Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Ketika seseorang bekerja di lingkungan yang haram, ada 3 kemungkinan untuk status harta yang dia tinggalkan;
[1] Harta yang jelas halal
[2] Harta yang jelas haram
[3] Harta yang bercampur antara yang halal dan yang haram
[4] Harta yang tidak jelas, apakah dari yang halal ataukah yang haram
Kaidah yang berlaku dalam hal ini,
المال الحرام لا يطيب بالميراث
Harta haram, tidak bisa disucikan dengan cara diwariskan
Kaidah ini disampaikan Ibnu Rusy dalam kitabnya al-Muqadimat al-Mumahidat (2/159)
Rincian hukum yang dijelaskan ulama,
Pertama, harta yang jelas halal
Ahli waris yakin, bahwa ada harta tertentu milik mayit, yang diperoleh dari cara yang haram. Misalnya dari warisan ortunya atau pemberian orang lain atau dari kerja yang halal.
Harta ini boleh dimiliki ahli waris. Tentu saja dengan mengikuti aturan pembagian warisan
Kedua, harta yang jelas haram.
Ahli waris tahu dengan yakin bahwa ada harta warisan peninggalan mayit yang statusnya haram. Misalnya, ahli waris yakin, tanah di sana dan propertinya, dibeli dari uang riba.
Untuk harta jenis ini, ahli waris tidak boleh menerimanya. Kewajiban ahli waris adalah mengembalikannya kepada pemiliknya, jika diketahui pemiliknya. Atau mensedekahkan harta itu atas nama pemiliknya.
Dalam kitab al-Mi'yar al-Mu'arrab dinyatakan,
وقد سئل يحيى بن إبراهيم المالكي عن المال الحرام : هل يحله الميراث أم لا ؟ فأجاب: "لا يحل المال الحرام في قول مالك"
Yahya bin Ibrahim al-Maliki pernah ditanya tentang harta haram, apakah bisa menjadi halal karena diwariskan ataukah tidak?
Jawaban beliau, "Warisan tidak bisa menyebabkan harta haram itu menjadi halal, menurut Imam Malik." (al-Mi'yar al-Mu'arrab, 6/47)
Ibn Rusyd mengatakan,
أما الميراث فلا يطيب المال الحرام للوارث، هذا هو الصحيح الذي يوجبه النظر
Warisan, tidak menyebabkan harta haram menjadi halal bagi ahli waris. Inilah pendapat yang benar, hasil dari ijtihad. (Muqadimat al-Mumahidat, 2/159)
Ketiga, harta yang bercampur antara yang halal dan yang haram
Ahli waris tahu bahwa dalam harta yang ditinggalkan mayit bercampur antara yang halal dan yang haram.
Ada 3 sikap yang disarankan ulama,
[1] Jika diketahui bagian yang haram dan bagian yang halal, maka keluarkan bagian yang haram
[2] Jika tidak diketahui bagian yang haram dan bagian yang halal, maka dikeluarkan berdasarkan prediksi.
[3] Hanya saja, dianjurkan untuk dikeluarkan semuanya, sebagai langkah kehati-hatian, dan itu lebih baik dan lebih dianjurkan.
Syaikhul Islam ditanya tentang seseorang yang meninggal dan penghasilannya dari riba. Apa yang haus dilakukan anaknya yang tahu dengan kondisi harta ayahnya.
Jawaban beliau,
وأما القدر الذي يعلم الولد أنه ربا فيخرجه: إما أن يرده إلى أصحابه إن أمكن، وإلا تصدق به، والباقي لا يحرم عليه، لكن القدر المشتبه يستحب تركه
Bagian yang diketahui oleh anak bahwa itu riba, maka wajib dia keluarkan. Baik dengan cara dikembalikan ke pemiliknya jika memungkinkan, atau disedekahkan. Sementara sisanya tidak haram bagi ahli waris. Akan tetapi, jika ukuran (halal-haram) tidak jelas, dianjurkan untuk ditinggalkan. (al-Fatawa al-Kubro, 1/478)
Keempat, harta yang tidak jelas, apakah dari yang halal ataukah yang haram
Jika ada harta yang sama sekali tidak diketahui ahli waris, apakah itu berasal dari yang halal ataukah yang haram, maka halal untuk dimiliki ahli waris.
An-Nawawi mengatakan,
من ورث مالاً ولم يعلم من أين كسبه مورثه أمن حلال أم من حرام؟ ولم تكن علامة فهو حلال بإجماع العلماء، فإن علم أن فيه حراماً وشك في قدره أخرج قدر الحرام بالاجتهاد
Orang yang mendapatkan warisan harta dan dia tidak tahu dari mana mayit mendapatkannya, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram, sementara tidak ada indikasi apapun, maka status harta ini halal dengan ijma' ulama. Jika diketahui di sana ada yang haram, namun ragu berapa kadar bagian yang haram, maka dia keluarkan sebagian harta itu, berdasarkan perkiraan. (al-Majmu', 9/351).
Demikian,
Ustadz Ammi Nur Baits
Damar Muhisa
0 comments:
Post a Comment