Friday, December 30, 2016

*Fatwa MUI dan fenomena orang-orang rewel tidak tau diri.*

Friday, December 30, 2016 0

Ada tidak ya, orang yang tidak pernah kuliah di fakultas kedokteran, tidak pernah belajar ilmu kedokteran sama sekali, lalu tiba-tiba datang ke rumah sakit, ketemu sama dokter bedah yang telah kuliah ilmu kedokteran sekian tahun dan jadi dokter puluhan tahun, lalu dia mengkritik dan membully dokter itu, "Dok, bukan begitu cara menangani pasien. Dok, bukan itu obatnya. Dok, jangan sembarangan ngasih resep obat.."
Ada tidak ya? Saya rasa tidak ada kecuali orang itu terkena gangguan mental.
Nah lucunya, banyak orang Islam yang nyinyir dan rewel mengkritik fatwa MUI, termasuk terkait larangan muslim menggunakan atribut natal. Mereka muslim tapi pada gerah dengan fatwa ini. Mulai dari kalangan politisi hingga netizen kurang kerjaan spesialis bully dan caci maki di medsos.
Padahal..
Ilmu agama tidak paham.
Baca kitab hadits belum tamat.
Baca kitab fikih bab Thaharah saja belum kelar.
Jangankan tafsir Qur'an, terjemahan pun tidak. Cuma tau benang merah Qur'an #eh
Baca kitab gundul tidak bisa.
Bahasa arab tau nya cuma "ana antum akhi afwan wassalam"
Belajar agama cuma dari google.
Lalu tiba-tiba mengkritik fatwa ulama? Hallo...anda sehat?
Jika ditegur, ia menjawab, "Memangnya ulama tidak boleh dikritik?"
Boleh. Tapi anda siapa?
Ambil cermin, coba ngaca. Biar tau diri.
Lihat! Ini sangat rasional. Anda tidak mungkin berani mengkritik seoranh dokter terkait ilmu kedokteran jika anda bukan ahli ilmu kedokteran. Tapi kenapa anda sewot mengkritik ulama padahal anda bukan ahli agama?
Belajarlah agama yang benar. Ngaji. Datangi majelis ilmu. Baca kitab. Rasakan sulitnya menuntut ilmu. Menuntut ilmu agama wajib bagi setiap muslim. Jangan rewel sama ulama.
Bangsa ini rusak karena banyak orang yang suka rewel dan sok ikut campur dalam bidang yang ia bukan ahlinya. Dan mencampuri wewenang ulama (dalam masalah fatwa) bisa berakibat fatal. Melawan ulama adalah musibah besar.
MUI menghimbau jangan pilih pemimpin kafir, ia sewot.
MUI keluarkan fatwa Ahok menistakan agama, ia sewot juga.
Selalu rewel dan sewot sama MUI melebihi emak-emak yang lagi ngerumpi.
Saya merasa ini semacam gangguan mental akut yang barangkali bisa diruqyah.
Saudaraku.
Ulama adalah pewaris kenabian. Mereka tidak berfatwa dengan hawa nafsu.
Mereka adalah orang yang takut pada Allah,
"Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama" (QS Surat Fathir: 28)
Mereka berfatwa dengan ilmu. Dengan hujjah. Dengan dalil.
Mereka belajar agama puluhan tahun. Ada yang hingga ke timur tengah. Mereka ahlinya. Mereka sudah mengeluarkan fatwa diantaranya HARAM mengucapkan selamat natal dan HARAM menggunakan atribut natal.
Maka ikutilah mereka. Berdirilah bersama ulama di zaman fitnah ini agar kita selamat dunia akhirat.
Jangan berdiri bersama barisan orang-orang rewel yang tidak tau diri itu. Jangan berdiri bersama para "pelacur pemikiran" dari kalangan liberal sekuler yang menyesatkan umat dengan dalih "Toleransi".
Kalau kita mau tau konsep toleransi yang benar, tanya sama ulama. Baca Qur'an. Jangan tanya sama "Pelacur pemikiran" dari kaum liberalis yang suka mencela ulama dan pandai bermain kata. Karena Islam adalah agama yang penuh dengan toleransi dan ulama adalah yang paling tau tentang itu.
Jangan remehkan masalah agama. Banyak orang yang meremehkan masalah agama. Jika keluarganya sakit kanker, ia pasti cari dokter terbaik biar keluarganya sembuh. Tapi kenapa ia tidak mau cari uztad terbaik (yang benar-benar ulama, paham agama) untuk menyembuhkan ia dari penyakit kebodohan dalam hal agama? Kenapa mengambil ilmu agama dari uztad selebritis di tv yang "fatwakan" boleh pilih pemimpin non Islam? Kenapa ngambil ilmu agama dari kiay liberal? Kenapa bertanya tentang agama dan toleransi pada cendekiawan muslim liberal yang nyantri di negeri kafir yg bolehkan ikut natalan bersama? Kenapa ngambil ilmu dari postingan uztad gadungan di akun fb?
Ini aneh..
Bertanyalah kepada ahli Ilmu jika memang kamu tidak tahu (QS. An Nahl: 43)
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur (benar)! (At-Taubah:119)
Wallahu'alam.
======
sumber: viral fb

DAKWAH TAUHID MEMECAH BELAH

Apakah benar demikian????

Jawabnya: Ya benar....
Dakwah tauhid memang memecah belah....

Dakwah tauhid-lah yang memisahkan antara nabi Nuh dengan kaumnya....

Dakwah tauhid yang membuat Nabi Nuh terpisah dengan anaknya

Dakwah tauhid yang memisahkan Nabi Ibrahim dengan ayahanda....

Dakwah tauhid yang memisahkan antara nabi luth dgn istrinya

Dakwah tauhid yang memisahkan nabi Musa dengan ayah angkatnya

Dakwah Tauhid yang memisahkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dengan tanah kelahirannya

Dakwah tauhid yang memisahkan putri Nabi Zainab radhiyallahu anha dengan kekasihnya (suaminya)...

Dakwah tauhid yang memisahkan Ruqoiyyah putri nabi dengan Utbah bin Abi lahab

Dakwah tauhid yang memisahkan Umm Kultsum putri nabi dengan Utaibah bin Abi Lahab

Dakwah tauhid yang memecah belah penduduk Mekkah menjadi ahlul Islam dan ahlul jahiliyah

Dakwah tauhid yang menyebabkan para sahabat berhadapan dengan ayah kandungnya dan saudara kandungnya dalam perang Badr...

Dakwah tauhid memisahkan antara yang haq dan yang Bathil....

Bukankah nama al-Qur'an adalah al-Furqon yang artinya pembeda????

Akhukum fillah
Fadlan Fahamsyah

Friday, December 23, 2016

Benarkah umur dunia itu 1500 tahun atau kurang dari 1500 tahun

Friday, December 23, 2016 0


Tanya :
Aku mendengar bahwa sebagian ulama menyebutkan bahwa Hari Kiamat akan terjadi sebelum tahun 1500 H. Mereka berdalil dengan beberapa hadits dari Nabi صلى الله عليه و سلم. Apakah pendapat ini benar ?

Jawab :
Yang diungkapkan oleh penanya ini adalah pendapat Imam Suyuthi dalam kitabnya "Al Hawy" (2/249-256) bahwasannya umur dunia itu 7000 tahun, sedangkan Nabi صلى الله عليه وسلم diutus pada akhir tahun menjelang 6000an.

yaitu pertengahan kedua menjelang tahun 6000an. Maka dari itu, umur umat ini adalah 1000 tahun lebih, tapi tidak sampai 1500.

Beliau berkata : tidak mungkin lebih dari kisaran 1500 tahun.

yaitu : bahwa umurnya kurang dari 1500 tahun.

kemudian beliau menyebutkan beberapa hadits dan atsar yang mendasari pendapat tersebut. Sebagiannya berasal dari kisah2 Israiliyyat yang tidak bolah dijadikan sandaran dalil, sebagian lagi berasal dari hadits2 lemah yang bahkan dihukumi oleh ahli ilmu sebagai riwayat dusta dan palsu.

Diantara hal2 yang menunjukkan tertolaknya pendapat adalah :

1. Seandainya pendapat ini benar, maka bisa dipastikan bahwa semua orang akan tahu kapan Hari Kiamat akan terjadi. Hal ini menyelisihi banyak ayat Al Quran dan Hadits Sahih yang menyatakan bahwa Hari Kiamat tiada yang mengetahui kecuali Allah.

Allah berfirman :
( يَسْـئَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ اللَّهِ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيباً ) . الأحزاب /63 .
Manusia bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Hari Kiamat. Katakanlah : Ilmu tentang Hari Kiamat itu di sisi Allah. Allah tidak memberitahukannya padamu. Bisa jadi Hari Kiamat itu akan terjadi dalam waktu dekat (Q.S Al Ahzab : 63)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/527) berkata :
Allah Ta'ala memberikan khabar kepada Rasul-Nya صلوات الله وسلامه عليه bahwa belizu tidak memiliki ilmu tentang Hari Kiamat, dan jika manusia bertanya kepada beliau tentang Hari Kiamat, hendaknya beliau mengembalikan ilmu tentangnya kepada Allah الله عز وجل ـ .

Al Imam As Syinqithy (6/604) : Dimaklumi bahwa (إنما) adalah ungkapan pembatasan,, maka makna ayat ini adalah tidak ada yang mengetahui Hari Kiamat kecuali hanya Allah saja.

Alllah Ta'ala juga berfirman dalam An Nazi'aat ayat 42 - 45 :

( يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسهَا (42) فِيمَ أَنتَ مِن ذِكْرَاهَا (43) إِلَى رَبّكَ مُنتَهَـهَا (44) إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرُ مَن يَخْشَـهَا ) النازعات /42-45.

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Hari Kiamat : Kapankah terjadinya ?. Siapakah kamu hingga bisa menyebutkan waktunya ? Kepada Rabbmulah dikembalikan kesudahannya. Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi orang2 yang takut dengan Hari Kiamat. (Q.S An Nazi'aat : 42-45)

Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (4/736) : Ilmu tentang Hari Kiamat itu bukan untukmu (Muhammad), juga bukan untuk salah satu makhluk, tapi kembali kepada Allahعز وجل. Allah yang tahu waktunya secara pasti.

Al Imam As Sa'dy berkata : Maka, ketika ilmu seorang hamba tentang Hari Kiamat itu tidak membawa maslahat secara agama dan duniawi, bahkan maslahatnya berlipat2 akan didapat ketika pengetahuan tentang Hari Kiamat itu disembunyikan dari seluruh mahluknya, maka Allah menyembunyikannya dengan ilmu-Nya. sebagaimana Allah berfirman dalam An Nazi'at ayat 44 :
( إِلَى رَبّكَ مُنتهاهَا )

Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya. (Q.S An Nazi'at 44)

Diantara hadits2 yang menunjukkan bahwa waktu Hari Kiamat tidak ada yang mengetahui kecuali Allah adalah hadits Jibril yang terkenal. Dalam hadits tersebut Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika ditanya oleh Jibril tentang Hari Kiamat, beliau menjawab :

( ما المسؤول عنها بأعلم من السائل ) . رواه مسلم (8) .

Yang ditanya tentang Hari Kiamat, tidak lebih tahu dari yang bertanya (H.R Muslim)

2. Riwayat2 yang menjadi sandaran dalil Imam Suyuthi ini, telah dinyatakan lemah oleh para ahli ilmu, bahkan mereka menghukuminya sebagai riwayat bohong.

Ibnu Qoyyim dalam Al Manarul Munif (1/80)
menyebutkan banyak jalan riwayat ini, yang mengarah pada pengetahuan bahwa hadits tersebut palsu.

Beliau berkata : .... diantaranya, pertentangan hadits dengan ayat al Quran secara jelas.... seperti hadits ukuran umur dunia itu 7000 tahun. Saat ini, kita berada pada tahun berjalan menjelang 7000-an. Ini sejelas-jelasnya bukti kebohongan riwayat tsb, karena jika riwayat tersebut sahih maka setiap orang mengetahui sisa waktunya menuju Hari Kiamat dari waktu kita sekarang (zaman Ibnu Qoyyim) tinggal 251 tahun. AllahTa'ala berfirman dalam surat Al A'raf 187 :

( يسألونك عن الساعة أيان مرساها قل إنما علمها عند ربي لا يجليها لوقتها إلا هو ثقلت في السموات والأرض لا تأتيكم إلا بغتة يسألونك كأنك حفي عنها قل إنما علمها عند الله ) الأعراف /187 .

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Hari Kiamat : "Kapankah terjadinya ?" Katakanlah : "Sesungguhnya pengetahuan tentan Hari Kiamat itu ada di sisi Rabbku, tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan waktunya kecuali Dia. Hari Kiamat itu amat berat bagi langit dan bumi, tidak datang kepada kalian kecuali tiba-tiba." Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) seakan2 kamu benar2 mengetahuinya. Katakanlah : "Sesungguhnya ilmu tentang Hari Kiamat itu di sisi Allah, tetapi sebagian besar manusia tidak mengetahui. (Q.S Al A'raf : 187)

Al Imam Ibnu Katsir dalam kitab beliau An Nihayah fii Al Fitan wa Al Malaahim (1/25) berkata :

Tidak Sahih hadits dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم bahwa waktu datangnya Hari Kiamat sejumlah batasan tertentu. Beliau hanya menyebutkan syarat2nya, ciri-cirinya, dan anda-tandanya saja.
َ
Beliau (Ibnu Katsir) juga berkata (2/28) :

Dan yang tercantum dalam kitab2 Israiliyat dan Ahlul Kitab tentang batasan beribu-ribu dan beratus-ratus tahun, telah dinyatakan oleh lebih dari satu orang ulama atas kesalahan dan kekeliruan (akidah) mereka. Mereka pantas menerima hal itu. Diriwayatkan dalam sebuah hadits :

  "الدنيا جمعة من جمع الآخرة"

Dunia adalah salah hari berkumpul dari perkumpulan-pekumpulan akhirat.

Hadits ini juga tidak sahih. Demikian juga riwayat tentang batasan waktu Hari Kiamat pada batasan tertentu, tidak sahih sanadnya.

Al Imam As Sakhowi dalam kitabnya Al Maqosid Al Hasanah hal. 444 berkata :

Semua riwayat tentang batasan waktu Hari Kiamat pada waktu tertentu, tidak ada asal usulnya atau sanadnya tidak sahih.

3. Riwayat yang disebutkan oleh Imam Suyuthi sendiri menunjukkan tertolaknya pendapat ini

Beliau menyebutkan bahwa Imam Mahdi akan muncul 1200 tahun, saat ini sudah mencapai tahun 1400-an, ternyata beliau belum muncul.

Beliau juga menyebutkan bahwa manusia tinggal (di bumi) setelah terbitnya matahari dari barat selama 120 tahun, kemudian setelah itu terjadi Hari Kiamat.

Ini berarti bahwa matahari sudah terbit dari barat sejak lebih dari 20 tahun yang lalu (dari zaman ini).. !!!

Beliau juga menyebutkan bahwa Dajjal akan muncul di awal 100 tahun (terakhir), dan Al Masih Isa bin Maryam عليه السلام kemudian membunuh Dajjal. Beliau tinggal selama 40 tahun. Sekarang, kita ini berada di 100 tahun akhir (dari 1500), awal 100 tahun akhir sudah berlalu tetapi Dajjal belum keluar dan Al Masih Isa bin Maryam عليه السلام belum turun.

Beliau menyebutkan tanda-tanda besar Hari Kiamat seperti Dajjal, turunnya Isa عليه السلام, terbitnya matahari dari barat. Tanda-tanda ini akan terjadi sebelum Hari Kiamat selang waktu lebih dari 200 tahun !!!

Semua ini menunjukkan tertolaknya pembatasan umur dunia ini.

Yang wajib adalah mengembalikan ilmu tentang kapan terjadinya Hari Kiamat kepada Allah تعالى sebagaimana Allah perintahkan dalam surat Al Ahzab ayat 63 :

( يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيباً ) الأحزاب /63.

Manusia bertanya kepadamu tentang Hari Kiamat. Katakanlah : Sesungguhnya pengetahuan tentang Hari Kiamat itu hanya di sisi Allah. Dan tahukah kamu (Muhammad), bisa jadi Hari Kiamat itu akan terjadi dalam waktu dekat. (Q.S Al Ahzab : 63).

والله تعالى أعلم .

Islamqa.info

Tuesday, December 20, 2016

*Resep Bacem Tempe Air Kelapa dengan Bumbu Serai*

Tuesday, December 20, 2016 0


400 gram tempe, potong sesuai selera
800 ml air kelapa
100 gram gula merah, sisir
2 sdm kecap manis
1 lembar daun salam
1 cm lengkuas, memarkan
½ sdt garam
minyak untuk menggoreng
Haluskan :
4 siung bawang putih
½ sdm ketumbar
3 batang serai, ambil putihnya
Cara Membuat Bacem Tempe dengan Air Kelapa
Ungkep atau rebus tempe bersama air kelapa, gula merah, kecap manis, daun salam, lengkuas, garam, dan bumbu halus sampai matang dan meresap.
Panaskan minyak, goreng di atas api sedang hingga kecokelatan. Angkat, tiriskan dan hidangkan.
Tempe bacem made by ibunya lathiifah

Monday, December 19, 2016

Tahlilan menurut kitab kuning

Monday, December 19, 2016 0

DI KITAB KUNING NYA Aswaja NU mengatakan KALO ACARA TAHLILAN ADALAH BIDAH YG MUNGKAR DAN AKAN DI BERI PAHALA BAGI
INILAH REALITA OK SAYA TERJEMAHKAN  ;
( ﻧﻌﻢ، ﻣﺎ ﻳﻔﻌﻠﻪ
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﺘﻤﺎﻉ ﻋﻨﺪ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﻴﺖ
ﻭﺻﻨﻊ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ، ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻤﻨﻜﺮﺓ ﺍﻟﺘﻲ
ﻳﺜﺎﺏ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻌﻬﺎ ﻭﺍﻟﻲ ﺍﻻﻣﺮ)
“Ya, apa yang dilakukan manusia,
yakni berkumpul di rumah
keluarga si mayit, dan
dihidangkan makanan,
merupakan bid’ah munkarah,
yang akan diberi pahala bagi
orang yang mencegahnya,
dengannya Allah akan kukuhlah
kaidah-kaidah agama, dan
dengannya dapat mendukung
Islam dan muslimin” (I’anatuth
Thalibin, 2/165) yg dibwah nya ;
ﻭﻣﺎ ﺍﻋﺘﻴﺪ ﻣﻦ ﺟﻌﻞ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻃﻌﺎﻣﺎ
ﻟﻴﺪﻋﻮﺍ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻴﻪ، ﺑﺪﻋﺔ ﻣﻜﺮﻭﻫﺔ –
ﻛﺈﺟﺎﺑﺘﻬﻢ ﻟﺬﻟﻚ، ﻟﻤﺎ ﺻﺢ ﻋﻦ ﺟﺮﻳﺮ ﺭﺿﻲ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ. ﻛﻨﺎ ﻧﻌﺪ ﺍﻻﺟﺘﻤﺎﻉ ﺇﻟﻰ ﺃﻫﻞ
ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻭﺻﻨﻌﻬﻢ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ﺑﻌﺪ ﺩﻓﻨﻪ ﻣﻦ
ﺍﻟﻨﻴﺎﺣﺔ
“Dan apa yang dibiasakan
manusia tentang hidangan dari
keluarga si mayit yang
disediakan untuk para
undangan, adalah bid’ah yang
tidak disukai agama,
sebagaimana datangnya para
undangan ke acara itu, karena
ada hadits shahih yang
diriwayatkan dari Jarir
Radhiallahu ‘Anhu: Kami
menganggap bahwa berkumpul
di rumah keluarga si mayit,
mereka menghidangkan
makanan setelah
penguburannya, adalah
termasuk nihayah (meratap) –
yakni terlarang.  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

copas fb

Wednesday, December 14, 2016

hukum hadiah untuk pesantren dari orang kafir

Wednesday, December 14, 2016 0

Hadiah untuk Pesantren dari Orang Kafir

Bagaimana hukum dana dari orang kafir untuk pesantren-pesantren di Indonesia. Bahkan ada yayasannya. Semua orang paham, ini dalam rangka kampanye simpatik

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Akan kita simak beberapa riwayat berikut untuk menyimpulkan bagaimana hukum menerima hadiah dari orang kafir,

[1] Hadis dari Abdurrahman bin Kaab bin Malik, beliau bercerita,

جَاءَ مُلاعِبُ الْأَسِنَّةِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَدِيَّةٍ ، فَعَرَضَ عَلَيهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الإِسْلامَ ، فَأَبَى أَنْ يُسْلِمَ ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَإِنِّي لا أَقْبَلُ هَدِيَّةَ مُشْرِكٍ

“Ada seorang yang bergelar ‘pemain berbagai senjata’ (yaitu ‘Amir bin Malik bin Ja’far) menghadap Rasulullah dengan membawa hadiah. Nabi lantas menawarkan Islam kepadanya. Orang tersebut menolak untuk masuk Islam. Rasulullah lantas bersabda, “Sungguh aku tidak menerima hadiah yang orang musyrik.” (HR. al-Baghawi, 3/151).

[2] Hadis dari Irak bin Malik, bahwa Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

أَن مُحَمَّدٌ -صلى الله عليه وسلم- أَحَبَّ رَجُلٍ فِى النَّاسِ إِلَىَّ فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا تَنَبَّأَ وَخَرَجَ إِلَى الْمَدِينَةِ شَهِدَ حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ الْمَوْسِمَ وَهُوَ كَافِرٌ فَوَجَدَ حُلَّةً لِذِى يَزَنَ تُبَاعُ فَاشْتَرَاهَا بِخَمْسِينَ دِينَاراً لِيُهْدِيَهَا لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

“Sungguh Muhammad adalah manusia yang paling aku cintai di masa jahiliyyah”. Setelah Muhammad mengaku sebagai nabi yang pergi ke Madinah, Hakim bin Hizam berjumpa dengan musim haji dalam kondisi masih kafir. Saat itu Hakim mendapatkan satu stel pakaian yang dijual. Hakim lantas membelinya dengan harga 50 dinar untuk dihadiahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

فَقَدِمَ بِهَا عَلَيْهِ الْمَدِينَةَ فَأَرَادَهُ عَلَى قَبْضِهَا هَدِيَّةً فَأَبَى. قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ « إِنَّا لاَ نَقْبَلُ شَيْئاً مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَلَكِنْ إِنْ شِئْتَ أَخَذْنَاهَا بِالثَّمَنِ ». فَأَعْطَيْتُهُ حِينَ أَبِى عَلَىَّ الْهَدِيَّةَ.

Akhirnya Hakim tiba di Madinah dengan membawa satu stel pakaian tersebut. Hakim menyerahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hadiah namun beliau menolaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Sungguh kami tidak menerima sedikit pun dari orang kafir. Akan tetapi jika engkau mau pakaian tersebut akan kubeli”. Karena beliau menolak untuk menerimanya sebagai hadiah aku pun lantas memberikannya sebagai objek jual beli. (HR Ahmad 15323 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

[3] Hadis dari Iyadh bin Himar, dia menceritakan pengalaman beliau sebelum masuk islam,

“Aku bermaksud memberi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seekor onta betina sebagai hadiah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

” أَسْلَمْتَ؟”. فَقُلْتُ لاَ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- “إِنِّى نُهِيتُ عَنْ زَبْدِ الْمُشْرِكِينَ “

“Apakah kamu sudah masuk Islam?”.

“Belum”, jawabku.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku dilarang menerima hadiah dari orang musyrik” (HR. Abu Daud 3059, Tirmidzi 1672 dan dishahihkan al-Albani).

Ketiga hadis di atas secara tegas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak hadiah dari non muslim.

Kemudian, terdapat hadis lain yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima hadiah dari orang kafir.

Hadis dari Abu Humaid as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

غَزَوْنَا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – تَبُوكَ ، وَأَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – بَغْلَةً بَيْضَاءَ ، وَكَسَاهُ بُرْدًا ، وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ

“Kami mengikuti perang Tabuk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Raja negeri Ailah memberi hadiah kepada beliau berupa baghal berwarna putih dan kain. Sang raja juga menulis surat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 1481).

Ada sejumlah pendapat dalam memahami dua jenis hadis ini.

Ibnu Abdil Barr menjelaskan bahwa maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima hadiah dari non muslim adalah dalam rangka mengambil simpati hatinya agar tidak lari dari Islam (al-Munakhkhalah an-Nuniyyah, Murod Syukri, hlm. 202-203).

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah ada pertanyaan mengenai hukum menerima hadiah hewan hidup dari orang non muslim untuk disembelih saat idul adha. Jawaban fatwa menyatakan,

فلا مانع من قبول الهدية من الكفار بأنواعهم سواء كانت الهدية شاة أضحية أو غيرها مما أباح الله الانتفاع به بشرط ألا يكون ذلك على حساب دين المسلم، وقد كان النبي- صلى الله عليه وسلم- وصحابته الكرام يقبلون الهدية من الكفار وربما أهدوا للكفار أيضا

“Tidak masalah menerima hadiah dari orang kafir dalam bentuk apapun, baik berupa kambing qurban atau yang lainnya, yang Allah bolehkan untuk dimanfaatkan. Dengan syarat, jangan sampai ada latar belakang balas budi agama. Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang mulia, mereka menerima hadiah dari orang kafir, dan terkadang mereka juga memberikan hadiah kepada orang kafir.” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 116210)

Karena itu, terlarang menerima hadiah dari non muslim jika tujuannya,

[1] Sekedar menjalin keakraban tanpa ada unsur dakwah.

[2] Ada latar belakang balas budi terkait masalah agama. Ketika mereka memberikan hadiah kepada kaum muslimin pada waktu hari raya islam, mereka berharap agar pada saat hari raya mereka, kaum muslimin juga turut mendukung kegiatan keagamaan mereka. yang diistilahkan fatwa Syabakah dengan Hisab ad-Din (balas budi agama).

[3] Untuk mempengaruhi muslim agar meninggalkan sebagian aturan syariat dan mengikuti tradisi mereka.

Dana Peduli Pesantren

Gerakan yang dilakukan sebagian orang kafir untuk mendanai pesantren, sangat sarat dengan kepentingan. Mereka sedang mengemis simpati kaum muslimin agar mendapat dukungan. Agar muslilm Indonesia bisa dengan mudah mereka kendalikan.

Donasi pesantren ini sangat mirip dengan sogok. Ada pesan politik di balik itu.

Muslim harus menunjukkan jati dirinya, wibawanya. Bukan menjadi penjilat orang kafir yang hendak sedang haus kekuasaan.  Jangan korbankan anak bangsa dikuasai orang kafir, karena ulah pemimpinnya yang haus duit.

Inilah yang menjadi alasan terbesar, mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak hadiah dari orang-orang musyrik itu…

Sogok Pemilu & Pesanan Politik

Mengenai hadiah karena latar belakang mencari suara, Komite resmi untuk fatwa dan penelitian islam KSA (Lajnah Daimah) telah menfatwakan haramnya menerima pemberian dan hadiah dari calon yang akan ikut pemilihan legislatif karena latar belakang mencari suara.

Pertanyaan:

Apakah hukum Islam tentang seorang calon anggota legislatif dalam pemilihan yang memberikan harta kepada rakyat agar mereka memilihnya dalam pemilihan umum?

Jawaban Lajnah Daimah,

إعطاء الناخب مالا من المرشح من أجل أن يصوت باسمه نوع من الرشوة، وهي محرمة. وأما النظر في العقوبة فمرجعه المحاكم الشرعية

Memberikan sejumlah uang kepada calon pemilih dari kandidat peserta pemilu, agar mereka memilih dirinya, termasuk bentuk risywah (suap) dan hukumnya haram. Adapun sanksi pidana, ini kembali kepada keputusan pengadilan. (Fatawa Lajnah Daimah, 23/542).

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

Sumber: https://konsultasisyariah.com/28766-hukum-hadiah-untuk-pesantren-dari-orang-kafir.html

SHALAT DENGAN PAKAIAN BERGAMBAR

Oleh
Ustadz Muhammad Yassir, Lc.

Segala sesuatu pasti ada tujuannya. Kita hidup diciptakan Allâh Azza wa Jalla juga memiliki tujuan, yaitu ibadah kepada-Nya. Membangun mesjid adalah untuk tujuan ibadah di dalamnya. Membangun rumah sakit bertujuan untuk pelayanan kesehatan. Membangun sekolah untuk pelaksanaan belajar mengajar.

Bisakah dibayangkan bila rumah sakit didirikan dengan begitu megahnya, tersedia berbagai dekorasi, lengkap dengan taman beserta air mancur di dalamnya. Namun, rumah sakit tersebut tidak memiliki seorang dokter pun ? Berarti, seluruh kemegahannya tidak berguna, disebabkan tidak tercapainya tujuan nyata sebuah rumah sakit.

Gambaran di atas hanyalah ilustrasi tentang pentingnya mengenal tujuan.

TUJUAN SHALAT
Tidak ada yang menyangkal, shalat merupakan ibadah yang paling utama. Hal yang pertama dipertanggungjawabkan di hadapan Allâh Azza wa Jalla kelak pada hari kiamat. Sehingga shalat pun memiliki tujuan. Tujuan itu adalah ruhnya shalat, yaitu khusyu’.

Setiap orang mencari seluruh cara untuk mencapai ruh ini dengan menggali segala sumber untuk bisa meneguk rasa khusyu’ dalam shalatnya. Wujud nyata dari khusyu’ adalah konsentrasi penuh dalam shalat. Tidak ada yang terbersit dalam hati kecuali hanya dzikir kepada Allâh Azza wa Jalla .

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berwudhu seperti cara aku berwudhu, kemudian ia beranjak shalat dua rakaat tanpa terbersit atau membayangkan apapun dalam hatinya, maka Allâh Azza wa Jalla akan mengampuni dosa orang tersebut. [HR al-Bukhâri, 158].

Sekilas, rasanya mudah untuk mendapatkan ampunan dengan mengamalkan hadits di atas. Semua bisa berwudhu dengan sempurna, sanggup untuk mendirikan shalat dua raka’at. Akan tetapi, yang paling sulit adalah untuk khusyu’ dalam shalat seperti yang disyaratkan dalam hadits di atas, yaitu kosongnya hati dari seluruh bayangan dan bisikan selain shalat.

Ketenangan hati dapat saja terganggu melalui dua pintu hati, yaitu telinga dan mata. Segala yang didengar dan semua yang dilihat bisa membuat hati terlena, atau bahkan membekas dalam hati.

Untuk gangguan yang berasal dari suara, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan dalam haditsnya yang diriwiyatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu. Beliau Radhiyallahu anhu bercerita :

اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ : « أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِى الْقِرَاءَةِ »

Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam i’tikaf di masjid, beliau n pernah mendengar para sahabat saling mengeraskan suara saat membaca al-Qur’ân, maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun keluar menemui mereka seraya bersabda, “Ketahuilah, bahwasanya kalian ini sedang bermunajat kepada Allâh Azza wa Jalla . Janganlah kalian saling mengganggu satu sama lain dan jangan pula kalian saling mengangkat suara dalam membaca al-Qur’ân atau berdzikir”. [HR Abu Dâwud, 1334].

Untuk jenis gangguan khusyu’ kedua adalah yang berasal dari pandangan mata, dan inilah yang sedang dalam pembahasan kita.

Sehubungan dengan fenomena yang banyak terjadi dalam kehidupan kita. Seperti pembangunan masjid yang berfokus pada keindahan dan kemegahan, berhiaskan ukiran dan kaligrafi, bahkan terkadang ada masjid yang dihiasi dengan foto atau lukisan pendirinya, sajadah untuk shalat hanya terfokus pada hiasan dan corak serta warna karena hanya untuk menjadi komoditi pasar. Maka begitu pula pakaian yang dipakai, bisa saja membuat lalai orang dari khusyu’ dalam shalat.

Diriwayatkan dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu :

كَانَ قِرَامٌ لِعَائِشَةَ سَتَرَتْ بِهِ جَانِبَ بَيْتِهَا فَقَالَ النَّبِيُ صلى الله عليه وسلم: “أَمِيطِي عَنَّا قِرَامَكِ هَذَا فَإِنَّهُ لاَ تَزَالُ تَصَاوِيرُهُ تَعْرِضُ فِي صَلاَتِي”

‘Aisyah mempunyai gorden yang dipasang di dinding rumahnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyuruh ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma : “Singkirkanlah gorden itu dari kita, karena lukisannya senantiasa membayangiku dalam shalatku”. [HR al-Bukhâri, 374].

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Bila kain bergambar yang berada di hadapan orang shalat bisa melalaikannya, maka begitu pula bila gambar tersebut dipakai di baju orang yang sedang shalat. Bahkan, gambar yang dipakai itu lebih melalaikan lagi”. [Fathul-Bari, 10/391].

Hal tersebut pernah juga dialami oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata :

أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي خَمِيْصَةٍ لَهَا أَعْلاَمٌ فَنَظَرَ إِلَى أَعْلاَمِهَا نَظْرَةً فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ : اذْهَبُوا بِخَمِيصَتِي هَذِهِ إِلَى أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةِ أَبِي جَهْمٍ، فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِي آنِفًا عَنْ صَلاَتِي

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat dengan pakaian khamishah yang bercorak. Dalam shalatnya beliau memandang sekilas corak pakaian tersebut. Setelah selesai shalat, beliaupun berkata: “Serahkan khamishah ini kepada Abu Jahm, dan ambilkan untukku pakaian ambijaniyah hadiah dari Abu Jahm. Karena, pakaian khamishah tadi melalaikan khusyuk shalatku”. [HR al-Bukhâri, no. 373]

Pakaian anbijâniyyah yang diminta Rasûlullâh adalah pakaian kasar yang tidak bercorak. Berbeda dengan pakaian khamishah yang dikembalikan oleh beliau, pakaian itu memiliki corak ataupun gambar.

HUKUM SHALAT DENGAN PAKAIAN BERCORAK ATAU BERGAMBAR
Tidak ada yang mengatakan bahwa shalat orang yang memakai pakaian bergambar atau bercorak itu batal. Ini berarti, sah hukumnya shalat menghadap memandang gambar atau sesuatu yang bercorak atau bertulisan, baik gambar di pakaian itu gambar makhluk bernyawa atau gambar lainnya.

HUKUM MEMAKAI PAKAIAN BERGAMBAR DALAM SHALAT
Pada asalnya, hukum memakai pakaian adalah mubah, terserah pada setiap orang mau memakai pakaian berwarna ataupun corak apa saja. Namun, ada beberapa kondisi tertentu atau jenis gambar yang menjadikannya haram dipakai.

Gambar di pakaian dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu ada gambar makhluk hidup seperti manusia dan hewan, dan ada pula gambar lainnya, seperti pohon, pemandangan, ukiran, kendaraan dan lain-lain.

Untuk jenis gambar pertama, yaitu bergambar makhluk hidup, pakaian seperti ini dilarang memakainya, baik dalam shalat ataupun di luar shalat. Karena, makhluk hidup dilarang untuk digambar atau dilukis. Hal tersebut telah diancam oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya :

إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُعَذَّبُونَ فَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

Sungguh orang yang melukis gambar ini akan diazab pada hari kiamat kelak. Mereka akan diminta untuk menghidupkan makhluk yang mereka lukis tersebut. [HR al-Bukhari, no. 1999].

Demikian ganjaran bagi pelukisnya. Adapun memakai pakaian tersebut juga merupakan perbuatan dosa karena memajang sesuatu yang haram untuk dibuat. Bahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, bahwa rumah yang di dalamnya terdapat lukisan makhluk hidup, tidak akan dimasuki oleh malaikat rahmat. [HR al-Bukhâri, no. 1999].

Dalam Shahîh Muslim disebutkan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan untuk menghapus seluruh gambar makhluk hidup yang kita temui. [HR Muslim, no. 969].

Adapun untuk jenis gambar kedua, yaitu bukan gambar makhluk hidup, maka hukum memakai pakaian tersebut adalah tetap pada hukum asalnya yaitu boleh-boleh saja. Namun, jika dipakai dalam shalat bisa mempengaruhi konsentrasi karena dilalaikan oleh corak dan gambar di pakaian tersebut. Oleh karena itu, hukum memakainya dalam shalat menjadi makruh.

Hukumnya tidak sampai ke derajat haram dikarenakan beberapa hal. Pertama, tidak ada dalil yang mengharuskan shalat dengan pakaian jenis ataupun warna tertentu. Begitu pula tidak ada larangan untuk memakai corak tertentu. Yang berhubungan antara pakaian dengan shalat hanyalah masalah menutup aurat. Kedua, mengganggu atau tidaknya kekhusyukan shalat bentuknya nisbi. Bisa tergantung pada diri pribadi seseorang; bisa dikarenakan corak pakaian; bisa disebabkan biasa atau tidak memandang suatu corak tertentu; atau faktor lainnya.

Kaitan dengan hal ini, Syaikh Muhammad bin Shâlih Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang sajadah yang ada gambarnya diperuntukkan untuk imam shalat.

Syaikh Shâlih ‘Utsaimin menjawab :
Tidak seharusnya disediakan sajadah seperti itu untuk imam shalat, karena itu akan mengganggu kekhusyukannya. Namun, kalau seandainya sajadah tersebut tidak mengganggu dikarenakan imam itu seorang tuna netra, atau disebabkan penggunaan sajadah model seperti itu sudah menjadi kebiasaan yang sering disaksikannya, sehingga perhatiannya tidak teralihkan lagi, untuk kondisi seperti ini, maka tidak mengapa menggunakan sajadah tersebut untuk shalat. [Majmu’ Fatawa Syaikh ‘Utsamin, 12/362].

HUKUM SHALAT SAMBIL MEMEJAMKAN MATA
Jika terjadi pada diri kita buyar (kehilangan) konsentrasi dalam shalat karena berhadapan dengan gambar atau ukiran yang menarik perhatian, bagaimanakah cara menghindarinya ? Bolehkah shalat sedangkan matanya terpejam ?

Dalam kitab Zâdul Ma’âd, Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah menulis satu pembahasan khusus tentang masalah ini. Di awal pembahasannya, ia menyatakan bahwa memjamkan mata dalam shalat bukanlah cara shalat yang dicontohkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Yang diajarkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memandangi tempat sujud atau memandangi ujung telunjuk ketika sedang duduk tasyahud.

Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah juga membawakan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukumnya, ia berkata, “Ada perbedaan pendapat Ulama dalam masalah memejamkan mata ketika shalat. Ada yang memakruhkannya, seperti pendapat Imam Ahmad dan Ulama lainnya. Menurut pendapat ini, makruhnya perbuatan itu karena menyerupai ibadah orang Yahudi.

Ada pendapat Ulama lain yang mengatakan tidak makruh. Mereka beralasan bahwa dengan memejamkan mata akan lebih bisa memetik ruh dan tujuan shalat yaitu khusyu’.

Namun, pendapat yang benar adalah dengan melihat kondisi. Seandainya membuka mata tidak mengurangi rasa khusyu’, maka itu lebih utama dilakukan. Akan tetapi, jika di hadapannya terdapat hal-hal yang bisa mengurangi rasa khusyu’ dan mengganggu konsentrasinya, seperti adanya hiasan atau dekorasi dan lain sebagainya, maka dalam kondisi seperti ini tidak makruh untuk memejamkan mata dalam shalat, bahkan hukumnya bisa jadi sunnah. [Zâdul-Ma’âd, 1/283].
Wallâhu ‘alam bish-Shawab.

Sumber: https://almanhaj.or.id/4056-shalat-dengan-pakaian-bergambar.html

FATWA MUI: HUKUM MENGGUNAKAN ATRIBUT KEAGAMAAN NON-MUSLIM

*FATWA*
*MAJELIS ULAMA INDONESIA*
Nomor 56  Tahun 2016
_Tentang_
*HUKUM MENGGUNAKAN ATRIBUT KEAGAMAAN NON-MUSLIM*

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :

*MENIMBANG : *
a. bahwa di masyarakat terjadi fenomena di mana saat peringatan hari besar agama non-Islam, sebagian umat Islam atas nama toleransi dan persahabatan, menggunakan atribut dan/atau simbol keagamaan nonmuslim yang berdampak pada siar keagamaan mereka;

  b. bahwa untuk memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam, ada sebagian pemilik usaha seperti hotel, super market, departemen store, restoran dan lain sebagainya, bahkan kantor pemerintahan  mengharuskan karyawannya, termasuk yang muslim untuk menggunakan atribut keagamaan dari non-muslim;

  c. bahwa terhadap masalah tersebut, muncul pertanyaan mengenai hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim;

  d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim guna dijadikan pedoman.

*MENGINGAT : *
1. Al-Quran :

a. Firman Allah SWT yang menjelaskan larangan meniru perkataan orang-orang kafir, antara lain:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا  وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

_“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): ‘Raa´ina’, tetapi katakanlah: ‘Unzhurna’, dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.”_ (QS. Al-Baqarah: 104)

b. Firman Allah SWT yang melarang mencampuradukkan yang haq dengan yang bathil, antara lain:

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

_“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui."_ (QS. al-Baqarah : 42) 

c. Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang toleransi dan hubungan antar agama, khususnya terkait dengan ibadah, antara lain:
 
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ(1)لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ(2)وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ(3)وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ(4)وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ(5)لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ(6)

_"Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”_ (QS. al-Kafirun: 1-6)

 

d. Firman Allah SWT yang menjelaskan larangan mengikuti jalan, petunjuk, dan syi’ar selain Islam, antara lain:

 وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

_dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa._ (QS. Al-An’am: 153)

 

e. Firman Allah SWT yang tidak melarang orang Islam bergaul dan berbuat baik dengan orang kafir yang tidak memusuhi Islam

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

_“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”_. (QS. Al-Mumtahanah : 8)

f. Firman Allah SWT yang mengkhabarkan bahwa orang mukmin tidak bisa saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, antara lain:

 لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

_Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka._ (QS. Al-Mujadilah: 22)

2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

_Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah Saw beliau bersabda: Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot panjang, dan pendekkanlah kumis”_ (HR. al-Bukhari dan Muslim)
 

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى َقالَ فمَنْ

_Dari Abi Sa’id al-Khudri ra dari Nabi Saw: “Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti tuntunan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai seandainya mereka memasuki lubang biawakpun tentu kalian mengikuti mereka juga” Kami berkata: Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nashara? Maka beliau berkata: “Maka siapa lagi?.”_ (HR. al-Bukhari dan Muslim).

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم

_Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah Saw bersabda: “Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga mereka menyembah Allah Ta’ala semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan telah dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa yang menyelisihi perkaraku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka”_ (HR. Ahmad)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
 

_Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.”_ (HR Abu Dawud)

 

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ

_Dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Bukan dari golongan kami orang yang menyerupai selain kami, maka janganlah kalian menyerupai Yahudi dan Nasrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya”._ (HR. al-Tirmidzi)

3. Qaidah Sadd al-Dzari’ah, dengan mencegah sesuatu perbuatan yang lahiriyahnya boleh akan tetapi dilarang karena dikhawatirkan akan mengakibatkan perbuatan yang haram, yaitu pencampuradukan antara yang hak dan bathil.

4. Qaidah Fidhiyyah:

دَرْأُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
 _“Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) daripada menarik kemaslahatan"_

 

*MEMPERHATIKAN : * 
1. Pendapat Imam Khatib al-Syarbini dalam  kitab “Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Jilid 5 halaman 526, sebagai berikut:

ﻭَﻳُﻌَﺰَّﺭُ ﻣَﻦْ ﻭَﺍﻓَﻖَ ﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭَ ﻓِﻲ ﺃَﻋْﻴَﺎﺩِﻫِﻢْ ، ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻤْﺴِﻚُ ﺍﻟْﺤَﻴَّﺔَ ﻭَﻳَﺪْﺧُﻞُ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ ، ﻭَﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﺬِﻣِّﻲٍّ ﻳَﺎ ﺣَﺎﺝُّ ، ﻭَﻣَﻦْ ﻫَﻨَّﺄَﻩُ ﺑِﻌِﻴﺪِﻩِ....

_“Dihukum  ta’zir terhadap orang-orang yang menyamai dengan kaum kafir dalam hari-hari raya mereka, dan orang-orang yang mengurung ular dan masuk ke dalam api, dan orang yang berkata kepada seorang kafir dzimmi  ‘Ya Hajj’, dan orang yang mengucapkan selamat kepadanya (kafir dzimmi) di hari raya (orang kafir)...”._

  2. Pendapat Imam Jalaluddin al-Syuyuthi  dalam Kitab “Haqiqat al-Sunnah wa al-Bid’ah : al-Amru bi al-Ittiba wa al-Nahyu an al-Ibtida’, halaman  42:

ومن البدع والمنكرات مشابهة الكفار وموافقتهم في أعيادهم ومواسمهم الملعونة كما يفعله كثير من جهلة المسلمين من مشاركة النصارى وموافقتهم فيما يفعلونه …والتشبه بالكافرين حرام وإن لم يقصد ما قصد
_Termasuk bid’ah dan kemungkaran adalah sikap menyerupai (tasyabbuh) dengan orang-orang kafir dan menyamai mereka dalam hari-hari raya dan perayaan-perayaan mereka yang dilaknat (oleh Allah). Sebagaimana dilakukan banyak kaum muslimin yang tidak berilmu, yang ikut-ikutan orang-orang Nasrani dan menyamai mereka dalam perkara yang mereka lakukan… Adapun menyerupai orang kafir hukumnya haram sekalipun tidak bermaksud menyerupai”._
 

  3. Pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah, jilid IV halaman 239 :

ومن أقبح البدع موافقة المسلمين النصارى في أعيادهم بالتشبه بأكلهم والهدية لهم وقبول هديتهم فيه وأكثر الناس اعتناء بذلك المصريون وقد قال صلى الله عليه وسلم { من تشبه بقوم فهو منهم } بل قال ابن الحاج لا يحل لمسلم أن يبيع نصرانيا شيئا من مصلحة عيده لا لحما ولا أدما ولا ثوبا ولا يعارون شيئا ولو دابة إذ هو معاونة لهم على كفرهم وعلى ولاة الأمر منع المسلمين من ذلك

_Di antara bid’ah yang paling buruk adalah tindakan kaum muslimin mengikuti kaum Nasrani di hari raya mereka, dengan menyerupai mereka dalam makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, dan menerima hadiah dari mereka di hari raya itu. Dan orang yang paling banyak memberi perhatian pada hal ini adalah orang-orang Mesir, padahal Nabi Saw telah bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka”. Bahkan Ibnul Hajar mengatakan: “Tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada seorang Nasrani apapun yang termasuk kebutuhan hari rayanya, baik daging, atau lauk, ataupun baju. Dan mereka tidak boleh dipinjami apapun (untuk kebutuhan itu), walaupun hanya hewan tunggangan, karena itu adalah tindakan membantu mereka dalam kekufurannya, dan wajib bagi para penguasa untuk melarang kaum muslimin dari tindakan tersebut”._

 4. Pendapat Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir Juz I halaman 373 saat menjelaskan makna surah al-Baqarah [2] ayat 104:

أن الله تعالى نهى المؤمنين عن مشابهة الكافرين قولا وفعلا . فقال: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا  وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ(

_Sesungguhnya Allah melarang orang-orang mukmin untuk  menyerupai orang-orang kafir baik dalam ucapan atau perbuatan, Maka Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa´ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.”_ 

  5. Pendapat Imam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab “Majmu’ al-Fatawa” jilid XXII halaman 95:

أن المشابهة في الأمور الظاهرة تورث تناسبا وتشابها في الأخلاق والأعمال ولهذا نهينا عن مشابهة الكفار

_Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berdampak pada kesamaan dan  keserupaan dalam akhlak dan perbuatan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.”_

  6. Pendapat Imam Ibnu Qoyyim al Jauzi dalam kitab Ahkam Ahl al-Dzimmah, Jilid 1 hal. 441-442:

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه. وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك ولا يدري قبح ما فعل فمن هنأ عبدا بمعصية أو بدعة أو كفر فقد تعرض لمقت الله وسخطه
_“Adapun memberi ucapan selamat (tahniah) pada syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan. Misalnya memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari raya ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan “selamat pada hari raya ini” dan yang semacamnya. Maka ini, jika orang yang mengucapkan itu bisa selamat dari kekafiran, maka ini termasuk perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka setara dengan ucapan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan itu lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dimurkai Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut, dan dia tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia layak mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”_

  7. Pendapat al-‘Allamah Mulla Ali al-Qari, sebagaimana dikutip Abu Thayyib Muhammad Syams al-Haq al-Adzim Abadi dalam kitab Aun al-Ma’bud, Juz XI/hal 74 dalam menjelaskan hadits tentang tasyabbuh:

وقال القارئ: أي من شبه نفسه بالكفار مثلا من اللباس وغيره أو بالفساق أو الفجار أو بأهل التصوف والصلحاء الأبرار فهو منهم أي في الإثم والخير

_Al-Qori berkata: “Maksudnya barangsiapa dirinya menyerupai orang kafir seperti pada pakaiannya atau lainnya atau (menyerupai) dengan orang fasik, pelaku dosa serta orang ahli tashawwuf dan  orang saleh dan baik  (maka dia termasuk di dalamnya) yakni dalam mendapatkan dosa atau kebaikan.”_

 9. Fatwa MUI tentang Perayaan Natal Bersama pada Tanggal 7 Maret 1981.

 10. Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 10. Presentasi dan makalah Prof. DR. H. Muhammad Amin Summa, MA, SH., SE tentang Seputar Sya’airillah.

 11. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa MUI pada tanggal 14 Desember 2016.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

 

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : FATWA TENTANG HUKUM MENGGUNAKAN ATRIBUT KEAGAMAAN NON-MUSLIM

*Pertama  :  Ketentuan Umum*

Dalam Fatwa ini yang dimaksud dengan :

_Atribut keagamaan_ adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau  umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu.

*Kedua  : Ketentuan Hukum* 

1. Menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram.

2. Mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-muslim adalah haram.

*Ketiga  :  Rekomendasi*

1. Umat Islam agar tetap menjaga kerukunan hidup antara umat beragama dan memelihara harmonis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.

2. Umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-muslim dalam menjalankan ibadahnya, bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.

3. Umat Islam agar memilih jenis usaha yang baik dan halal, serta tidak memproduksi, memberikan, dan/atau memperjualbelikan atribut keagamaan non-muslim.

4. Pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya, dan  tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-muslim kepada karyawan muslim.

5. Pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syari’at agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.

6. Pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan  (termasuk ikatan/kontrak kerja) dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada pegawai atau karyawan muslim  untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-muslim kepada umat Islam.

*Ketiga :  Penutup*

1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
 
Ditetapkan di :   Jakarta
Pada tanggal :   
14 Rabi’ul Awwal 1437 H
14 Desember  2016 M

 

MAJELIS ULAMA INDONESIA

KOMISI FATWA

Ketua                

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA 

Sekretaris
DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Setan datang menggoda saat menjelang ajal

Pertanyaan :
Assalamu'alaikum...
Saya pernah mendengar, setan akan hadir dan menggoda manusia ketika kita hendak mati. Apa itu benar?
Jazakumullah khairan

Dari: Fitri

Jawaban:

_Wa’alaikumussalam_
_Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah_

Setan sebagai musuh manusia yang paling nyata, selalu memanfaatkan kesempatan untuk menyesatkan umat manusia. Dia paham, hakikat kebahagiaan dan penderitaan adalah di akhirat kelak. Karena itu, target utama setan adalah menyeret manusia ke neraka, dengan tipuan dunia. Dari Jabir bin Abdillah _radhiallahu ‘anhu_, beliau mendengar Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ، حَتَّى يَحْضُرَهُ عِنْدَ طَعَامِهِ، فَإِذَا سَقَطَتْ مِنْ أَحَدِكُمُ اللُّقْمَةُ، فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى، ثُمَّ لِيَأْكُلْهَا، وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ، فَإِذَا فَرَغَ فَلْيَلْعَقْ أَصَابِعَهُ، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ تَكُونُ الْبَرَكَةُ

“Sesungguhnya setan mendatangi kalian dalam setiap urusan kalian. Sampai setan ikut hadir di makanan kalian. Karena itu, jika ada sejumput makanan kalian yang jatuh, hendaknya dia bersihkan kotoran yang menempel, kemduian makanlah, dan jangan ditinggalkan untuk setan. Jika selesai makan, hendaknya kalian menjilati jarinya, karena kalian tidak tahu di bagian makanan yang manakah yang mengandung berkah.” (HR. Muslim no. 2033)

Sebagai seorang mukmin, kita pun menyadari akan pentingnya husnul khotimah (ujung kehidupan yang baik) dan bahaya suu-ul khotimah (ujung kehidupan yang buruk). Oleh karena itu, kita perhatikan masing-masing tokoh agama sangat antusias mengajak orang untuk memeluk agamanya di ujung hayatnya. Tak ketinggalan adalah setan. Dia bisa jadi memanfaatkan kesempatan ini untuk menyeret manusia ke neraka.

Al-Qurthubi mengatakan, “Para ulama telah menceritakan bahwa setan mendatangi manusia pada detik-detik ajalnya, dalam bentuk ibunya atau bapaknya, teman dekat atau lainnya yang sangat ia nantikan bimbingannya. Kemudian setan dalam rupa semacam ini akan mengajaknya untuk mengikuti agama Yahudi atau Nasrani atau pemikiran menyimpang lainnya. Dalam kondisi semacam ini, ada beberapa orang yang tersesat, kecuali mereka yang mendapat taufik dari Allah.”  (Tadzkirah Al-Qurthubi, Hal. 33, dinukil dari Al-Yaumul Akhir I, karya Dr. Umar bin Sulaiman Al-Asyqar)

*Ujian Imam Ahmad Saat Kematian*

Diceritakan oleh Abdullah putra Imam Ahmad,
Aku menghadiri proses meninggalnya bapakku, Ahmad. Aku membawa selembar kain untuk mengikat jenggot beliau. Beliau kadang pingsan dan sadar lagi. Lalu beliau berisyarat dengan tangannya, sambil berkata, “Tidak, menjauh…. Tidak, menjauh…” beliau lakukan hal itu berulang kali. Maka aku tanyakan ke beliau, “Wahai ayahanda, apa yang Anda lihat? Beliau menjawab,

إن الشيطان قائم بحذائي عاض على أنامله يقول: يا أحمد فتني وأنا أقول لا بعد لا بعد

“Sesungguhnya setan berdiri di sampingku sambil menggingit jarinya, dia mengatakan, ‘Wahai Ahmad, aku kehilangan dirimu (tidak sanggup menyesatkanmu).  Aku katakan: “Tidak, menjauhlah…. Tidak, menjauhlah….” (Tadzkirah Al-Qurthubi, Hal. 186)

Maksud cerita ini, setan hendak menyesatkan Imam Ahmad dengan cara memuji Imam Ahmad. Setan mengaku menyerah di hadapan Imam Ahmad, agar beliau menjadi ujub terhadap diri sendiri dan bangga terhadap kehebatannya. Tapi beliau sadar, ini adalah tipuan. Beliau tolak dengan tegas: “Tidak….” tidak bisa kita bayangkan, andaikan ujian semacam ini menimpa tokoh agama atau orang awam di sekitar kita…

Imam Al-Qurthubi melanjutkan ceritanya:
“Saya mendengar guru kami, Abu Abbas Ahmad bin Umar di daerah perbatasan Iskandariyah bercerita: ‘Saya menjenguk saudara guruku, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad di daerah Kordoba. Ketika itu beliau sedang sekarat. Ada yang mentalqin beliau,  ucapkan: _Laa ilaaha illallaah…_

Tapi orang ini malah menjawab: Tidak… Tidak… Setelah beliau sadar, beliau bercerita: ‘Ada dua setan mendatangiku, satu di sebelah kanan dan satunya di sebelah kiri. Yang satu menyarankan: Matilah dengan memeluk Yahudi, karena itu adalah agama terbaik. Satunya berkata: Matilah memeluk Nasrani, karena itu adalah agama terbaik’. Lalu aku jawab: Tidak… Tidak…” (Tadzkirah Al-Qurthubi, Hal. 187)

Hanya saja, ini tidak terjadi pada semua orang. Ada yang mengalami kejadian demikian dan ada yang tidak mengalami.  Setidaknya ini menjadi lampu kuning bagi kita akan bahaya sakaratul maut. Karena yang menentukan status manusia adalah ujung hidupnya. Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا

“Nilai amal, dintentukan keadaan akhirnya.” (HR. Bukhari, Turmudzi dan yang lainnya)

Dan itu semua meruapakan _fitnah mahya wal mamat_ (ujian hidup dan mati). Karena itulah, Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ mengajarkan kita untuk memohon perlindungan kepada Allah dari ujian yang mengerikan ini. Dari Abu Hurairah _radhiallahu ‘anhu_, bahwa ketika tasyahud akhir, Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal, beliau membaca,

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab neraka, dari adzab kubur, dari ujian hidup dan mati, dan dari keburukan ujian masih dajjal.” (HR. Bukhari, Muslim, dan yang lainnya)

Semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan husnul khotimah..

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
(Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Sumber: https://konsultasisyariah.com/11177-setan-datang-menggoda-saat-menjelang-ajal.html

 
Catatan Damar. Design by Pocket - Fixed by Blogger templates