… "Masakah warung A kurang cocok", insyaaAllah tdk masalah
Jk yg dinilai masakan orangnya, tdk masalah. Tp jk yg dinilai, objek makanannya, ini mencela… "Masakah warung A kurang cocok", insyaaAllah tdk masalah
[11:32AM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: #TanyaUstadz
apakah wanita jika memakai parfum saat diluar rumah itu haram ?
apakah wanita jika memakai parfum saat diluar rumah itu haram ?
#Jawab
dalam hadits shahih, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
"Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur/pezina." (HR. Nasa'i, Ahmad dan yang lainnya).
dalam hadits shahih, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
"Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur/pezina." (HR. Nasa'i, Ahmad dan yang lainnya).
Ketika Wanita memakai Parfum kemudian melewati sekumpulan laki-laki, itu bisa membangkitkan syahwat laki-laki dan mendorong mereka untuk melihatnya. Setiap yang melihat kepadanya maka matanya telah berzina. Wanita tersebut mendapat dosa karena memancing pandangan kepadanya dan membuat hati laki-laki melakukan zina mata. Sehingga dia menjadi sebab zina mata dan dia termasuk pezina.. (Faidhul Qadir - al-Munawi)
[11:33AM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: #TanyaUstadz
penggunaan alkohol kadar murni 96% dalam parfum itu apakah haram ?
penggunaan alkohol kadar murni 96% dalam parfum itu apakah haram ?
[11:33AM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: #TanyaUstadz
Bagaimana istri yg umroh tidak sama suami?
Bagaimana istri yg umroh tidak sama suami?
#Jawab
Selama dia ditemani mahram, tidak masalah
Selama dia ditemani mahram, tidak masalah
[11:34AM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: #TanyaUstadz
Bagaimana dengan asisten rumah tangga yg in house?
Bagaimana dengan asisten rumah tangga yg in house?
#Jawab
Boleh, dengan ketentuan harus bisa menjaga adab dalam berinteraksi…
Boleh, dengan ketentuan harus bisa menjaga adab dalam berinteraksi…
[11:35AM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: #TanyaUstadz
ada seseorang yg berhutang ratusan juta, dia ingin sekali menyelesaikan hutangnya, tp krn posisi lg bangkrut yg ada atau yg tersisa cm 1 juta, buat nyicilpun nggak cukup, dia ingin uang yg 1 juta itu dia sedekahkan dgn niat supaya dibantu Allah, apakah hal ini dibenarkan? mana yg didahulukan membayar hutang atau mensedekahkan uang terakhirnya? jazakulloh khairon
ada seseorang yg berhutang ratusan juta, dia ingin sekali menyelesaikan hutangnya, tp krn posisi lg bangkrut yg ada atau yg tersisa cm 1 juta, buat nyicilpun nggak cukup, dia ingin uang yg 1 juta itu dia sedekahkan dgn niat supaya dibantu Allah, apakah hal ini dibenarkan? mana yg didahulukan membayar hutang atau mensedekahkan uang terakhirnya? jazakulloh khairon
#Jawab
Yang benar, uang 1 juta dia nafkahkan utk keluarganya, krn ini wajib. Jk dia sedekahkan, dia bs menelantarkan keluarganya
Yang benar, uang 1 juta dia nafkahkan utk keluarganya, krn ini wajib. Jk dia sedekahkan, dia bs menelantarkan keluarganya
[11:39AM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: #TanyaUstadz
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Assalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Ahsanallaahu ilaykum wabaarakfiykum ustadz,
Ahsanallaahu ilaykum wabaarakfiykum ustadz,
Di sekitar rumah kami, hampir setiap hari atapnya dihinggapi kelelawar-kelelawar untuk makan dan mereka buang kotoran di bawahnya. Hampir tiap hari kami harus membersihkan kotoran tersebut. Apakah boleh membunuh kelelawar-kelelawar tersebut dengan menggunakan senapan angin? Mengingat ada hadits larangan membunuh kelelawar.
#Jawab
Wa alaikumus salam warahmatullaahi wabarakaatuh
Ada kaidah menyatakan,
كل مؤذي من الحيوانات والحشرات أنه يُقتل أو يُتخلص منه
"Setiap binatang yang menganggu itu dibunuh dan disingkirkan"
Wa alaikumus salam warahmatullaahi wabarakaatuh
Ada kaidah menyatakan,
كل مؤذي من الحيوانات والحشرات أنه يُقتل أو يُتخلص منه
"Setiap binatang yang menganggu itu dibunuh dan disingkirkan"
Benar, kelelawar tidak boleh dibunuh.
https://konsultasisyariah.com/8863-makan-kekelawar.html
https://konsultasisyariah.com/8863-makan-kekelawar.html
tapi jika sangat mengganggu, tidak masalah diusir sebisanya tanpa membunuh. Keculi jk tdk bs, boleh dibunuh
[2:29PM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan,
إِنَّ الْبَيْتَ لَيَتَّسِعُ عَلَى أَهْلِهِ وَتَحْضُرُهُ الْمَلَائِكَةُ وَتَهْجُرُهُ الشَّيَاطِينُ، وَيَكْثُرُ خَيْرُهُ أَنْ يُقْرَأَ فِيهِ الْقُرْآنُ. وَإِنَّ الْبَيْتَ لَيَضِيقُ عَلَى أَهْلِهِ وَتَهْجُرُهُ الْمَلَائِكَةُ، وَتَحْضُرُهُ الشَّيَاطِينُ، وَيَقِلُّ خَيْرُهُ أَنْ لَا يُقْرَأَ فِيهِ الْقُرْآنُ
Rumah akan menjadi lapang bagi pemiliknya, dihadiri malaikat dan dijauhi setan, serta banyak kebaikannya ketika rumah itu sering digunakan membaca al-Quran.
Rumah akan menjadi sempit bagi pemiliknya, dijauhi malaikat dan dihadiri setan, serta sedikit kebaikannya ketika rumah itu jarang digunakan membaca al-Quran.
(HR. ad-Darimi 3352 - shahih)
[2:30PM, 4/27/2017] koko : Apakah termasuk ketika di stel murottal tadz?
[2:31PM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: Termasuk...
إِنَّ الْبَيْتَ لَيَتَّسِعُ عَلَى أَهْلِهِ وَتَحْضُرُهُ الْمَلَائِكَةُ وَتَهْجُرُهُ الشَّيَاطِينُ، وَيَكْثُرُ خَيْرُهُ أَنْ يُقْرَأَ فِيهِ الْقُرْآنُ. وَإِنَّ الْبَيْتَ لَيَضِيقُ عَلَى أَهْلِهِ وَتَهْجُرُهُ الْمَلَائِكَةُ، وَتَحْضُرُهُ الشَّيَاطِينُ، وَيَقِلُّ خَيْرُهُ أَنْ لَا يُقْرَأَ فِيهِ الْقُرْآنُ
Rumah akan menjadi lapang bagi pemiliknya, dihadiri malaikat dan dijauhi setan, serta banyak kebaikannya ketika rumah itu sering digunakan membaca al-Quran.
Rumah akan menjadi sempit bagi pemiliknya, dijauhi malaikat dan dihadiri setan, serta sedikit kebaikannya ketika rumah itu jarang digunakan membaca al-Quran.
(HR. ad-Darimi 3352 - shahih)
[2:30PM, 4/27/2017] koko : Apakah termasuk ketika di stel murottal tadz?
[2:31PM, 4/27/2017] ust ammi nur baits: Termasuk...
Damar Muhisa
Labels:
#tanyaustadz,
konsultasisyariah,
tanya jawab
Wednesday, April 5, 2017
Aqidah Salaf Adalah Tafwidh ?
Wednesday, April 5, 2017
0
Syaikhul Asyaa'irah, Ibrahim Al-Laqqani menuturkan :
و كل نص أوهم التشييها
أوله أو فوض و رم تنزيها
"Dan setiap nash yang dapat menimbulkan prasangka tasybih (keserupaan
sifat Allah dengan sifat makhluk), maka takwilkanlah atau tafwidhkan,
maksudkalah yang demikian itu untuk mensucikan Allah"
Al-Baijuri menjelaskan makna tafwidh yang dimaksud oleh Al-Laqqani :
و قوله (أو فوض) أي بعد التأويل الإجمالي الذي هو صرف اللفظ عن ظاهره.....فوض المراد من النصوص المتهم إليه تعالى
"Pernyataan Al-Laqqani (atau tafwidhkanlah/serahkanlah kaifiyah dan maknanya kepada Allah) setelah beliau memaparkan takwil ijmali, yaitu memalingkan lafazh (yang terdapat dalam nash sifat) dari zhahirnya. Menyerahkan makna yang dikehendaki dari redaksi ayat/hadits yang dapat menimbulkan penyerupan, diserahkan kepada Allah Ta'ala." (Tuhfatul Murid hal. 156 tahqiq Ali Jum'ah)
Al-Laqqani sendiri juga menjelaskan makna tafwidh, beliau menjelaskan : "yaitu memalingkan lafazh yang terdapat dalam nash dari makna yang langsung dapat dipahami dari zhahirnya, kemudian diserahkan kepada Allah makna yang dikehendaki dengan kekhususannya." (Hidayatul Murid)
Al-Baijuri dan tokoh pembesar madzhab asy'ariyyah mutaakhirin lainnya menjelaskan bahwa tafwidh adalah madzhabnya para salaf sebelum tahun 500 H, ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud ialah yang hidup dibawah abad ketiga Hijriyah, atau yang hidup masa sahabat dan tabi'in.
Klaim dari Al-Baijuri ini keliru, karena para salaf tidaklah demikian. Adz-Dzahabi mengutip pernyataan Ibnu Abdul Barr rahmatullah 'alaihima yang menegaskan madzhab salaf, beliau berkata :
أهل السنة مجمعون على الإقرار بالصفات الواردة في الكتاب والسنة وحملها على الحقيقة لا على المجاز ، إلا أنهم لم يكيفوا شيئا من ذلك
"Ahlussunnah bersepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang terdapat di dalam Al-Quran dan Sunah serta memahaminya secara hakikat, bukan secara majaz (kiasan). Hanya saja mereka sedikitpun tidak menetapkan cara dan bentuknya bagaimana dari sifat-sifat tersebut."
(Al-Uluw Lil Aliyyil Ghaffar, hal. 250)
Maka yang diserahkan kepada Allah ialah kaifiyah dari sifat tersebut, bukan Makna ! Adapun makna dan hakikat sifat tersebut, telah ditetapkan oleh para salaf.
Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunan-nya (no. 4728) dari Yunus bin sulaim bin Jubair, maulanya Abu Hurairah, ia berkata : "Saya pernah mendengar abu Hurairah membecakan ayat :
إن الله كان سميعا بصيرا
(Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat).
Abu Hurairah berkata,
رأيته رسول الله صلى الله عليه وسلم يضع إبهامه على أذنه والتي تليها على عينه
"Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan ibu jarinya ke telinga, sementara jari setelahnya pada mata beliau."
Abu Hurairah melanjutkan,
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقرأها و يضع إصبعيه
"Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca ayat tersebut seraya meletakkan kedua jarinya tersebut."
Ibnu Yunus berkata,
قال المقرئ يعني أن الله سميع بصير يعني أن لله سمعا و بصرا
"Al Muqri menyebutkan bahwa makna ayat: (Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat) adalah, bahwa Allah memiliki penglihatan dan pendengaran."
Abu Dawud berkata,
هذا رد على الجهمية
"Ini adalah bantahan untuk orang-orang Jahmiyah (yang menolak sifat-sifat Allah)."
Demikian pula dengan hadits yang shahih, yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dan lainnya, dimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membenarkan jawaban sang budak wanita tatkala beliau bertanya kepadanya :
أين الله ؟
Dimanakah Allah ?
قالت في السماء
Wanita tersebut menjawab : Diatas langit.
Maka ditetapkan makna bagi sifat Allah berdasarkan riwayat diatas, karena jika diserahkan maknanya kepada Allah, tentulah jawaban sang budak akan disalahkan oleh Nabi shallallahu wa sallam.
Inilah yang ditetapkan para Aimmah salaf, menetapkan makna sifat-sifat Allah sesuai dengan yang layak bagi Allah, dan menyerahkan kaifiyah sifat tersebut kepadaNya. Salah seorang imam besar dari kalangan salaf, yakni Ibnu Khuzaimah rahmatullah 'alaihi menuturkan :
و نحن و جميع علمائنا من أهل الحجاز و تهامة و اليمن و العراق و الشام و مصر مذهبنا أن نثبت لله ما أثبته لنفسه نقر بذلك يألسنتنا و نصدق ذلك بقلوبنا من غير أن نشبه وجه خالقنا يوجه أحد من المخلوقين
"Maka kami dan seluruh ulama kami dari Hijaz, Tihamah (Makkah), Yaman, Irak, Syam,Mesir Madzhab kami ialah kami menetapkan bagi Allah apa yang telah Dia tetapkan untuk dirinya, kami menetapkan dengan lisan-lisan kami, kami membenarkan hal tersebut dengan qalbu kami tanpa menyerupakan wajah sang pencipta kita dengan wajah salah seorang dari makhluk."
(Kitabut Tauhid hal. 26)
Diantara ketetapan Ahlussunah yang ditetapkan ahlus sunnah terhadap nash-nash sifat ialah bahwa zhahawir nusush diketahui dari sisi makna, namun tidak diketahui dari sisi kaifiyah. Karena sesuatu hal yang mustahil, Allah memerintahkan kita untuk mentadabburi ayat-ayatnya, namun ternyata diserahkan maknanya kepada Allah. Allah berfirman,
ليدبرواآياته
"Agar mereka mentadabburi ayat-ayatNya"
Maka tadabbur tidak akan terealisasi melainkan pada perkara yang memungkinkan untuk sampai pada pemahamannya.
Allah menjelaskan hikmah diturunkannya Al-Qur'an dalam bahasa Arab,
لعلكم تعقلون
"Agar kalian memahaminya"
Seandainya Al-Qur'an tidak memiliki makna, tentulah diturunkan Al-Qur'an apakah dalam bahasa Arab atau selain sama saja, tidak berfaidah.
Allah berfirman
لتبين للناس ما نزل إليهم
"Agar engkau (Nabi) menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka (yaitu Al-Quran)".
Maknanya adalah : agar nabi menjelaskanAl-Quran makna dan lafazh nya, bukan lafazh yang semata. Sebagaimana Allah berfirman
ثم إن علينا بيانه
"Kemudian atas tanggungan Kamilah penjelasan Al-Qur'an tersebut"
Maknanya sebagaimana disebutkan para ulama adalah : بيانه لفظا و معنى
"Kami menjelaskan Al-Qur'an tersebut baik lafazh yang dan maknanya".
(Syarah Al-Qawaid Al-Mustla)
Adapun fatwa-fatwa para imam salaf yang menjelaskan tentang sikap ahlus sunnah dalam nash-nash sifat, yang menjelaskan untuk memberlakukan nash sifat tersebut sebagaimana datangnya, bukanlah seperti yang disangka kaum mufawwidhah dan Asyaa'irah. Demikian pula dengan kutipan yang dibawakan oleh Ibnu Qudamah dari sebagian Imam Salaf di Dzammu At-Ta'wil (hal. 22) bahwa mereka mengatakan tentang sifat Allah :
لا كيف ولا معنى
"Tiada kaifiyah dan makna"
Maka inipun keliru apabila dipahami seperti pemahaman mufawwidhah dan Asyaa'irah. Asy-Syaikh Hassan bin Ibrahim Ar-Ruday'an menjawab syubhat ini,
"Maksud dari nash-nash sifat dan yang terdapat dalam sifat tersebut berupa makna-makna yaitu mengimani bahwa sifat-sifat tersebut memiliki makna hakiki sebagaimana ditunjukkan oleh nash-nash, maka kita menetapkan makna-makna sifat tersebut tanpa menetapkan kaifiyah nya yang akalpun tidak akan mampu menjangkaunya."
Maka ucapan para salaf yang mengatakan لا كيف
Ini adalah bantahan terhadap musyabbihah yang mereka menetapkan bagi Allah kaifiyah sifat-sifat tersebut.
Bagaimana dengan ucapan sebagian salaf yang mengatakan لا معنى ?
Beliau menjawab :
أي لا معنى باطلا ولا معنى خارجا عن ظاهرها بأن يزاد في تفسيرها كما جاءت به المعطلة و المؤولة التي حرفت المعنى الظاهر إلى معان باطلة. فمن كيف فقد صار مجسما، ومن تأول المعنى فقد في المعنى ما يخرجه عن ظاهره الحقيقي إلى معنى باطل
"Maksudnya ialah tanpa makna yang batil dan juga tanpa makna yang keluar dari zhahir nash tersebut dengan menambahkan tafsirnya, sebagaimana yang dilakukan oleh kaum mu'atthilah dan muwawilah yang memalingkan makna yang zhahir kepada makna yang batil. Maka barang siapa yang mentakyif maka ia adalah mujassimah, dan barang siapa yang mentakwil maka ia telah memasukkan makna batil dari makna yang ia keluarkan dari zhahirnya nash yang hakiki."
(Aqidatul Asyaa'irah hal. 240)
Demikian pula dengan pernyataan Ibnu 'Uyainah terkait tafsir ayat-ayat sifat, yang beliau mengatakan tafsir ayat sifat adalah dengan membacanya. Asy-Syaikh An-Najjar menjelaskan :
المراد .... أنها على ظاهرها المعروف في لغة العرب من غير تمثيل ولا بكيف.
Maksudnya ialah bahwa ayat-ayat sifat tersebut sesuai dengan zhahirnya yang telah diketahui dalam bahasa Arab tanpa tamtsil dan takyif."
Abul Qosim At-Taimiy menjelaskan perkataan Al-Imam Sufyan Ibnu 'Uyainah diatas, beliau berkata :
إنما هي على ظاهرها المعروف المشهور من غير كيف يتوهم فيها، ولا تشبيه ولا تأويل
"Maksudnya ialah bahwa ayat-ayat sifat tersebut sesuai dengan zhahirnya yang telah diketahui, yang masyhur tanpa kaifiyah (tata cara, bentuk sifat) yang dapat dibayangkan sifat tersebut, tanpa menyerupakan dengan makhluk, dan tanpa mentakwilkannya."
Para salaf terkadang memang menyerahkan maknanya kepada Allah, akan tetapi jika sifat tersebut tidak diketahui hakikatnya, akan tetapi tidaklah dipahami bahwa ini adalah tafwidh mutlak !! Sedangkan mayoritas sifat-sifat Allah -sebagaimana penjelasan ulama salaf- adalah sifat hakiki yang diketahui maknanya secara bahasa.
Oleh karena itulah Al-Imam Malik mengatakan bahwa Istiwa adalah sesuatu yang maklum, diketahui dari sisi maknanya, berbeda dengan kaifiyahnya yang tidak diketahui, yang ini tidak akan mampu dijangkau oleh akal siapapun.
(Baraatu Aimmati As-Salaf minat Tafwidh)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahmatullah 'alaihi menyatakan :
و أما التفويض فمن المعلوم أن الله أمرنا بتدبر القرآن و حضنا على عقله و فهمه، فكيف مع ذلك أن يراد منها الإعراض عن فهمه و معرفته و عقله
"Adapun tafwidh, maka telah diketahui bahwa Allah memerintahkan kita untuk mentadabburi Al-Qur'an dan mengajurkan kita untuk memahaminya. Maka bagaimana mungkin tafwidh tersebut diperkenankan, bahwa yang diinginkan Allah terhadap kita untuk berpaling dari memahami, mengetahui dan memikirkan kandungan Al-Qur'an ?"
Beliau melanjutkan,
و حينئذ فيكون ما وصف الله به نفسه في القرآن أو كثير مما وصف الله به نفسه لا يعلم الأنبياء معناه بل يقولون كلاما لا يعقلون معناه
"Maka berarti apa yang telah Allah sifati diriNya di Al-Qur'an, atau sekian banyak yang disifati Allah tentang diriNya, para Nabi tidak mengetahui nya, bahkan mereka mengucapkan sebuah ucapan yang mereka tidak ketahui maknanya."
Maka ini adalah celaan bagi para Nabi, ketika Allah berfirman bahwa Ia memiliki Dua Tangan, maka Nabi tidak mengetahui maknanya dan seterusnya.
Maka tafwidh memiliki dua, ada yang benar dan batil. Makna yang benar, yaitu menetapkan lafazh dan makna yang terkandung di dalamnya, kemudian menyerahkan ilmu tentang tata caranya kepada Allah Ta'ala. Kita menetapkan nama-nama yang mulia bagi Allah Ta'ala serta sifat-sifatNya yang agung dan kita mengetahui maknanya serta mengimaninya. Hanya saja kita tidak mengetahui tata caranya.
Kita beriman bahwa Allah Ta'ala bersistiwa di atas Al-'Arsy, yaitu bersistiwa secara hakiki yang sesuai dengan kebesaran dan kemuliaan-Nya yang maha suci, bukan seperti beristiwa'nya manusia. Akan tetapi bagaimana Dia beristiwa', adalah perkara yang tidak kita ketahui. Karenanya, maknanya (terkait kaifiyah atau tentang tata caranya) kita serahkan kepada Allah.. Menetapkan sifat-sifat Allah Ta'ala. Yaitu penetapan yang tanpa menyerupai (dengan makhluk) dan menetapkan tata caranya. Allah Ta'ala berfirman,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat." (QS. Asy-Syura: 11)
Makna yang batil, yaitu menetapkan lafaz tanpa mengetahui maknanya. Mereka hanya menetapkan lafaznya saja, (الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى) setelah itu mereka berkata, "Kami tidak mengetahui maknanya dan tidak mengetahui apa yang Allah maksud dari kalimat ini."
Bersambung insyaallah....
Taman Sakinah Tambun
Abu Hanifah Jandriadi Yasin
Al-Baijuri menjelaskan makna tafwidh yang dimaksud oleh Al-Laqqani :
و قوله (أو فوض) أي بعد التأويل الإجمالي الذي هو صرف اللفظ عن ظاهره.....فوض المراد من النصوص المتهم إليه تعالى
"Pernyataan Al-Laqqani (atau tafwidhkanlah/serahkanlah kaifiyah dan maknanya kepada Allah) setelah beliau memaparkan takwil ijmali, yaitu memalingkan lafazh (yang terdapat dalam nash sifat) dari zhahirnya. Menyerahkan makna yang dikehendaki dari redaksi ayat/hadits yang dapat menimbulkan penyerupan, diserahkan kepada Allah Ta'ala." (Tuhfatul Murid hal. 156 tahqiq Ali Jum'ah)
Al-Laqqani sendiri juga menjelaskan makna tafwidh, beliau menjelaskan : "yaitu memalingkan lafazh yang terdapat dalam nash dari makna yang langsung dapat dipahami dari zhahirnya, kemudian diserahkan kepada Allah makna yang dikehendaki dengan kekhususannya." (Hidayatul Murid)
Al-Baijuri dan tokoh pembesar madzhab asy'ariyyah mutaakhirin lainnya menjelaskan bahwa tafwidh adalah madzhabnya para salaf sebelum tahun 500 H, ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud ialah yang hidup dibawah abad ketiga Hijriyah, atau yang hidup masa sahabat dan tabi'in.
Klaim dari Al-Baijuri ini keliru, karena para salaf tidaklah demikian. Adz-Dzahabi mengutip pernyataan Ibnu Abdul Barr rahmatullah 'alaihima yang menegaskan madzhab salaf, beliau berkata :
أهل السنة مجمعون على الإقرار بالصفات الواردة في الكتاب والسنة وحملها على الحقيقة لا على المجاز ، إلا أنهم لم يكيفوا شيئا من ذلك
"Ahlussunnah bersepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang terdapat di dalam Al-Quran dan Sunah serta memahaminya secara hakikat, bukan secara majaz (kiasan). Hanya saja mereka sedikitpun tidak menetapkan cara dan bentuknya bagaimana dari sifat-sifat tersebut."
(Al-Uluw Lil Aliyyil Ghaffar, hal. 250)
Maka yang diserahkan kepada Allah ialah kaifiyah dari sifat tersebut, bukan Makna ! Adapun makna dan hakikat sifat tersebut, telah ditetapkan oleh para salaf.
Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunan-nya (no. 4728) dari Yunus bin sulaim bin Jubair, maulanya Abu Hurairah, ia berkata : "Saya pernah mendengar abu Hurairah membecakan ayat :
إن الله كان سميعا بصيرا
(Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat).
Abu Hurairah berkata,
رأيته رسول الله صلى الله عليه وسلم يضع إبهامه على أذنه والتي تليها على عينه
"Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan ibu jarinya ke telinga, sementara jari setelahnya pada mata beliau."
Abu Hurairah melanjutkan,
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقرأها و يضع إصبعيه
"Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca ayat tersebut seraya meletakkan kedua jarinya tersebut."
Ibnu Yunus berkata,
قال المقرئ يعني أن الله سميع بصير يعني أن لله سمعا و بصرا
"Al Muqri menyebutkan bahwa makna ayat: (Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat) adalah, bahwa Allah memiliki penglihatan dan pendengaran."
Abu Dawud berkata,
هذا رد على الجهمية
"Ini adalah bantahan untuk orang-orang Jahmiyah (yang menolak sifat-sifat Allah)."
Demikian pula dengan hadits yang shahih, yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dan lainnya, dimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membenarkan jawaban sang budak wanita tatkala beliau bertanya kepadanya :
أين الله ؟
Dimanakah Allah ?
قالت في السماء
Wanita tersebut menjawab : Diatas langit.
Maka ditetapkan makna bagi sifat Allah berdasarkan riwayat diatas, karena jika diserahkan maknanya kepada Allah, tentulah jawaban sang budak akan disalahkan oleh Nabi shallallahu wa sallam.
Inilah yang ditetapkan para Aimmah salaf, menetapkan makna sifat-sifat Allah sesuai dengan yang layak bagi Allah, dan menyerahkan kaifiyah sifat tersebut kepadaNya. Salah seorang imam besar dari kalangan salaf, yakni Ibnu Khuzaimah rahmatullah 'alaihi menuturkan :
و نحن و جميع علمائنا من أهل الحجاز و تهامة و اليمن و العراق و الشام و مصر مذهبنا أن نثبت لله ما أثبته لنفسه نقر بذلك يألسنتنا و نصدق ذلك بقلوبنا من غير أن نشبه وجه خالقنا يوجه أحد من المخلوقين
"Maka kami dan seluruh ulama kami dari Hijaz, Tihamah (Makkah), Yaman, Irak, Syam,Mesir Madzhab kami ialah kami menetapkan bagi Allah apa yang telah Dia tetapkan untuk dirinya, kami menetapkan dengan lisan-lisan kami, kami membenarkan hal tersebut dengan qalbu kami tanpa menyerupakan wajah sang pencipta kita dengan wajah salah seorang dari makhluk."
(Kitabut Tauhid hal. 26)
Diantara ketetapan Ahlussunah yang ditetapkan ahlus sunnah terhadap nash-nash sifat ialah bahwa zhahawir nusush diketahui dari sisi makna, namun tidak diketahui dari sisi kaifiyah. Karena sesuatu hal yang mustahil, Allah memerintahkan kita untuk mentadabburi ayat-ayatnya, namun ternyata diserahkan maknanya kepada Allah. Allah berfirman,
ليدبرواآياته
"Agar mereka mentadabburi ayat-ayatNya"
Maka tadabbur tidak akan terealisasi melainkan pada perkara yang memungkinkan untuk sampai pada pemahamannya.
Allah menjelaskan hikmah diturunkannya Al-Qur'an dalam bahasa Arab,
لعلكم تعقلون
"Agar kalian memahaminya"
Seandainya Al-Qur'an tidak memiliki makna, tentulah diturunkan Al-Qur'an apakah dalam bahasa Arab atau selain sama saja, tidak berfaidah.
Allah berfirman
لتبين للناس ما نزل إليهم
"Agar engkau (Nabi) menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka (yaitu Al-Quran)".
Maknanya adalah : agar nabi menjelaskanAl-Quran makna dan lafazh nya, bukan lafazh yang semata. Sebagaimana Allah berfirman
ثم إن علينا بيانه
"Kemudian atas tanggungan Kamilah penjelasan Al-Qur'an tersebut"
Maknanya sebagaimana disebutkan para ulama adalah : بيانه لفظا و معنى
"Kami menjelaskan Al-Qur'an tersebut baik lafazh yang dan maknanya".
(Syarah Al-Qawaid Al-Mustla)
Adapun fatwa-fatwa para imam salaf yang menjelaskan tentang sikap ahlus sunnah dalam nash-nash sifat, yang menjelaskan untuk memberlakukan nash sifat tersebut sebagaimana datangnya, bukanlah seperti yang disangka kaum mufawwidhah dan Asyaa'irah. Demikian pula dengan kutipan yang dibawakan oleh Ibnu Qudamah dari sebagian Imam Salaf di Dzammu At-Ta'wil (hal. 22) bahwa mereka mengatakan tentang sifat Allah :
لا كيف ولا معنى
"Tiada kaifiyah dan makna"
Maka inipun keliru apabila dipahami seperti pemahaman mufawwidhah dan Asyaa'irah. Asy-Syaikh Hassan bin Ibrahim Ar-Ruday'an menjawab syubhat ini,
"Maksud dari nash-nash sifat dan yang terdapat dalam sifat tersebut berupa makna-makna yaitu mengimani bahwa sifat-sifat tersebut memiliki makna hakiki sebagaimana ditunjukkan oleh nash-nash, maka kita menetapkan makna-makna sifat tersebut tanpa menetapkan kaifiyah nya yang akalpun tidak akan mampu menjangkaunya."
Maka ucapan para salaf yang mengatakan لا كيف
Ini adalah bantahan terhadap musyabbihah yang mereka menetapkan bagi Allah kaifiyah sifat-sifat tersebut.
Bagaimana dengan ucapan sebagian salaf yang mengatakan لا معنى ?
Beliau menjawab :
أي لا معنى باطلا ولا معنى خارجا عن ظاهرها بأن يزاد في تفسيرها كما جاءت به المعطلة و المؤولة التي حرفت المعنى الظاهر إلى معان باطلة. فمن كيف فقد صار مجسما، ومن تأول المعنى فقد في المعنى ما يخرجه عن ظاهره الحقيقي إلى معنى باطل
"Maksudnya ialah tanpa makna yang batil dan juga tanpa makna yang keluar dari zhahir nash tersebut dengan menambahkan tafsirnya, sebagaimana yang dilakukan oleh kaum mu'atthilah dan muwawilah yang memalingkan makna yang zhahir kepada makna yang batil. Maka barang siapa yang mentakyif maka ia adalah mujassimah, dan barang siapa yang mentakwil maka ia telah memasukkan makna batil dari makna yang ia keluarkan dari zhahirnya nash yang hakiki."
(Aqidatul Asyaa'irah hal. 240)
Demikian pula dengan pernyataan Ibnu 'Uyainah terkait tafsir ayat-ayat sifat, yang beliau mengatakan tafsir ayat sifat adalah dengan membacanya. Asy-Syaikh An-Najjar menjelaskan :
المراد .... أنها على ظاهرها المعروف في لغة العرب من غير تمثيل ولا بكيف.
Maksudnya ialah bahwa ayat-ayat sifat tersebut sesuai dengan zhahirnya yang telah diketahui dalam bahasa Arab tanpa tamtsil dan takyif."
Abul Qosim At-Taimiy menjelaskan perkataan Al-Imam Sufyan Ibnu 'Uyainah diatas, beliau berkata :
إنما هي على ظاهرها المعروف المشهور من غير كيف يتوهم فيها، ولا تشبيه ولا تأويل
"Maksudnya ialah bahwa ayat-ayat sifat tersebut sesuai dengan zhahirnya yang telah diketahui, yang masyhur tanpa kaifiyah (tata cara, bentuk sifat) yang dapat dibayangkan sifat tersebut, tanpa menyerupakan dengan makhluk, dan tanpa mentakwilkannya."
Para salaf terkadang memang menyerahkan maknanya kepada Allah, akan tetapi jika sifat tersebut tidak diketahui hakikatnya, akan tetapi tidaklah dipahami bahwa ini adalah tafwidh mutlak !! Sedangkan mayoritas sifat-sifat Allah -sebagaimana penjelasan ulama salaf- adalah sifat hakiki yang diketahui maknanya secara bahasa.
Oleh karena itulah Al-Imam Malik mengatakan bahwa Istiwa adalah sesuatu yang maklum, diketahui dari sisi maknanya, berbeda dengan kaifiyahnya yang tidak diketahui, yang ini tidak akan mampu dijangkau oleh akal siapapun.
(Baraatu Aimmati As-Salaf minat Tafwidh)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahmatullah 'alaihi menyatakan :
و أما التفويض فمن المعلوم أن الله أمرنا بتدبر القرآن و حضنا على عقله و فهمه، فكيف مع ذلك أن يراد منها الإعراض عن فهمه و معرفته و عقله
"Adapun tafwidh, maka telah diketahui bahwa Allah memerintahkan kita untuk mentadabburi Al-Qur'an dan mengajurkan kita untuk memahaminya. Maka bagaimana mungkin tafwidh tersebut diperkenankan, bahwa yang diinginkan Allah terhadap kita untuk berpaling dari memahami, mengetahui dan memikirkan kandungan Al-Qur'an ?"
Beliau melanjutkan,
و حينئذ فيكون ما وصف الله به نفسه في القرآن أو كثير مما وصف الله به نفسه لا يعلم الأنبياء معناه بل يقولون كلاما لا يعقلون معناه
"Maka berarti apa yang telah Allah sifati diriNya di Al-Qur'an, atau sekian banyak yang disifati Allah tentang diriNya, para Nabi tidak mengetahui nya, bahkan mereka mengucapkan sebuah ucapan yang mereka tidak ketahui maknanya."
Maka ini adalah celaan bagi para Nabi, ketika Allah berfirman bahwa Ia memiliki Dua Tangan, maka Nabi tidak mengetahui maknanya dan seterusnya.
Maka tafwidh memiliki dua, ada yang benar dan batil. Makna yang benar, yaitu menetapkan lafazh dan makna yang terkandung di dalamnya, kemudian menyerahkan ilmu tentang tata caranya kepada Allah Ta'ala. Kita menetapkan nama-nama yang mulia bagi Allah Ta'ala serta sifat-sifatNya yang agung dan kita mengetahui maknanya serta mengimaninya. Hanya saja kita tidak mengetahui tata caranya.
Kita beriman bahwa Allah Ta'ala bersistiwa di atas Al-'Arsy, yaitu bersistiwa secara hakiki yang sesuai dengan kebesaran dan kemuliaan-Nya yang maha suci, bukan seperti beristiwa'nya manusia. Akan tetapi bagaimana Dia beristiwa', adalah perkara yang tidak kita ketahui. Karenanya, maknanya (terkait kaifiyah atau tentang tata caranya) kita serahkan kepada Allah.. Menetapkan sifat-sifat Allah Ta'ala. Yaitu penetapan yang tanpa menyerupai (dengan makhluk) dan menetapkan tata caranya. Allah Ta'ala berfirman,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat." (QS. Asy-Syura: 11)
Makna yang batil, yaitu menetapkan lafaz tanpa mengetahui maknanya. Mereka hanya menetapkan lafaznya saja, (الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى) setelah itu mereka berkata, "Kami tidak mengetahui maknanya dan tidak mengetahui apa yang Allah maksud dari kalimat ini."
Bersambung insyaallah....
Taman Sakinah Tambun
Abu Hanifah Jandriadi Yasin
Labels:
aqidah
Tuesday, April 4, 2017
Hukum Cacing Sebagai Obat
Tuesday, April 4, 2017
0
Khasiat cacing tanah untuk mengobati demam, tifus,dan gangguan pasca stroke bukan lagi cuma sebatas bisik-bisik. Meskipun masih memerlukan penelitian lebih seksama, prospek cacing tanah sebagai bahan obat alami sudah sangat menjanjikan. Obat dari cacing ini biasa kita temukan pada obat China. Namun tentu saja kita selaku seorang muslim bukan hanya mengikuti obat mujarab dan ampuh, perlu kita mendalami lebih jauh obat tersebut meskipun dikatakan manjur. Marilah kita melihat apakah cacing halal sebagai obat?
Standar Menjijikkan
Allah Ta’ala berfirman,
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan dia mengharamkan bagi mereka segala yang khobits” (QS Al A’raf: 157).
Makna khobits dalam ayat ini ada tiga pendapat, yaitu:
Khobits adalah makanan haram. Jadi yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dilarang menyantap makanan haram.Khobits bermakna segala sesuatu yang merasa jijik untuk memakannya, seperti ular dan hasyarot (berbagai hewan kecil yang hidup di darat).Khobits bermakna bangkai, darah dan daging babi yang dianggap halal. Artinya, Allah mengharamkan bentuk penghalalan semacam ini padahal bangkai, darah dan daging babi sudah jelas-jelas haram.
(Lihat Zaadul Masiir, 3: 273)
Ulama Malikiyah tidak menganggap standar jijik dan tidak dari orang Arab dari ahli Hijaz. Mereka berdalil dengan tiga ayat yang menerangkan bahwa segala hewan yang tidak dinash-kan (tidak disebutkan dalilnya) akan haramnya, dihukumi halal. Tiga ayat yang dimaksud adalah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 29)
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145)
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu” (QS. Al An’am: 119). Dari tiga ayat ini terlihat bahwa makanan haram adalah yang dikecualikan dari keumuman ayat pertama (Al Baqarah: 29). Selain yang diharamkan berarti kembali kepada keumuman yang menyatakan halal atau bolehnya. (Dinukil dari Al Mawsu’ah All Fiqhiyyah, 5: 147)
Dalam menghukumi makanan yang haram, penulis lebih cenderung berpegang pada pendapat ulama Malikiyah yang menilai bahwa yang khobits (jijik) adalah kembali pada dalil. Jika dalil menyatakan haram, itulah yang dimaksudkan khobits. Jika dalil menyatakan halal, itulah yang dimaksudkan dengan thoyyib.
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik (thoyyib) dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (khobits)” (QS Al A’raf: 157).
Jika demikian, jadilah sederhana dan simpel untuk memutuskan manakah makanan yang haram ataukah tidak karena tinggal melihat pada dalil Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih. Jika kita menggunakan standar orang Arab atau lainnya, ini akan sulit. Padahal tidak semua hewan ada dan hidup di tengah-tengah orang Arab. Ini logika sederhana yang menguatkan pendapat ini.
Masalah Cacing Sebagai Obat
Jika sudah menyadari akan hal ini, maka untuk masalah cacing kita perlu meneliti jauh tentang hal ini. Apakah ada dalil yang melarang untuk mengonsumsinya? Jika tidak ada, maka kembali ke hukum asalnya halal. Karena sekali standar menjijikkan bagi kita bukanlah standar orang, tetapi dikembalikan pada dalil. Wallahu a’lam, sampai saat ini penulis belum menemukan dalil yang mengharamkan cacing. Sehingga dari sini tidak masalah jika cacing digunakan sebagai obat, sebagai pakan ternak, atau dibudidayakan.
Namun taruhlah jika cacing ini dianggap haram karena menjijikkan, maka yang haram ini dibolehkan dalam keadaan darurat, yang tidak ada lagi obat yang dapat menyembuhkan penyakit selain zat haram tersebut. Tetapi juga harus berdasarkan anjuran/nasihat dokter yang dapat dipercaya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” (QS. Al An’am: 119)
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 173)
Wallahu a’lam bish showwab.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 11 Shofar 1433 H
www.rumaysho.com
Air Kencing yang Menetes Pada Waktu Shalat
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Tentang hukum air kencing yang kadang (dan sering) menetes terutama ketika hendak sholat padahal telah di bersihkan.
Yang jadi pertanyaan adalah:
Apakah tetesan tersebut termasuk najis, dan bagaimana membersihkannya?Jika bukan najis apakah wudhu dan sholat tidak batal?Bagaimana dengan salah satu hal yang membatalkan wudhu yaitu ‘keluar sesuatu dari dua pintu,’ Apakah hal ini mutlak untuk segala sesuatu?
Mohon penjelasannya segera, karena hal ini sangat penting, terutama berkaitan dengan ibadah sholat. Semoga Allah menetapkan hati kita di atas sunnah. Jazakallahu khoiron. Wassalamu’alaikum.
Jawaban Ustadz:
Pertama dan kedua,
Air kencing itu najis dan membatalkan shalat. Dasarnya QS. Al-Maidah: 6 dan sabda Rasulullah shollahu’alaihiwasallam, “Seorang yang berhadats shalatnya tidak diterima hingga berwudhu.” (HR. Bukhori No. 135). Tapi jika sekedar was-was atau ragu-ragu keluar atau tidak atau hanya perasaan yang tidak ada buktinya maka hal tersebut tidak membatalkan wudhu dan tidak membatalkan shalat, karena hal tersebut merupakan was-was dari setan.
“Jika kalian merasakan ada sesuatu di perutnya tapi masih meragukan apakah ada sesuatu yang keluar ataukah tidak maka janganlah meninggalkan masjid (shalat) sehingga mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Muslim No. 805)
Tentang hal ini Syaikh Ibnu baz mengatakan, “Hal ini bisa terjadi karena was-was atau ragu-ragu, ini datang dari setan tapi kadang kala memang benar-benar terjadi. Jika benar-benar terjadi, maka jangan terburu-buru hingga selesai kencing, setelah itu lalu membasuh kemaluan dengan air dan ini sudah cukup. Jika dikhawatirkan keluar lagi, setelah wudhu hendaknya menyiramkan air di sekeliling kemaluan, selanjutnya jika terasa ada sesuatu yang keluar setelah itu supaya dipahami bahwa yang keluar adalah sisa air yang disiramkan tadi. Terdapat dalil dari Hadits, hendaknya kita meninggalkan was-was setan. Seorang mukmin tidak perlu memperhatikan was-was setan ini, karena begitulah pekerjaan setan, selalu berusaha merusak ibadah manusia, baik ketika shalat atau ibadah yang lain.” (Lihat Majmu’ Fatawa wa Maqalah Mutanawiah 10/123), [Disadur dari majalah Al-Furqon ed. 10 th IV hal. 4-5].
Ketiga,
Syaikh Musthafa Al-adawi mengatakan “Kami ingatkan bahwa ucapan ’semua yang keluar dari 2 jalan membatalkan wudhu’ bukanlah sabda Nabi shollahu’alaihiwasallam dan bukan kaedah yang disepakati oleh seluruh ummat. Kaedah tersebut hanya diambil dari berbagai dalil yang menunjukkan bahwa banyak yang keluar dari 2 jalan itu membatalkan wudhu, … bahkan terdapat dalil yang menunjukkan bahwa ada yang keluar dari 2 jalan itu akan tetapi tidak membatalkan wudhu, semisal darah istihadhah.” (Jami’ Ahkamin Nisa’ 5/22).
***
Penanya: Abu Sahl
Dijawab oleh: Ust. Abu Ukkasyah Aris Munandar
Sumber: muslim.or.id
Tentang hukum air kencing yang kadang (dan sering) menetes terutama ketika hendak sholat padahal telah di bersihkan.
Yang jadi pertanyaan adalah:
Apakah tetesan tersebut termasuk najis, dan bagaimana membersihkannya?Jika bukan najis apakah wudhu dan sholat tidak batal?Bagaimana dengan salah satu hal yang membatalkan wudhu yaitu ‘keluar sesuatu dari dua pintu,’ Apakah hal ini mutlak untuk segala sesuatu?
Mohon penjelasannya segera, karena hal ini sangat penting, terutama berkaitan dengan ibadah sholat. Semoga Allah menetapkan hati kita di atas sunnah. Jazakallahu khoiron. Wassalamu’alaikum.
Jawaban Ustadz:
Pertama dan kedua,
Air kencing itu najis dan membatalkan shalat. Dasarnya QS. Al-Maidah: 6 dan sabda Rasulullah shollahu’alaihiwasallam, “Seorang yang berhadats shalatnya tidak diterima hingga berwudhu.” (HR. Bukhori No. 135). Tapi jika sekedar was-was atau ragu-ragu keluar atau tidak atau hanya perasaan yang tidak ada buktinya maka hal tersebut tidak membatalkan wudhu dan tidak membatalkan shalat, karena hal tersebut merupakan was-was dari setan.
“Jika kalian merasakan ada sesuatu di perutnya tapi masih meragukan apakah ada sesuatu yang keluar ataukah tidak maka janganlah meninggalkan masjid (shalat) sehingga mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Muslim No. 805)
Tentang hal ini Syaikh Ibnu baz mengatakan, “Hal ini bisa terjadi karena was-was atau ragu-ragu, ini datang dari setan tapi kadang kala memang benar-benar terjadi. Jika benar-benar terjadi, maka jangan terburu-buru hingga selesai kencing, setelah itu lalu membasuh kemaluan dengan air dan ini sudah cukup. Jika dikhawatirkan keluar lagi, setelah wudhu hendaknya menyiramkan air di sekeliling kemaluan, selanjutnya jika terasa ada sesuatu yang keluar setelah itu supaya dipahami bahwa yang keluar adalah sisa air yang disiramkan tadi. Terdapat dalil dari Hadits, hendaknya kita meninggalkan was-was setan. Seorang mukmin tidak perlu memperhatikan was-was setan ini, karena begitulah pekerjaan setan, selalu berusaha merusak ibadah manusia, baik ketika shalat atau ibadah yang lain.” (Lihat Majmu’ Fatawa wa Maqalah Mutanawiah 10/123), [Disadur dari majalah Al-Furqon ed. 10 th IV hal. 4-5].
Ketiga,
Syaikh Musthafa Al-adawi mengatakan “Kami ingatkan bahwa ucapan ’semua yang keluar dari 2 jalan membatalkan wudhu’ bukanlah sabda Nabi shollahu’alaihiwasallam dan bukan kaedah yang disepakati oleh seluruh ummat. Kaedah tersebut hanya diambil dari berbagai dalil yang menunjukkan bahwa banyak yang keluar dari 2 jalan itu membatalkan wudhu, … bahkan terdapat dalil yang menunjukkan bahwa ada yang keluar dari 2 jalan itu akan tetapi tidak membatalkan wudhu, semisal darah istihadhah.” (Jami’ Ahkamin Nisa’ 5/22).
***
Penanya: Abu Sahl
Dijawab oleh: Ust. Abu Ukkasyah Aris Munandar
Sumber: muslim.or.id
Labels:
#tanyaustadz,
konsultasisyariah,
tanya jawab
🚧 MEWASPADAI 'FITNAH' LAWAN JENIS WALAU SEDANG BERIBADAH
✒ Asy-Syaikh Al-‘Allaamah Ibnu Baz rahimahullah berkata,
وكان النساء في عهد النبي صلى الله عليه وسلم لا يختلطن بالرجال لا في المساجد ولا في الأسواق الاختلاط الذي ينهى عنه المصلحون اليوم ويرشد القرآن والسنة وعلماء الأمة إلى التحذير منه حذرا من فتنته، بل كان النساء في مسجده صلى الله عليه وسلم يصلين خلف الرجال في صفوف متأخرة عن الرجال وكان يقول صلى الله عليه وسلم: «خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها» حذرا من افتتان آخر صفوف الرجال بأول صفوف النساء، وكان الرجال في عهده صلى الله عليه وسلم يؤمرون بالتريث في الانصراف حتى يمضي النساء ويخرجن من المسجد لئلا يختلط بهن الرجال في أبواب المساجد مع ما هم عليه جميعا رجالا ونساء من الإيمان والتقوى فكيف بحال من بعدهم، وكانت النساء ينهين أن يتحققن الطريق ويؤمرن بلزوم حافات الطريق حذرا من الاحتكاك بالرجال والفتنة بمماسة بعضهم بعضا عند السير في الطريق وأمر الله سبحانه نساء المؤمنين أن يدنين عليهن من جلابيبهن حتى يغطين بها زينتهن حذرا من الفتنة بهن، ونهاهن سبحانه عن إبداء زينتهن لغير من سمى الله سبحانه في كتابه العظيم حسما لأسباب الفتنة وترغيبا في أسباب العفة والبعد عن مظاهر الفساد والاختلاط
➡ Dahulu wanita di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak bercampur baur (ihktilat) dengan kaum lelaki, tidak di masjid-masjid, tidak pula di pasar-pasar, seperti campur baur di hari ini yang telah dilarang oleh orang-orang yang melakukan perbaikan.
➡ Al-Qur’an dan As-Sunnah serta para ulama umat membimbing untuk men-tahdzir dari perbuatan tersebut demi menghindari 'fitnah' (godaan antara lawan jenis).
➡ Bahkan dahulu ketika para wanita di masjid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sholat di belakang kaum lelaki di shaf-shaf paling belakang kaum lelaki, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depannya, dan yang paling jeleknya adalah yang paling belakang. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhirnya, dan yang paling jeleknya adalah yang paling depan.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Hal itu demi berhati-hati dari 'fitnah' antara kaum lelaki yang ada di shaf akhir dan kaum wanita yang ada di shaf pertama.
➡ Dahulu juga kaum lelaki diperintahkan untuk tidak keluar masjid sampai kaum wanita pergi lebih dulu meninggalkan masjid, agar tidak bercampur baur di pintu-pintu masjid, padahal para sahabat semuanya baik laki-laki maupun wanita memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat, maka bagaimana lagi dengan generasi setelahnya yang lebih lemah iman dan takwanya...?!
➡ Demikian pula kaum wanita dahulu dilarang berjalan dengan mendominasi jalanan, mereka diperintahkan untuk selalu berjalan di pinggir-pinggir jalan, agar tidak berpapasan dengan kaum lelaki dan tergoda karena saling bersentuhan antara satu dengan yang lainnya ketika berada di jalan.
➡ Juga Allah ta’ala memerintahkan wanita-wanita beriman untuk menutupkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka, sehingga mereka dapat menutup perhiasan-perhiasan mereka agar tidak menggoda.
➡ Dan Allah melarang kaum wanita untuk menampakkan perhiasan kepada selain mahram yang telah Allah sebutkan dalam kitab-Nya yang agung, untuk memutus sebab-sebab godaan, dan motivasi untuk menempuh sebab-sebab penjagaan terhadap kesucian diri dan menjauhi penampilan yang merusak dan menjauhi campur baur dengan kaum lelaki.
📚 [Majmu’ Fatawa, 4/250-251]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
💻 Sumber: https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/774046872744797:0
وكان النساء في عهد النبي صلى الله عليه وسلم لا يختلطن بالرجال لا في المساجد ولا في الأسواق الاختلاط الذي ينهى عنه المصلحون اليوم ويرشد القرآن والسنة وعلماء الأمة إلى التحذير منه حذرا من فتنته، بل كان النساء في مسجده صلى الله عليه وسلم يصلين خلف الرجال في صفوف متأخرة عن الرجال وكان يقول صلى الله عليه وسلم: «خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها» حذرا من افتتان آخر صفوف الرجال بأول صفوف النساء، وكان الرجال في عهده صلى الله عليه وسلم يؤمرون بالتريث في الانصراف حتى يمضي النساء ويخرجن من المسجد لئلا يختلط بهن الرجال في أبواب المساجد مع ما هم عليه جميعا رجالا ونساء من الإيمان والتقوى فكيف بحال من بعدهم، وكانت النساء ينهين أن يتحققن الطريق ويؤمرن بلزوم حافات الطريق حذرا من الاحتكاك بالرجال والفتنة بمماسة بعضهم بعضا عند السير في الطريق وأمر الله سبحانه نساء المؤمنين أن يدنين عليهن من جلابيبهن حتى يغطين بها زينتهن حذرا من الفتنة بهن، ونهاهن سبحانه عن إبداء زينتهن لغير من سمى الله سبحانه في كتابه العظيم حسما لأسباب الفتنة وترغيبا في أسباب العفة والبعد عن مظاهر الفساد والاختلاط
➡ Dahulu wanita di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak bercampur baur (ihktilat) dengan kaum lelaki, tidak di masjid-masjid, tidak pula di pasar-pasar, seperti campur baur di hari ini yang telah dilarang oleh orang-orang yang melakukan perbaikan.
➡ Al-Qur’an dan As-Sunnah serta para ulama umat membimbing untuk men-tahdzir dari perbuatan tersebut demi menghindari 'fitnah' (godaan antara lawan jenis).
➡ Bahkan dahulu ketika para wanita di masjid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sholat di belakang kaum lelaki di shaf-shaf paling belakang kaum lelaki, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depannya, dan yang paling jeleknya adalah yang paling belakang. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhirnya, dan yang paling jeleknya adalah yang paling depan.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Hal itu demi berhati-hati dari 'fitnah' antara kaum lelaki yang ada di shaf akhir dan kaum wanita yang ada di shaf pertama.
➡ Dahulu juga kaum lelaki diperintahkan untuk tidak keluar masjid sampai kaum wanita pergi lebih dulu meninggalkan masjid, agar tidak bercampur baur di pintu-pintu masjid, padahal para sahabat semuanya baik laki-laki maupun wanita memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat, maka bagaimana lagi dengan generasi setelahnya yang lebih lemah iman dan takwanya...?!
➡ Demikian pula kaum wanita dahulu dilarang berjalan dengan mendominasi jalanan, mereka diperintahkan untuk selalu berjalan di pinggir-pinggir jalan, agar tidak berpapasan dengan kaum lelaki dan tergoda karena saling bersentuhan antara satu dengan yang lainnya ketika berada di jalan.
➡ Juga Allah ta’ala memerintahkan wanita-wanita beriman untuk menutupkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka, sehingga mereka dapat menutup perhiasan-perhiasan mereka agar tidak menggoda.
➡ Dan Allah melarang kaum wanita untuk menampakkan perhiasan kepada selain mahram yang telah Allah sebutkan dalam kitab-Nya yang agung, untuk memutus sebab-sebab godaan, dan motivasi untuk menempuh sebab-sebab penjagaan terhadap kesucian diri dan menjauhi penampilan yang merusak dan menjauhi campur baur dengan kaum lelaki.
📚 [Majmu’ Fatawa, 4/250-251]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
💻 Sumber: https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/774046872744797:0
Lebih dahsyat godaan wanita atau godaan setan?
ANTARA GODAAN WANITA DAN GODAAN SETAN, MANA YANG LEBIH DAHSYAT?
➡ Allah ta’ala berfirman tentang godaan wanita,
إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ
🚧 “Sesungguhnya tipu daya (godaan) kalian wahai para wanita begitu besar.” [Yusuf: 28]
➡ Allah ta’ala berfirman tentang godaan setan,
إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
🚧 “Sesungguhnya tipu daya (godaan) setan itu lemah.” [An-Nisa: 76]
Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata,
هَذِهِ الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ إِذَا ضُمَّتْ لَهَا آيَةٌ أُخْرَى حَصَلَ بِذَلِكَ بَيَانُ أَنَّ كَيْدَ النِّسَاءِ أَعْظَمُ مِنْ كَيْدِ الشَّيْطَانِ
“Ayat yang mulia ini (An-Nisa: 76), apabila dipadukan dengan ayat yang lain (Yusuf: 28), maka hasilnya adalah penjelasan bahwa tipu daya (godaan) wanita lebih dahsyat dibanding tipu daya (godaan) setan.” [Adhwaul Bayan fi Idhahil Qur’an bil Qur’an, 2/217]
Asy-Syaikh AbdurRahman bin Nashir As-Si’di rahimahullah berkata,
والكيد: سلوك الطرق الخفية في ضرر العدو، فالشيطان وإن بلغ مَكْرُهُ مهما بلغ فإنه في غاية الضعف
“Tipu daya yang dimaksudkan di sini adalah menempuh cara-cara yang samar dalam membahayakan musuh. Maka setan, meskipun tipu dayanya telah sedemikian rupa akan tetapi ia sangat lemah.” [Taysirul Karimir Rahman, hal. 187]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga telah mengingatkan,
إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِى صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِى صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِى نَفْسِهِ
“Sesungguhnya wanita itu datang dalam rupa setan dan pergi dalam rupa setan, maka apabila seorang dari kalian melihat wanita, hendaklah ia mendatangi istrinya, karena dengan begitu akan menentramkan gejolak syahwat di jiwanya.” [HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu’anhu]
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
قال العلماء معناه الاشارة إلى الهوى والدعاء إلى الفتنة بها لما جعله الله تعالى في نفوس الرجال من الميل إلى النساء والالتذاذ بنظرهن وما يتعلق بهن فهي شبيهة بالشيطان في دعائه إلى الشر بوسوسته وتزيينه له ويستنبط من هذا أنه ينبغى لها أن لا تخرج بين الرجال الا لضرورة وأنه ينبغى للرجل الغض عن ثيابها والاعراض عنها مطلقا
“Ulama berkata, makna hadits ini adalah peringatan bahaya hawa nafsu dan bahaya ajakan kepada fitnah (godaan) wanita, karena Allah telah menjadikan di hati kaum lelaki adanya kecenderungan terhadap para wanita dan merasa nikmat ketika memandang mereka dan apa yang terkait keindahan dengan mereka, maka wanita menyerupai setan dari sisi ajakannya kepada kejelekan dengan bisikannya dan tipuannya.
Dan dapat diambil kesimpulan hukum dari hadits ini bahwa tidak boleh bagi wanita untuk keluar di antara kaum lelaki kecuali karena satu alasan darurat (sangat mendesak), dan hendaklah kaum lelaki menundukkan pandangan; tidak boleh melihat pakaiannya dan hendaklah berpaling darinya secara mutlak.” [Syarhu Muslim, 9/178]
Maka sungguh dahsyat godaan wanita, walaupun setan sudah mengerahkan segenap “potensi” yang ada pada dirinya untuk menyesatkan anak Adam, namun ternyata godaannya tidak bisa sejajar, apalagi melebihi godaan wanita. Akan tetapi sayang seribu sayang, ternyata setan pun bisa memanfaatkan wanita sebagai kaki tangannya untuk menjerumuskankaum lelaki dalam dosa, entah sang wanita sadar atau tidak.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا أَقْرَبُ مَا يَكُونُ إِلَى اللَّهِ وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا
“Wanita adalah aurat, apabila ia keluar dari rumahnya maka setan akan menghiasinya, dan sesungguhnya seorang wanita lebih dekat kepada Allah ta’ala ketika ia berada di dalam rumahnya.” [HR. At-Tirmidzi dan Ath-Thabarani, dan lafaz ini milik beliau, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 2688]
Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata,
أَيْ زَيَّنَهَا فِي نَظَرِ الرِّجَالِ وَقِيلَ أَيْ نَظَرَ إِلَيْهَا لِيُغْوِيَهَا وَيُغْوِيَ بِهَا
“Maknanya adalah setan menghiasi wanita di mata laki-laki. Juga dikatakan maknanya adalah setan melihat wanita tersebut untuk menyesatkannya dan menyesatkan laki-laki dengannya.” [Tuhfatul Ahwadzi, 4/283]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
💻 Sumber:
https://www.facebook.com/
http://sofyanruray.info/
════ ❁✿❁ ════
Monday, April 3, 2017
hukum asuransi
Monday, April 3, 2017
0
Seakan-akan masa depan seseorang selalu suram. Akan terjadi kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja terbakar atau terjadi pencurian, perusahaan pun tidak bisa dijamin berjalan terus, pendidikan anak bisa jadi tiba-tiba membutuhkan biaya besar di tahun-tahun mendatang. Itulah gambaran yang digembosi pihak asuransi. Yang digambarkan adalah masa depan yang selalu suram. Tidak ada rasa tawakkal dan tidak percaya akan janji Allah yang akan selalu memberi pertolongan dan kemudahan. Kenapa asuransi yang selalu dijadikan solusi untuk masa depan? Ulasan sederhana kali ini akan mengulas mengenai asuransi dan bagaimanakah seharusnya kita bersikap.
Berikut adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:
1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan (mu'awadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror (unsur ketidak jelasan).
2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya.
3. Asuransi mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang berlebih) dan riba nasi'ah (riba karena penundaan) secara bersamaan.
4. Asuransi termasuk bentuk judi dengan taruhan yang terlarang. Judi kita ketahui terdapat taruhan, maka ini sama halnya dengan premi yang ditanam. Premi di sini sama dengan taruhan dalam judi. Namun yang mendapatkan klaim atau timbal balik tidak setiap orang, ada yang mendapatkan, ada yang tidak sama sekali.
5. Di dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal balik. Padahal dalam akad mu'awadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal balik.
6. Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syar'i. Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab accident bukan dari mereka. Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.
[Dikembangkan dari penjelasan Majlis Majma Fikhi di Makkah Al Mukarromah, KSA]
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Artikel Muslim.Or.Id
Damar Muhisa
Subscribe to:
Posts (Atom)