🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 27 Ramadhan 1437 H / 02 Juli 2016 M
👤 Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro
📔 Materi Tematik | Bimbingan Berhari Raya Iedul Fithri (Bagian 2)
🌐 Sumber Artikel : https://almanhaj.or.id/3336-bimbingan-berhari-raya-iedul-fithri.html
----------------------------------
BIMBINGAN BERHARI RAYA IDUL FITHRI (BAGIAN 2)
WAKTU SHALAT 'IDUL FITHRI
Sebagian besar Ahlul Ilmi berpendapat, bahwa waktu shalat 'Id adalah setelah terbitnya matahari setinggi tombak hingga tergelincirnya matahari. Yakni waktu Dhuha.
Juga disunnahkan untuk mengakhirkan shalat 'Idul Fithri, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan menunaikan zakat fithri.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Dahulu, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengakhirkan shalat 'Idul Fithri dan menyegerakan shalat 'idul Adh-ha. Sedangkan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, seorang sahabat yang sangat berpegang kepada Sunnah. Dia tidak keluar hingga terbit matahari".
[Zaadul Ma'ad, 1/427].
TEMPAT MENDIRIKAN SHALAT 'ID
Disunnahkan mengerjakan shalat 'Id di mushalla. Yaitu tanah lapang di luar pemukiman kaum muslimin, kecuali jika ada udzur. Misalnya, seperti: hujan, angin yang kencang dan lainnya, maka boleh dikerjakan di masjid.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: "Mengerjakan shalat 'Id di tanah lapang adalah sunnah, karena dahulu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm keluar ke tanah lapang dan meninggalkan masjidnya.
Demikian pula khulafaur rasyidin. Dan ini merupakan kesepakatan kaum muslimin. Mereka telah sepakat di setiap zaman dan tempat untuk keluar ke tanah lapang ketika shalat 'Id". [Al Mughni, 3/260].
TIDAK ADA ADZAN DAN IQAMAH SEBELUM SHALAT 'ID
Dari Ibnu Abbas dan Jabir Radhiyallahu 'anhuma, keduanya berkata:
لَمْ يَكُنْ يُؤَذِّنُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَلاَ يَوْمَ الأَضْحَى.رواه البخاري ومسلم
"Tidak pernah adzan pada hari 'Idul Fithri dan hari 'Idul Adh-ha".
[HR Al Bukhari dan Muslim]
Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ. رواه مسلم
"Saya shalat bersama Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pada dua hari raya, sekali atau dua kali, tanpa adzan dan tanpa iqamat". [HR Muslim].
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Dahulu, ketika Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sampai ke tanah lapang, Beliau memulai shalat tanpa adzan dan iqamat ataupun ucapan "ash shalatu jami'ah". Dan yang sunnah, untuk tidak dikerjakan semua itu".
[Zaadul Ma'ad, 1/427].
SHIFAT SHALAT 'ID
Shalat 'Id, dikerjakan dua raka'at, bertakbir di dalam dua raka'at tersebut 12 kali takbir, 7 pada raka'at yang pertama setelah takbiratul ihram dan sebelum qira'ah, dan 5 takbir pada raka'at yang kedua sebelum qira'ah.
عن عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِي الْعِيدَيْنِ سَبْعًا فِي الْأُولَى وَخَمْسًا فِي الْآخِرَةِ. رواه ابن ماجه
"Dari Amr bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertakbir pada dua shalat 'Id tujuh kali pada raka'at pertama, dan lima kali pada raka'at yang kedua". [HR Ibnu Majah].
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى سَبْعًا وَخَمْسًا سِوَى تَكْبِيرَتَيْ الرُّكُوعِ. رواه أبو داود و ابن ماجه
"Dari Aisyah, sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertakbir pada shalat 'Idul Fithri dan shalat 'Idul Adh-ha tujuh kali dan lima kali, selain dua takbir ruku". [HR Abu Dawud, Ibnu Majah. Lihat Irwa'ul Ghalil, 639].
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Beliau memulai shalat 'Id sebelum berkhutbah. Beliau shalat dua raka'at. Bertakbir pada raka'at yang pertama, tujuh kali takbir yang beruntun setelah takbir iftitah. Beliau diam sejenak antara dua takbir. Tidak diketahui dzikir tertentu antara takbir-takbir ini.
Akan tetapi (ada) disebutkan bahwa Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu memuji Allah, menyanjungNya dan mengucapkan shalawat kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (diantara dua takbir tersebut), sebagaimana disebutkan oleh Al Khallal.
Dan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma merupakan seorang sahabat yang sangat tamassuk (berpegang teguh) dengan Sunnah. Beliau mengangkat kedua tangannya setiap kali takbir. Dan setelah menyempurnakan takbirnya, Nabi memulai qira'ah. Beliau membaca Al Fatihah, kemudian membaca surat Qaaf pada salah satu raka'at.
Pada raka'at yang lain, membaca surat Al Qamar. Terkadang membaca surat Al A'laa dan surat Al Ghasyiyah. Telah sah dari Beliau dua hal ini, dan tidak sah riwayat yang menyatakan selainnya.
Ketika selesai membaca, Beliau bertakbir dan ruku'. Kemudian, apabila telah menyempurnakan raka'at yang pertama, Beliau bangkit dari sujud dan bertakbir lima kali secara beruntun. Setelah itu Beliau membaca. Maka takbir merupakan pembuka di dalam dua raka'at, kemudian membaca, dan setelah itu ruku'". [Zaadul Ma'ad, 1/427].
APAKAH ADA SHALAT SUNNAH SEBELUM DAN SESUDAH 'ID?
Tidak disunnahkan shalat sunnah sebelum dan sesudah 'Id. Disebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا. رواه البخاري
"Sesungguhnya, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam shalat 'Idul Fithri dua raka'at, tidak shalat sebelumnya atau sesudahnya" [HR Al Bukhari].
Imam Ahmad rahimahullah berkata: "Sama sekali tidak ada satu shalat sunnah saat sebelum atau sesudah 'Id". Kemudian dia ditanya: "Bagaimana dengan orang yang ingin shalat pada waktu itu?" Dia menjawab: "Saya khawatir akan diikuti oleh orang yang melihatnya. Ya'ni jangan shalat". [Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/283].
Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Kesimpulannya, pada shalat 'Id tidak ada shalat sunnah sebelum atau sesudahnya, berbeda dari orang yang mengqiyaskan dengan shalat Jum'ah. Namun, shalat sunnah muthlaqah tidak ada dalil khusus yang melarangnya, kecuali jika dikerjakan pada waktu yang makruh seperti pada hari yang lain". [Fath-hul Bari, 2/476].
Apabila shalat 'Id dikerjakan di masjid karena adanya udzur, maka diperintahkan shalat dua raka'at tahiyyatul masjid. Wallahu a'lam.
APABILA SESEORANG TERTINGGAL DARI SHALAT 'ID, APAKAH PERLU MENGQADHA?
Dalam masalah ini, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan di dalam Asy Syarhul Mumti' 5/208: "Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat tidak diqadha."
Orang yang tertinggal atau luput dari shalat 'Id, tidak disunnahkan untuk mengqadha'nya, karena hal ini tidak pernah ada dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam . Dan karena shalat 'Id merupakan shalat yang dikerjakan dengan berkumpul secara khusus. Oleh sebab itu tidak disyari'atkan, kecuali dengan cara seperti itu".
Kemudian beliau Syaikh Ibnu Utsaimin juga berkata: "Shalat Jum'at juga tidak diqadha. Tetapi, bagi orang yang tertinggal, (ia) mengganti shalat Jum'at dengan shalat fardhu pada waktu itu. Yaitu Dhuhur. Pada shalat 'Id, apabila tertinggal dari jama'ah, maka tidak diqadha, karena pada waktu itu tidak terdapat shalat fardhu ataupun shalat sunnah".
KHUTBAH 'IDUL FITHRI
Dalam Shahihain dan yang lainnya disebutkan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوصِيهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ .رواه البخاري و مسلم
"Adalah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam keluar ke tanah lapang pada 'Idul Fithri dan 'Idul Adh-ha. Pertama kali yang Beliau kerjakan ialah shalat, kemudian berpaling dan berdiri menghadap sahabat, dan mereka tetap duduk di barisan mereka. Kemudian Beliau memberikan mau'izhah, wasiat dan memerintahkan mereka".
[HR Al Bukhari dan Muslim].
Dalam masalah khutbah 'Id ini, seseorang tidak wajib mendengarkannya. Dibolehkan untuk meninggalkan tanah lapang seusai shalat. Tidak sebagaimana khutbah Jum'ah, yang wajib bagi kita untuk menghadirinya.
Di dalam hadits Abdullah bin As Sa'id Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ
"Saya menyaksikan shalat 'Id bersama Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam . Ketika selesai, Beliau berkata: "Kami sekarang berkhutbah. Barangsiapa yang mau mendengarkan, silahkan duduk. Dan barangsiapa yang mau, silahkan pergi".
[Dikeluarkan oleh Abu Dawud, An Nasa'i, Ibnu Majah. Lihat Irwa'ul Ghalil 3/96]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Dahulu, apabila Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyempurnakan shalat, Beliau berpaling dan berdiri di hadapan para sahabat, sedangkan mereka duduk di barisan mereka. Beliau memberikan mau'izhah, wasiat dan memerintahkan dan melarang mereka. Beliau membuka khuthbah-khutbahnya dengan memuji Allah.
Tidak pernah diriwayatkan -dalam satu haditspun- bahwasanya Beliau membuka dua khutbah pada 'Idul Fithri dan 'Idul Adh-ha dengan bertakbir. Dan diberikan rukhshah bagi orang yang menghadiri 'Id untuk mendengarkan khutbah atau pergi". [Zaadul Ma'ad, 1/429].
APABILA HARI 'ID BERTEPATAN DENGAN HARI JUM'AT
Apabila hari 'Id bertepatan dengan hari Jum'at, maka kewajiban shalat Jum'at bagi orang yang telah menghadiri 'Id menjadi gugur. Tetapi bagi penguasa, sebaiknya memerintahkan agar didirikan shalat Jum'at, supaya dihadiri oleh orang yang tidak menyaksikan 'Id atau bagi yang ingin menghadiri Jum'at dari kalangan orang-orang yang telah shalat 'Id.
Dan sebagai pengganti Jum'at bagi orang yang tidak shalat Jum'at, adalah shalat Dhuhur. Tetapi yang lebih baik, ialah menghadiri keduanya.
[Lihat Ahkamul 'Idain, Ath Thayyar, hlm. 18; Majalis 'Asyri Dzil Hijjah, Syaikh Abdullah Al Fauzan, hlm. 107].
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, Beliau berkata:
قَدْ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنْ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ. رواه أبو داود و ابن ماجه
"Telah berkumpul pada hari kalian ini dua 'Id. Barangsiapa yang mau, maka shalat 'Id telah mencukupi dari Jum'at. Akan tetapi, kami mengerjakan shalat Jum'at". [HR Abu Dawud, Ibnu Majah]
MENGUCAPKAN SELAMAT PADA HARI 'ID
Syaikhul Islam ditanya tentang mengucapkan selamat pada hari 'Id. Beliau menjawab:
"Mengucapkan selamat pada hari 'Id; apabila seseorang bertemu saudaranya, kemudian dia berkata تقبل الله منا ومنكم (semoga Allāh menerima amal kebaikan dari kami dan dari kalian), atau أعاده الله عليك (semoga Allāh memberikan kebaikan kepada Anda), atau semisalnya, dalam hal seperti ini telah diriwayatkan dari sekelompok diantara para sahabat, bahwa mereka dahulu mengerjakannya.
Dan diperperbolehkan oleh Imam Ahmad dan selainnya. Imam Ahmad berkata,'Saya tidak memulai seseorang dengan ucapan selamat 'Id. Namun, jika seseorang menyampaikan ucapan selamat kepadaku, aku akan menjawanya, karena menjawab tahiyyah hukumnya wajib.
Adapun memulai ucapan selamat 'Id bukan merupakan sunnah yang diperintahkan, dan tidak termasuk sesuatu yang dilarang. Barangsiapa yang mengerjakannya, maka ada contohnya. Dan bagi orang yang tidak mengerjakannya, ada contohnya juga". [Majmu' Fatawa, 24/253, lihat juga Al Mughni, 3/294].
Wallāhu a'lamu bish shawab.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun VIII/1425/2004M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_________
📦 Salurkan Zakat anda melalui rekening zakat Cinta Sedekah.
Rekening Zakat Maal
| Bank Syariah Mandiri Cab. Cibubur
| NoRek. 7814500025
| A/N Cinta Sedekah [zakat]
------------------
Rekening Zakat Fitrah
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| A/N Cinta Sedekah
------------------
Note: khusus Zakat Fitrah
3kg beras perorang senilai Rp 33.000,-
Diterima paling lambat 4 Juli 2016 jam 23.59 WIB
Panitia akan membelikan beras dan menyalurkannya kepada fakir & miskin.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Konfirmasi SMS Ke
📱0878 8145 8000
Dengan format :
ZakatFitrah#Nama#TglTransfer#JumlahTransfer
Dokumentasi Penyaluran Zakat tahun lalu bisa dilihat di
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
0 comments:
Post a Comment