🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 16 Sya'ban 1437 H / 23 Mei 2016 M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Seputar Bulan Sya'ban
◻ Permasalahan Yang Berkaitan Dengan Puasa Pada Bulan Sya'ban (Bagian 1)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-UAZ-01-05
📺 Video Source: https://youtu.be/ZCy-iTiDWMg
-----------------------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Alhamdulillāh, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad Shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.
Bapak Ibu, Saudara Saudari yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Berkenaan dengan hal-hal yang penting seputar bulan Sya'ban
▪ PERMASALAH-PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN PUASA DI BULAN SYA'BAN
🔹 Permasalahan yang Pertama yaitu larangan dalam sebuah hadīts tentang berpuasa sunnah setelah pertengahan bulan Sya'ban (jika sudah tanggal 16 Sya'ban sampai tanggal 29 Sya'ban kita dilarang berpuasa)
Padahal dalam hadīts sebelumnya kita dianjurkan untuk memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya'ban.
Kita lihat Hadītsnya Dari Abū Hurairah radhiyallāhu 'anhu (hadīts shahīh) Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلاَ تَصُومُوا
"Jika bulan Sya'ban sudah dipertengahan maka janganlah kalian berpuasa."
(Hadīts riwayat Tirmidzi nimor 738 dan Abū Dāwūd nomor 2337)
⇛Artinya, dari mulai tanggal 16 sampai tanggal 29 janganlah kalian berpuasa.
Hadīts ini kalau kita tinjau dari keshahīhannya hadīts nya, terjadi perbedaan pendapat diantara para ulamā.
⇛Yang menshahīhkan hadīts ini adalah: Imām Tirmidzi, Imām Ibnu Hibban, Imām Hakim, Imam Ibnu Abdilbar dan yang lainnya dan termasuk di dalamnya adalah Imām Albani rahimahullāh.
⇛Yang melemahkan hadīts ini adalah Imām Abdurrahman bin Mahdi seorang ulama hadīts , Imām Ahmad, Abu Zur'ah Al Asram dan yang lainnya.
Artinya terjadi perbedaan pendapat dalam penshahīhan derajat hadīts ini.
Bagaimana para ulamā menyikapi hadīts ini ? Karena kalau kita lihat hadīts-hadīts riwayat Bukhāri Muslim, bahwa 'Āisyah radhiyallāhu 'anhā bercerita bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wa sallam memperbanyak puasa di bulan Sya'ban.
Ada hadits dari 'Āisyah menceritakan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berpuasa hampir sebulan Sya'ban dan itu cerita 'Āisyah bukan sabda Rasūlullāh.
Sedangkan ini hadīts Rasūlullāh yang keluar, kalau kita lihat mana yang lebih kuat? Cerita shahābat tentang Rasūlullāh atau hadīts Rasūl ?
Tentunya hadīts Rasūlullāh bila dilihat dari hadits qauli itu lebih kuat dibandingkan hadīts fi'li, hadīts yang merupakan ucapan Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wa sallam lebih kuat dibandingkan hadīts yang merupakan cerita tentang perbuatan Rasūlullāh.
Sekarang bagaimana memahami hadīts ini ?
Terjadi perbedaan pendapat diantara para ulamā dalam memahami hadīts ini.
⑴ Pendapat yang pertama
Dilarang berpuasa dari pertengahan bulan Sya'ban dan larangan ini berupa larangan makruh atau keharāman.
⇛Cara memahami hadīts tadi sebagian ulamā berpendapat bahwa dilarang berpuasa dari pertengahan bulan Sya'ban sebagaimana lahir (zhahir) dari hadīts ini, kecuali bagi siapa yang mempunyai kebiasaan berpuasa sebelumnya.
⇛Misalkan punya kebiasan puasa Senin-Kamis atau puasa Dawud atau puasa tanggal 13,14 dan 15 atau puasa yang lainnya.
⇛Atau yang sudah berpuasa dari awal bulan Sya'ban, maksudnya dari tanggal 1 terus sampai akhir nanti.
*Ini pendapat yang pertama dan merupakan pendapat mahzhab Syāfi'iyah.*
Disebutkan dalam kitāb Fathul Bari yang ditulis oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al 'Asqalāni rahimahullāh dan juga dalam kitāb Majmu' yang ditulis oleh Imām Nawawi yang bermadzhab Syāfi'ī.
·Imām Nawawi mangatakan di dalam kitab Riyadhush Shalihin yang artinya:
باب النهي عن تقدم رمضان بصومٍ بعد نصف شعبان إلا لمن وصله بما قبله أو وافق عادة له بأن كان عادته صوم الاثنين والخميس
"Bab, Larangan tentang mendahului puasa ramadhan dengan berpuasa setelah pertengahan bulan Sya'ban, kecuali bagi siapa yang dia menyambung puasanya dari awal bulan Sya'ban atau jika puasanya bertepatan dengan kebiasaan puasa sunnah Senin-Kamis (maka silahkan dia berpuasa)."
⇛Adapun kalau dia tidak berpuasa dari awal kemudian dia mulai berpuasa ditanggal 16 maka ini dilarang (menurut pendapat yang pertama).
⑵ Pendapat yang kedua
Diperbolehkan berpuasa secara mutlak di bulan Sya'ban. Dan mereka menganggap hadīts tentang larangan berpuasa dipertengahan bulan Syaban adalah hadīts nya lemah.
*Al Hafizh Ibnu Hajar Al 'Asqalāni* mengatakan yang artinya :
قَالَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ : يَجُوزُ الصَّوْمُ تَطَوُّعًا بَعْدَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَضَعَّفُوا الْحَدِيثَ الْوَارِدَ فِيهِ
"Jumhur ulama mengatakan: Boleh berpuasa sunnah secara mutlak setelah pertengahan bulan di bulan Sya'ban (mulai dari awal, pertengahan atau akhir). Dan mereka melemahkan hadīts ini ('Jika bulan Sya'ban sudah dalam pertengahan maka janganlah kalian berpuasa')."
Sebagaimana dikatakan oleh Imām Ibnu Qudamah (Kitab Al Mughnī) yang artinya :
لَيْسَ هُوَ بِمَحْفُوظٍ. وَسَأَلْتُ عَنْهُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ , فَلَمْ يُصَحِّحْهُ
"Hadīts itu tidak shahīh, aku bertanya kepada Abdurrahman bin Mahdi dan beliau tidak menshahīhkan hadīts tersebut."
Bapak, Ibu, Saudara-saudari yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
⇛Allāhu A'lam, pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang kedua, bahwa mutlak *boleh* berpuasa di bulan Sya'ban.
Mau berpuasa dimulai tanggal 1 atau tanggal 16 atau kapan saja di bulan Sya'ban silahkan, karena berdasarkan cerita 'Āisyah bahwasanya Rasūlullāh berpuasa di bulan Sya'ban kecuali sedikit saja (tidak berpuasanya).
Lalu ustadz, hadīts tadi kan derajatnya shahīh ?
⇛Betul, hadīts tentang larangan berpuasa setelah pertengahan bulan Sya'ban adalah shahīh.
Bagaimana menjawabnya?
⇛Yaitu larangannya berupa kemakruhan saja.
Bapak, Ibu, Saudara-saudari yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
⇛Jadi, tentang larangan berpuasa di pertengahan bulan Sya'ban hadīts nya kita katakan shahīh, pendapat yang lebih kuat adalah hadītsnya shahīh.
⇛Cuma larangannya berupa kemakruhan saja, kenapa ? karena banyak sekali hadīts-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallāhu 'alaihi wa sallam memperbanyak puasa di bulan Sya'ban.
Bersambung In syā Allāh, ke Bagian ke-2
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 16 Sya'ban 1437 H / 23 Mei 2016 M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Seputar Bulan Sya'ban
◻ Permasalahan Yang Berkaitan Dengan Puasa Pada Bulan Sya'ban (Bagian 2)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-UAZ-01-06
📺 Video Source: https://youtu.be/ZCy-iTiDWMg
-----------------------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Alhamdulillāh, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahabat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.
Bapak, Ibu, Saudara-saudari yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Berkenaan dengan hal-hal penting Seputar Bulan Sya'ban.
▪PERKARA YANG BERKAITAN DENGAN PUASA DI DALAM BULAN SYA'BAN
🔹Perkara yang kedua: Bolehkah menggabungkan 2 niat dalam puasa Sya'ban?
⇛Misalkan, dia biasa puasa hari Senin, kemudian dia niat puasa hari Senin plus niat juga untuk puasa Sya'ban?
Jawabannya, Wallāhu A'lam, boleh.
Ini disebutkan dalam permasalahan fiqih. Saya sering mengatakan: "Bersyarikat di dalam niat."
Jadi, beberapa amal ibadah niatnya kita gabung, kita kerjakan dalam satu pekerjaan.
⇛Sama dengan kalau orang masuk masjid setelah adzan subuh. Di hadapan dia ada shalāt tahiyyatul masjid, ada shalāt dua raka'at sebelum subuh, ada shalāt setelah wudhu. Tiga niat ini dia gabung dan dia kerjakan cuma dua raka'at, itu boleh. Dan semoga pahalanya tiga.
⇛Sama juga seperti hari Jum'at dalam keadaan junub. Dia ingin mandi junub dan ingin juga mandi shalāt Jum'at, maka dia gabung niatnya. Mandi junub sekalian juga mandi shalāt Jum'at.
Ustadz, kalau mandi junubnya sebelum shalāt subuh bagaimana?
Bahkan tidak mengapa, karena memang berkaitan dengan shalāt Jum'at atau hari Jum'at, dan dia mandi pada hari Jum'at.
Kecuali kalau seandainya pada jam 9, jam 10 "bebaluhan" (berkeringat) lagi, sehingga kalau duduk di tengah orang banyak menimbulkan bau yang tidak nyaman maka lebih baik dia mandi sebelum shalat Jum'at.
⇛Tetapi pada asalnya, hukumnya boleh menggabung mandi junub dengan mandi shalāt Jum'at.
Syaratnya apa ustadz?
Lihat perkataan para ulama, syarat bolehnya menggabungkan niat-niat tadi.
⇛Yang disebutkan Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hambali dalam kitāb " تقرير القواعد وتحرير الفوائد " mengatakan:
إذا اجتمعت عبادتان من جنس واحد في وقت واحد ليست إحداهما مفعولة على جهة القضاء ولا على طريق التبعية للأخرى في الوقت تداخلت أفعالهما، واكتفى فيهما بفعل واحد
"Jika terkumpul dua ibadah dari satu jenis di dalam satu waktu dan syaratnya yang satu bukan qadha atau yang satu bukan mengikuti ibadah sebelumnya, maka boleh diniatkan dengan dua niat satu pekerjaan."
Saya ulangi, Bapak, Ibu, Saudara-saudari yang di muliakan oleh Allāh.
Menggabungkan niat puasa Sya'ban dengan puasa sunnah lainnya, bolehkah?
Maka jawabannya: boleh.
Tapi dengan syarat, yaitu :
① Bukan dari qadha.
⇛ Misalkan kalau dia punya hutang di bulan Ramadhan tahun lalu, dia ingin berpuasa membayar (meng-qadha) hutang tersebut dibulan Sya'ban. Dia niatkan dua, mengqadha Ramadhan dan berpuasa bulan Sya'ban, maka ini tidak boleh.
Kenapa?
Karena salah satunya qadha, tidak bisa.
② Salah satunya bukan ikutan dari ibadah sebelumnya.
⇛ Contoh, seorang wanita, di bulan Ramadhan dia punya hutang 6 hari hāidh. Di bulan syawal dia ingin berpuasa bulan syawal, karena ada hadīts yang berbunyi, "Barang siapa yang telah berpuasa Ramadhan lalu dia mengikutkan puasanya dengan 6 hari berpuasa dibulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh".
Orang ini ingin mengamalkan hadīts tapi dia masih punya hutang puasa 6 hari dibulan Ramadhan, maka dia tidak boleh menggabung niat meng-qadha puasa Ramadhan dengan puasa 6 hari dibulan Syawal.
Kenapa ?
Karena 6 hari dibulan Syawal adalah ikutan puasa Ramadhan, artinya 6 hari bulan Syawal bisa dilaksanakan setelah selesai puasa Ramadhan.
Bapak, Ibu, Saudara-saudari yang dimuliakan oleh Allāh.
🔗 Contoh-contoh ibadah yang bisa digabungkan niatnya :
⑴ Mandi junub dengan mandi shalāt Jum'at.
⑵ Mandi dan berwudhu, atau lebih mudahnya memahaminya, mandi mengangkat hadats besar dengan mengangkat hadats kecil bisa digabung sekaligus.
Artinya kalau orang junub diniatkan di dalam dirinya mengangkat hadats besar dan hadats kecil sekalian, habis mandi junub asalkan tidak kentut lagi, tidak kencing lagi maka dia boleh langsung shalāt tanpa berwudhu.
Kenapa ?
Karena hadats besarnya dan hadats kecilnya sudah terangkat berdasarkan niatnya.
Tentunya, tidak keluar kentut atau tidak keluar kencing setelah itu.
Kalau pas mandi keluar kentut maka ini tidak boleh, dia harus berwudhu sebelum shalāt.
Imām Syāfi'ī mengatakan:
وَإِنْ كَانَ جُنُبًا فَاغْتَسَلُ لَهُمَا جَمِيْعًا أَجْزَأَهُ
"Jika dia junub, maka dia mandi junub dan dia niatkan untuk mandi shalāt Jum'at, cukup baginya."
Kemudian juga didalam mengangkat hadits kecil, ada perkataan menarik dari Imām Baihaqi :
باب الدليل على دخول الوضوء في الغسل
"Bab: Dalīl bahwa wudhu masuk ke dalam mandi."
Jadi kalau orang mandi junub asal dia meniatkan mengangkat hadats besar dan hadits kecil, sesudah mandi junubnya dia boleh langsung shalāt tanpa berwudhu.
③ Shalāt tahiyyatul masjid dengan shalāt sunnah wudhu dan shalāt sunnah qabliyyah, bisa digabung tiga-tiganya.
Jadi, Bapak tidak perlu datang ke masjid tahiyyatul masjid dulu dua raka'at baru setelah itu bangun lagi shalāt qabliyyah dua raka'at baru setelah itu bangun lagi shalāt wudhu.
Maka jawabannya, ada dalīl bahwa setiap amal sesuai dengan niatnya. Dan itulah kemudahan di dalam agama Islam.
Thāyyib, Bapak, Ibu, Saudara-saudari yang dimuliakan oleh Allāh Subhanahu wa Ta'ala.
🔗Adapun ibadah-ibadah/amalan yang tidak boleh digabung diantaranya:
① Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal digabung dengan qadha Ramadhan.
② Shalāt dzuhur digabung niatnya dengan shalāt qabliyyah dzuhur.
Ini tidak boleh. Kenapa tidak boleh ? Karena ini ibadah tersendiri.
Shalāt dzuhur ibadah tersendiri, shalāt qabliyyah dzuhur ibadah tersendiri.
Bersambung In syā Allāh, ke Bagian ke-3
_____________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004
📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com
0 comments:
Post a Comment