Friday, July 29, 2016

Benarkah Orang Tua Nabi Mati Kafir??

Friday, July 29, 2016 0

Siapa yang mengatakan bahwa orang tua Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mati kafir?

Ada demo yg menggugat salah satu ustad dg alasan ustad ini telah memvonis orang tua nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mati kafir.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,

Seperti yang disebutkan para ahli sejarah, ayah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Abdullah bin Abdul Muthalib,  meninggal sebelum beliau dilahirkan. Ini pendapat mayoritas ulama sejarah. Sementara itu, ada juga yang berpendapat bahwa ayah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal 2 bulan setelah kelahiran putranya. (Fiqh as-Sirah, al-Ghazali, hlm. 45).

Sementara ibu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Aminah bintu Wahb, meninggal di daerah Abwa', saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berusia 6 tahun. (Sirah Ibnu Hisyam, 1/168).

Karena itulah, baik ayah maupun ibunya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keduanya meninggal jauh sebelum putranya diutus menjadi Nabi. Sehingga kita tidak bisa mengetahui status agama mereka, tanpa melalui berita dan wahyu yang Allah sampaikan.

Dalam rukun iman, salah satu yang wajib kita imani adalah beriman kepada para rasul. Terutama Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai nabi terakhir. Konsekuensi dari iman kepada beliau adalah mengimani semua berita yang beliau sampaikan.

Siapa yang tidak beriman dengan berita yang beliau sampaikan, maka belum disebut sebagai mukmin.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَيُؤْمِنُوا بِى وَبِمَا جِئْتُ بِهِ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat laa ilaaha illallaah, beriman kepadaku, dan beriman kepada apa yang aku bawa. Jika mereka melakukan itu semua, bearrti mereka telah melindungi darah mereka dan harta mereka. Kecuali karena asalan yang hak, dan mengenai hisab Allah yang menanggung. (HR. Muslim 135)

Benarkah Ayah – ibu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Mati Kafir??

Ayah Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam bernama Azar. Dia mati kafir, penganut agama masyarakatnya yang menyembah berhala. Sampai Ibrahim mendoakan ayahnya, karena dia dalam kesesatan. Allah ceritakan doa Ibrahim,

وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ

Ampunilah ayahku, sesungguhnya dia termasuk orang yang tersesat. (QS. as-Syu'ara': 86)

Yang dimaksud sesat di situ adalah bahwa ayah Ibrahim mati kafir.

Karena itulah, Allah menyebutkan bahwa setelah Ibrahim memahami ayahnya kekal di neraka, beliau tidak lagi mendoakan ayahnya.

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

Permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. (QS. at-Taubah: 114).

Karena itu, kaum muslimin sepakat bahwa ayahnya Ibrahim mati kafir.

Yang menjadi pertanyaan, ketika si A berteriak di mimbar masjid,

"Wahai kaum muslimin, ketahuilah bahwa ayahnya Ibrahim mati kafir..!!"

Akankah ada orang yang protes, "Hai si A, kamu telah menghina Nabi Ibrahim. Karena menyebut ayahnya mati kafir." ???!

Kita sangat yakin, tidak akan ada orang yang protes dan berkomentar demikian. Karena kita menerima kebenaran berita dari al-Quran.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah diingatkan oleh Allah, tidak boleh mendoakan ampunan untuk orang yang mati kafir. Meskipun orang kafir itu keluarga beliau,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (QS. at-Taubah: 113)

Bagaimana dengan ayah ibu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berziarah ke makam ibunya. Kemudian beliau menangis. Para sahabatpun ikut menangis. Kemudian beliau bersabda,

اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لأُمِّى فَلَمْ يَأْذَنْ لِى وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِى

Aku minta izin kepada Rabku untuk memohonkan ampunan bagi ibuku, namun Dia tidak mengizinkanku. Lalu aku minta izin untuk menziarahi kuburannya, kemudian beliau mengizinkanku. (HR. Muslim 2303, Abu Daud 3236, Nasai 2046, dan Ahmad 9688).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu

أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِى؟ قَالَ: "فِى النَّارِ." فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ: إِنَّ أَبِى وَأَبَاكَ فِى النَّارِ

Ada seseorang yang bertanya, "Ya Rasulullah, dimana ayahku?"

Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Di neraka."

Ketika orang ini pergi, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memangilnya, dan bersabda,

إِنَّ أَبِى وَأَبَاكَ فِى النَّارِ

"Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka." (HR. Muslim 521, Ahmad 12192, dan Abu Daud 4720)

Pernyataan Para Ulama Syafiiyah

Pertama, keterangan Imam an-Nawawi

Setelah beliau membawakan hadis di atas, an-Nawawi mengatakan dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim,

بيان أن من مات على الكفر فهو في النار ، ولا تناله شفاعته ، ولا تنفعه قرابة المقربين

Penjelasan tentang bahwa orang yang mati di atas kekufuran maka dia di neraka, tidak bisa mendapat syafaat dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan hubungan kekerabatan tidak bermanfaat baginya. (Syarh Sahih Muslim, 3/79)

Beliau juga mengatakan,

فيه جواز زيارة المشركين في الحياة وقبورهم بعد الوفاة

Dalam hadis ini terdapat dalil bolehnya mengunjungi orang kafir ketika masih hidup, dan boleh berziarah ke makamnya ketika sudah meninggal. (Syarh Sahih Muslim, 7/45).

Kedua, keterangan al-Baihaqi

Dalam kitab Dalail Nubuwah, ketika beliau membahas hadis "ayah dan ibuku di neraka",

Al-Baihaqi mengatakan,

وكيف لا يكون أبواه وجدُّه بهذه الصفة في الآخرة ، وكانوا يعبدون الوثن حتى ماتوا ، ولم يدينوا دين عيسى ابن مريم عليه السلام

Bagaimana ayah, ibu, serta kakek beliau tidak seperti ini keadaannya ketika di akhirat. Sementara mereka menyembah berhala sampai mati. Dan mereka tidak mengikuti agama nabi Isa bin Maryam 'alaihis salam. (Dalail Nubuwah, 1/192).

Ketiga, al-Hafidz Ibnu Katsir

Dalam kitabnya Sirah Rasul, beliau mengatakan,

وإخباره صلى الله عليه وسلم عن أبويه وجده عبد المطلب بأنهم من أهل النار لا ينافي الحديث الوارد من طرق متعددة أن أهل الفترة والأطفال والمجانين والصم يمتحنون في العرصات يوم القيامة

Berita dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kedua orang tuanya dan kakeknya Abdul Muthalib,  bahwa mereka termasuk ahli neraka, tidak bertentangan dengan hadis yang jalurnya banyak, bahwa ahlul fatrah, anak-anak, orang gila, orang budeg, akan diuji di padang mahsyar di hari kiamat. (as-Sirah an-Nabawiyah, 1/239).

Bukankah Mereka Hidup di Zaman Fatrah?

Saat ini kita hidup 14 abad setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Untuk bisa mengikuti ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sangatlah mudah. Islam murni masih sangat bisa dipelajari oleh siapapun yang ada di muka bumi ini. Sekalipun dia jauh dari pusat dakwah islam, yaitu mekah dan madinah.

Ajaran Nabi Isa pusatnya di Syam. Tidak jauh dari Mekah dan jazirah arab. Bahkan mereka biasa melakukan perdagangan sampai di Syam.

Mungkinkah orang mengikuti ajaran Nabi Isa 'alaihis salam?

Sangat mungkin. Jarak mereka kurang lebh 500an tahun. Ini jika kita sepakat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dilahirkan tahun 571 M. jarak waktu mereka tidak lebih jauh dari pada kita.

Karena itulah, an-Nawawi menegaskan bahwa orang tua Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masih menjumpai ajaran Isa, dan bukan hidup di zaman fatrah. Karena dakwah ajaran nabi sebelumnya telah sampai kepada mereka.

An-Nawawi mengatakan,

وفيه أن من مات في الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو في النار ، وليس هذا مؤاخذة قبل بلوغ الدعوة ؛ فإن الدعوة كانت قد بلغتهم دعوة إبراهيم وغيره من الأنبياء صلوات الله تعالى وسلامه عليهم

Hadis ini dalil bahwa orang arab penyembah berhala yang mati di masa sebelum diutus Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka di neraka. Dan ini bukan berarti mereka disiksa sebelum dakwah sampai. Karena dakwah telah sampai kepada mereka, dakwahnya Ibrahim dan para nabi yang lainnya shalawatullah wa salamuhu 'alaihim. (Syarh Sahih Muslim, 3/79).

Kalian bahas ini, apa urusan kalian dengan orang tua Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?

Ini omelan sebagian orang yang tidak terima.

Kami membahas ini, karena kami beriman kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Kami beriman dengan semua berita yang beliau sampaikan..

Kami membenarkan dakwah beliau, sekalipun bisa jadi bertentangan dengan perasaan..

Ini kajian masalah iman, bukan kajian masalah perasaan…

Semua mukmin mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, anda, saya, mereka, dan semua mukmin mencintai beliau.

Maka jangan sampai mengaku hanya diri ini yang mencintai nabi, sementara yang lain tidak…

Allahu a'lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sumber: https://konsultasisyariah.com/28154-orang-tua-nabi-mati-kafir.html

Damar Muhisa

Benarkah kedua orang tua Rasulullah kafir?

#
Malam ini beranda saya penuh dengan gambar demonstran di Samarinda yang menolak dakwah salah seorang dai disana. Bukan masalah penolakan itu yang menarik bagi saya, akan tetapi alasan para demonstran menolak kedatangan dai tersebut dikarenakan sang dai mengkafirkan kedua orang tua Nabi shallahu 'alaihi wa sallam.

Betul memang Al Hafizh As Suyuthi rahmatullah 'alaihi berpendapat tentang keislaman kedua orang tua Nabi, akan tetapi hanya berpegang kepada pendapat Al Hafizh As Suyuthi semata dan mengintimidasi pendapat yang berseberangan dengannya  dalam masalah ini adalah sebuah sikap yang dekat dengan keamatiran dalam ranah ilmiah, terlebih lagi masalah ini adalah masalah khilafiyah yang justru pendapat Al Hafizh As Suyuthi-lah yang lemah.

Lho siapa anda melemahkan pendapat Al Hafizh As Suyuthi ? Iya jelas saya bukan siapa-siapa, apalagi jika dibanding dengan Al Hafizh As Suyuthi rahmatullah 'alaihi.

Thayyib, saya akan membawakan perkataan Al Imam An Nawawi Asy Syafi'i rahmatullah 'alaihi dalam kitab beliau Syarah Shahih Muslim dalam perkara ini. Berhubung saya sedang malas mengetik tulisan beliau yang termaktub dalam kitab dengan tulisan Arab, maka saya mencukupkan untuk memfoto saja apa yang beliau katakan dalam masalah ini.

*Gambar pertama (terjemah matan dari Sahabat Anas) :

Dari Anas (bin Malik), bahwas ada seseorang bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, di manakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada?"
Beliau menjawab, "Di neraka."
Ketika orang tersebut menyingkir berpaling, maka beliau memanggilnya lalu bersabda :  "Sesungguhnya AYAHKU dan ayahmu DI NERAKA"

Al Imam An Nawawi rahmatullah 'alaihi mengomentari hadits ini : Dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa barang siapa yang MATI DIATAS KEKAFIRAN maka ia berada di neraka, tidak bermanfaat baginya kekerabatan. Dalam hadits ini juga terdapat penjelasan barang siapa yang mati dalam masa fatrah (masa jeda antara diutusnya dua nabi) dari kalangan orang Arab yang mereka menyembah berhala, maka ia adalah termasuk diantara penduduk neraka.... dst.

*Gambar kedua adalah penjelasan hadits Abu Hurairah yang beliau berkata : "Nabi pernah menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis dan membuat orang yang berada di sampingnya juga turut menangis kemudian beliau bersabda, 'Saya tadi meminta izin kepada Rabbku untuk memohon ampun baginya (ibunya) tetapi saya tidak diberi izin, dan saya meminta izin kepada-Nya untuk menziarahi kuburnya (ibunya) kemudian Allah memberiku izin. Berziarahlah karena (ziarah kubur) dapat mengingatkan kematian". Saya hanya menterjemahkan tulisan yang saya tandai dengan stabilo dan garis

Al Imam An Nawawi rahmatullah 'alaihi mengomentari hadits ini :

Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang diperkenankannya menziarahi MUSYRIKIN tatkala mereka hidup dan menziarahi kuburan mereka pada waktu mereka telah wafat. Karena jika diperkenankan menziarahi mereka setelah wafat, maka twroebih lagi mengunjungi mereka ketika masih hidup. Allah berfirman : "Dan pergauilah mereka berdua (kedua ortu) dengan baik". (Luqman : 15). Dalam hadits ini juga terdapat penjelasan larangan memohon ampunan untuk ORANG ORANG KAFIR. Al Qadhy 'Iyadh berkata : Sebab ziarahnya beliau ke kuburan Ibunda beliau ialah bahwa beliau bermaksud menguatkan nasihat dan peringatan dengan cara melihat langsung kuburannya.....dst.

Adapaun perkataan Abu Hurairah (maka Nabi menangis dan membuat orang orang disekitar beliau menjadi menangis), maka Al Qadhy mengomentari : Tangisan beliau karena beliau tidak mendapati Ibunda beliau mendapatkan hari hari setelah datangnya Islam dan beriman kepada beliau."
~selesai kutipan dari Syarah Shahih Muslim~

Maka perhatikanlah saudaraku ! Panutan dalam madzhab Syafi'i yaitu Al Imam An Nawawi dengan gamblang mengatakan bahwa kedua orang tua Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir, dan inilah pendapat para ulama lainnya

Hadanallahu wa iyyakum

sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10208273725855310&id=1068248027&refid=28

ungkapan yang biasa digunakan dalam bahasa arab


🌸terima kasih - syukran (شكرًا )
🌸sama sama - afwan ( عفواً )
🌸saya minta maaf - aseef (asif) ( آسف )
🌸baiklah - hasanan ( حسناً )
🌸mungkin - rubbama (ربما )/yumkin
🌸awas! - intabih ( انتبِه )
🌸berhati hatilah - ihzar ( احذر )
🌸jangan lupa - la tansa' ( لا تنسىٰ )
🌸samiinatun - gemuk ( سمين )
🌸Tawiilun - panjang ( طويل )
🌸Qasirun - pendek ( قصير )
🌸khofiidhun - rendah ( خفيض )
🌸nahiifun - kurus ( نحيف )
🌸yaum - hari ( يوم )
🌸usbu' - minggu ( أسبوع )
🌸syahr - bulan ( شهر )
🌸sanah - tahun ( سنة )
Ucapan dalam bahasa arab .
🌻Selamat malam - laila sa'idah ( ليلة سعيدة )
🌻sobahul khair - selamat pagi ( صباح الخير )
🌻ucapan balas sobahul khair - sobahannur ( صباح النور )
🌻semoga berjaya - bitaufiq wannajah ( بالتوفيق والنجاح )
🌻salam ukhuwah - salam perkenalan ( سلام اخوة )
🌻jazakallah hukhairan - semoga Allah membalas jasa kebaikanmu ( جزاك الله خيرا )
🌻naharun sa'idah - selamat siang
🌻azhoma allahu ajrak - semoga Allah memuliakan amalan kamu ( عظّم الله أجرك )
🌻uhibbuki - saya sayang kamu (perempuan) ( أحبكِ )
🌻uhibbuka- saya sayang kamu (lelaki) ( أحبكَ )
Ganti nama/personal pronouns
🙋..aku/saya - ana ( أنا )
👦..kamu (lelaki) - anta ( أنتَ )
👧..kamu (perempuan) - anti ( أنتِ )
👨..dia (lelaki -seorang ) - huwa ( هُوَ )
👩..dia (perempuan-seorang) - hiya ( هِيَ )
👬👭..dia (lelaki/perempuan -2orang) -huma ( هماَ )
👬👬..dia (lelaki -3 dan keatas) - hum ( هُمْ )
👭👭..dia (perempuan-3 dan keatas) - hunna ( هنَّ )
👪..kami - nahnu ( نحنُ )
👯👯..kalian (ramai) - antum ( أنتم )
👫👫..mereka - hum ( هُمْ )
😱 ..cantik = jamiilah ( جميلة )
😲..jelek = qabih ( قبيح )
😊..Bersih = nadziifun ( نظيف )
😪..Malas = kaslaan ( كسلان )
📚..Ata'allamu = saya belajar ( أتعلم )
🍔..a'kulu = saya makan ( أاكل )
🍹..Asyrobu = saya minum ( أشرب )
📖..Aqrou = saya membaca ( أقرا )
📝..aktubu = saya menulis ( أكتب )
📢🚶..Atakallamu = saya berbicara ( أتكلم )
✊..Amsiku = saya memegang ( أمسك )
💼..A'malu = saya mengerjakan ( أعمل )
👔..Albasu = saya memakai ( ألبس )
🚦..Toriiqon = jalan ( طريق )
🏡..Baytun = rumah ( بيت )
✏..Mirsamun = pensil ( مِرسم )
✒..Qolamun = pulpen ( قلم )
🚫..Mimsahatun = penghapus ( ممسحة )
💡..Mishbaahun = lampu ( مصباح )
📋..Sabbuurotun = papan tulis ( سبورة )
😃..Kaifahaluka- apa khabar (lelaki) ( كيف حالكَ )
😄..Kaifahaluki- apa khabar (girl) ( كيف حالكِ )
🏠..Askunufi- saya tinggal di ( أسكن في )
🙈..Umri- umur saya ( عمري )
😀..Masmuki? Siapa namamu (untuk perempuan) ( ما اسمكِ )
😉..Masmuka? Siapa namamu (untuk laki2) ( ما اسمكَ )
👧..Ana tilmiidzatun = saya seorang murid (untuk perempuan) ( انا تلميذة )
👦..Ana tilmiidzun = saya seorang murid (untuk laki2) ( انا تلميذ )
😴..Ahlam Saiidah = semoga mimpi indah ( احلام سعيدة )
😰..Syafakallah-smoga Allah menyembuhkn kamu ( شفاك الله )
smoga bermanfaat
🎵♪BELAJAR BAHASA ARAB♪🎵
👭*Ukhwahfillah = Pshabatan Krna Allah ( اخوة في الله )
👧*Ukhtin = Kakak @ Saudara Perempuan ( اخت )
👦*Akhun = Abang @ Saudara Lelaki ( أخ )
👳*Zauj = Suami @ Pasangan (L) ( زوج )
👰*Zaujah = Isteri @ Pasangan (P) ( زوجة )
🙏*Asiff Jiddan = Saya minta maaf sangat2 ( آسف جداً )
👯*Ukhwahfillah Abadan Abada = Psaudaraan krna Allah Selama2nya ( اخوة في الله أبداً ابدا )
💪*Fa'idza Adzamta fatawakkal'alallah = Stelah kmu brazam maka bertawakallah pd Allah ( فإذا عزمت فتوكل على الله )
😭*Inni Akhafullah = Sesungguhnya aku takut kepada Allah (إني أخاف الله)
😍*Maafi Qalbi Ghairullah = Tiada di hatiku selain Allah ( مافي قلبي غير الله )
😅*Lau Samatha = Maafkan saya ( لَو سمحتَ )
😘*Naltaqi Ghadan = Kita jumpa besok ( نلتقي غداً )
👋*Illalliqa' = selamat berjumpa kembali ( الى اللقاء )
✌*Syafakallah = moga Allah myembuhkan kamu (L)(شفاكَ الله)
👌*Syafakillah = moga Allah myembuhkan kamu (P) (شفاكِ الله)
💁*Tafaddhol = Silakan (تفضل )
🙅*La Aadri/ la 'a'rif = Saya Tak Tahu ( لا أدري )
🙆*Maa fii Musykilah = tiada masalah ( مافي مشكلة )
👏*Jazakallahu khairan khatsiira = Smga Allah membalasmu dgn kbaikan (L) ( جزاكَ الله خيراً كثيراً )
👍*Jazakillahu khairan khatsiiran = Smga Allah mblasmu dgn kebaikan (P)
( جزاكِ الله خيراً كثيراً )
✌*Jazakumullahu khairan khatsiira = Smga Allah mblasmu dgn kebaikan (L&P) جزاكمُ الله خيراً كثيراً )
👱*Wa iyyaka (L) = Dan utkmu jua.Blasan utk ucapan 👆( وإياك)
👩*Wa iyyaki (P) = dan utkmu jua.Blasan utk ucapan👆( وإياكِ )
☺*Allahukhairuljaza' = Allah adalah Sebaik-baik Pemberi ( الله خير الجزاء )
😎*Fahimtum? = Adakah kalian faham.? ( فهمتم )
😁*Fahimna = Kami telah faham ( فهمنا )
☺*Ijhad wala taksal = Bersungguh2 dn jgnlah kmu malas ( اجهدْ ولا تكسلْ )
😥*La Tahzan Innallaha Ma'ana = Jgnlah bersdih, Ssguhnya Allah bsma kita ( لا تحزنْ انا الله معنا )
☺*Kafaa Bilmauti waa'izhan = Cukuplah kmatian itu mjadi pringatan ( كفى بالموت واعظاً )
😃*Bi idznillah = Dgn izin Allah ( بإذن الله )
😀*InshaAllah kullu khayr ! Aamiin = inshaaAllah smuanya baik,Aamiin ( إن شاء الله كل خير. آمين )
😄*Barakallahu Fiik = Smga Allah mrahmati kamu/mbrkati kamu ( بارك الله فيك )
😘*Masa ul khair = slmt sore ( مساء الخير )
😊*Na'am = Ya ( نعم )
😬*bisura'h = mari2 cpat (lekas2) ( يالله بسرعة )
😓*Ismahli ya ustaz/ustazah = Tumpang tanya wahai Ustaz/Ustazah ( اسمحلي يا أستاذ/أستاذة )
🚽*Uridu an azhaba ilal dauratul ma'ah = Blhkah sy ingin ke tempat air ( أريد أن أذهب الى دورة المياة
🎂*Sanah Helwah = Slmt hr jd ( سنة حلوة )
🙋*Ana Aidon = Saya Juga ( أنا أيضاً)
#semoga bermanfaat dan bisa di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari

#copas

Damar Muhisa

Thursday, July 28, 2016

[renungan] Yang Penting Mentalnya, Bukan Gelarnya

Thursday, July 28, 2016 0

Bagus banget buat renungan, yang penting mental bukan gelarnya

Dari Prof Dermawan Wibisono (TI 84, dosen SBM ITB)

Saat mendapat beasiswa ke Australia 1995, mahasiswa Indonesia sempat diinapkan 3 malam di rumah penduduk di suatu perkampungan untuk meredam shock culture yang dihadapi.

Saya bersama dengan kawan dari Thailand menginap di Balarat, di peternakan seorang Ausie yang tinggal suami istri bersama dengan anak tunggalnya. Luas peternakannya kira-kira sekecamatan Arcamanik, dengan jumlah sapi dan dombanya, ratusan, yang pemliknya sendiri tak tahu secara pasti, karena tak pernah menghitungnya dan sulit memastikannya dengan eksak.

Suatu sore saya terlibat perbincangan dengan anak tunggalnya di pelataran rumah di musim panas yang panjang, di bulan Janauari 1995.
Aussie:"Why so many people form your country take a PhD and Master degree here?"
Saya:" Why not? your country give a grant, not loan, for us? so it is golden opportunity for us to get higher degree. Why you just finish your education at Diploma level, even it is free for Aussie to take higher degree?"
Aussie:" I don't need that degree, my goal is just to get a skill how to make our business broader. Now I am starting my own business in textile and convection, so I just need the technique to produce it, not to get any rubbish degree .."

Dua puluh tahun kemudian saya masih termenung, berusaha mencerna fenomena yang terjadi di negeri ini. Begitu banyak orang tergila-gila pada gelar doktor, profesor, sama seperti tahun 1970an ketika banyak orang tergila-gila pada gelar ningrat RM, RP, GKRH.
Dan tentu orang yang berusaha mendapatkan gelar itu tak terlalu paham dengan substansi yang dikandung dalam gelar yang diisandang. Pernah dengan iseng kutanyakan kepada supervisorku di Inggris sana, saat mengambil PhD:
" Why don't you take a professor?" tanya saya lugu kepada supervisorku yanng belum profesor padahal Doktornya cumlaude dan sudah membimbing 10 doktor baru.
Dengan serta merta ditariknya tangan kanan saya. Ditatapnya mata saya tajam-tajam. "Look," katanya dengan muka serius: "..Professor is not a status symbol or level in expertise, but professor is mentality, is a spirit, is a way of life, is a wisdom, so get it, is just the matter of time if you have ready for all requirements... But have you ready with the consequence of it?"
Dan profesor saya lebih cepat, saya dapatkan dari pembimbing saya yang arif dan bijaksana itu.

Merenungi dua kejadian itu, semakin saya sadari, bahwa Indonesia memiliki segala sumber daya untuk maju, tapi mentality lah yang menjadi kendala utama.

Social sciences dan social behaviour menjadi hal terpenting dalam study yang harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan IQ, EQ dan SQ yang tinggi. Dan celakanya, sudah lama kadung diyakini di sini bahwa ilmu eksakta lebih sulit dari pada non exacta. Dan persyaratan masuk jurusan non exacta yang di Australia butuh IELTS 7.5 dibandingkan dengan engineering yang hanya butuh 6.0, berbanding terbalik dengan yang diterapkan di sini. Akibatnya, negara menjadi amburadul karena yang banyak mengatur negara dan pemerintahan bukanlah orang yang memilki kemampuan untuk itu.

Dari mana mesti mulai membenahi hal ini?
Pendidikan dasar dan Pendidikan Tinggi. Seperti Finlandia yang pendidikannya termasuk terbaik di dunia. Guru-guru di sana merupakan profesi terhormat dengan pemenuhan kebutuhan diri yang mencukupi. Jadi guru didapatkan dari the best of class dari level pendidikan yang ditempuh. Sehingga penduduk Finlandia sudah hampir 100% memiliki degree Master. Bukan didapatkan dari pilihan kedua, pilihan ketiga, atau daripada tidak bekerja.

Melihat acara Kick Andy beberapa hari lalu: Nelson Tansu dan Basuki, sebagai tamu undangan, adalah contoh konkrit, dua orang expert Indonesia yang qualified yang bekerja di negara USA dan Swedia, dan mereka tergabung dalam 800 orang expert Indonesia yang diakui di luar negeri dan bekerja di luar negeri. Artinya Indonesia bisa, Indonesia memiliki kemampuan. Yang menjadi masalah adalah how to manage them in Indonesia environment? How we arrange them, how to make synergy between government, industry, university to bring Indonesia together to be world class?

Melihat management pemerintahan yang amburadul? Tidak usah susah-susah menganalisis dengan integral lipat tiga segala. Lihat saja satu spek sederhana: gaji Presiden yang 62.5 juta dan gaji menteri yang 32.5 juta dibandingkan dengan gaji direktur BUMN dan lembaga keuangan yang mencapai lebih dari 100 juta per bulan, itu sudah kasat mata, bahwa menentukan gaji saja sudah tidak memperhatikan: range of responsibility, authority, impact to the Indonesia society, dan sebagainya, apalagi menentukan yang lain. Semua asal copy paste dari luar tanpa melihat esensi yang dikandungnya.

Aku termenung, mengingat pembicaranku dengan ayahanda saat kelulusanku dulu 26 tahun yang lalu. Kepada beliau kuutarakan niatku untuk merantau ke luar negeri, dan apa jawab beliau:"Tidak usah pergi, kalau semua anak Indonesia yang pintar ke luar negeri, siapa nanti yang akan mendidik orang Indonesa sendiri?"
Dan kini aku tergulung dalam idealisme, aktualisasi diri, dan kepatuhanku kepada orang tua.

Hal yang paling kutakuti dalam hidup adalah jika dipimpin oleh orang-orang yang tidak sidiq, amanah, tabliq, fathonah. Dan terutama dipimpin oleh orang yang tidak lebih pandai, sehingga semuanya jadi kacau. Dan kekacauan terjadi di mana-mana, dalam berbagai level.

Wallahu alam bisawab
renungan dan kegusaran seorang prof ITB (forwarded by : Ns. Arif Rohman Mansur, M.Kep PSIK STIKes Madani Yogyakarta)

Tuesday, July 26, 2016

Tingkatan fisik yang wajib dicapai oleh seorang mujahid

Tuesday, July 26, 2016 0

• Hendaknya mampu joging sejauh 10 km tanpa berhenti dengan waktu maksimal 70 menit dalam kondisi terburuk
• Hendaknya mampu sprint sejauh 100 m dengan kondisi waktu antara 12-15 detik
• Hendaknya mampui berjalan tanpa berhenti lama dengan waktu tidak kurang 10 jam
• Hendaknya mampu membawa beban 20 kg
• Hendaknya mampu merayap sejauh 50m dengan waktu masimal 70 detik
• Untuk menguji kekuatan fisik, hendaklah dilakukan latihan variasi yang memadukan jalan, jalan cepat, jogging, lari dan sprint. Seorang mujahid mulai berjalan biasa selama 2 menit, lalu berjalan cepat selama 2 menit, lalu jongging, lalu lari selama 2 menit, lalu sprint sejauh 100 m, kemudian kembli lagi berjalan biasa. Demikian, latihan ini dilakukan secara berulang-ulang tanpa berhenti hingga 10 kali.

kalau cuma pamer itu bukan kaya.. tp cuman gaya..

Sudah ke thailand? Udah 3x
Ke malaysia? Itu mah tiap bulan..
Ke amerika? Ni lagi ngumpulin duit.

Udah ke tetangga belakang yang katanya gak punya uang beli beras?

.........

hp

Assalamualaikum,
Cubitan untuk kita........

Syeikh Nuruddin Albanjari dlm satu ceramahnya pernah memberi pertanyaan kpd para pendengar : "Kenapa tidak ada seorangpun pemain sepak bola membawa handphone mereka masuk lapangan ketika bertanding?

*Jawabannya:*Sebab tidak ada kepentingan. Mereka hanya perlu fokus kepada permainan mereka.

*Persoalan yang diberikan oleh Syeikh Nuruddin Al-Banjari:* Jadi kenapa kita perlu membawa handphone ketika masuk ke rumah Allah/masjid? Adakah lapangan bola itu lebih mulia daripada masjid? Adakah bermain bola itu perlu lebih fokus/khusyuk daripada solat?

*Pesanan Syeikh:* Mulai sekarang, belajarlah... belajarlah untuk tidak menyibukkan diri dengan handphone/netbook/laptop dalam rumah Allah karena tiada urusan yang lebih penting daripada urusan kita dengan Allah. Jaga adab kita dengan Allah..

Kisah Lain:
Syeikh Abdurrahman Assudais (Imam Mesjidil Haram) satu ketika mengimami shalat di depan Ka'bah, dlm shalat nya beliau mendengar suara musik dr hp salah satu jamaah yg ikut shalat dibelakangnya. Setelah selesai shalat beliau bangkit sambil menangis berkata kpd jamaah shalat,
*" Saya blm pernah mendengar musik di rumah saya tetapi hari ini saya mendengar musik di rumah Allah "*.

Copas....

Damar Muhisa

Sunday, July 24, 2016

Abu Jahal dan Yahudi Sebenarnya Bisa Buktikan Al-Qur’an Salah, Tapi...

Sunday, July 24, 2016 0


Sebenarnya Abu Jahal punya waktu sepuluh tahun untuk membuktikan Al-Qur'an itu salah sejak Allah SWT berfirman:

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). (QS Al-Lahab [111]: 1-3).

Bagaimana caranya?

Cukup (pura-pura) masuk Islam dan (pura-pura) baik. Lalu beberapa tahun kemudian, cukup berkata, "Bukankah orang yang masuk Islam itu diampuni seluruh kesalahan masa lalunya? Bukankah setelah masuk Islam, aku selalu taat dengan perintah Allah dan Rasul-Nya?"

Maka, pastilah banyak orang Islam yang murtad karena sudah menganggap firman Allah SWT dalam QS Al-Lahab tersebut salah.

Namun Abu Lahab selalu istiqamah untuk membuktikan bahwa ayat tersebut benar, sampai akhir hayatnya, dia menjadi penentang Islam nomor satu. Maka terbukti benarlah Al-Qur'an.
+++

Sedangkan kaum Yahudi jauh lebih beruntung dari Abu Jahal, karena tanpa diberi batas waktu (deadline) untuk membuktikan Al-Qur'an salah, sejak Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (QS Al-Maidah [5]: 82).

Namun kaum Yahudi selalu istiqamah untuk membuktikan bahwa ayat tersebut benar. Kaum Yahudi Bani Qunaiqa, Bani Nadzir, Bani Khuraizah terus menunjukkan permusuhan yang paling keras kepada Rasulullah SAW, Kaum Muslimin dan Negara Islam/Khilafah.

Begitu juga kaum Yahudi lainnya dari bani lainnya terus berupaya meruntuhkan Khilafah Islam, hingga seorang Yahudi dari Bani Dunamah yakni Mustafa Kamal Laknatullah (Aaamiin) berhasil meruntuhkan khilafah pada 1924, seraya menegakkan sistem demokrasi di Turki ---Ibukota terakhir Khilafah Utsmani.

Tapi itukan dulu. Sekarang masih banyak kesempatan bagi kaum Yahudi untuk membuktikan Al-Qur'an salah.

Bagaimana caranya?

Tidak perlu masuk Islam. Cukup (pura-pura) baik. Misalnya, dengan menarik mundur semua tentara dan pemukiman liar Yahudi di Palestina, lalu meminta maaf karena selama ini telah mendzalimi kaum Muslimin khususnya di Palestina. Pertahankanlah (pura-pura) baik selama beberapa tahun lalu berkata, "Apakah kami masih nampak paling keras memusuhi umat Islam?"

Maka, pastilah banyak orang Islam yang murtad karena sudah menganggap firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah tersebut salah.
+++

Bagaimana dengan kaum Muslimin?

Bila kaum Yahudi Dulu dan Kaum Yahudi Sekarang tetap istiqamah membuktikan Al-Qur'an itu benar. Lain halnya dengan kaum Muslimin.

Kaum Muslimin Dulu, begitu mendengar Allah SWT berfirman:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS Al-Maidah [5]: 3)

Langsung: kami dengar dan kami taat (sami'na wa atha'na). Sehingga begitu Rasulullah SAW wafat, mereka sibuk mencari siapa pengganti Rasulullah SAW sebagai kepala negara (khalifah) selama tiga hari hingga dibaiatlah shahabat Abu Bakar As Shiddiq ra sebagai khalifah pertama.
Jadi mereka berdebatnya hanya dalam persoalan siapa yang pas menjadi khalifah. Bukan sistem pemerintahan apa yang akan diterapkan (padahal waktu itu ada sistem kerajaan yang sedang berjaya diterapkan oleh Romawi dan Persia dan sebelumnya ada negara polis [negara kota-negara kota yang menerapkan sistem demokrasi di Yunani]). Karena mereka yakin seratus persen apa makna "sempurna", "cukup" dan "ridha" pada  Al-Maidah ayat 3 di atas.

Islam agama yang "sempurna" karena hanya Islam saja satu-satunya agama yang bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hablum minallah; akidah dan ibadah mahdah) dan hubungan manusia denga dirinya (hablum binafsih; makanan+minuman, pakaian, akhlak) tetapi juga hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannas; sistem politik; sistem ekonomi, sistem pergaulan pria-wanita; sistem pendidikan; sistem sanksi; politik luar negeri, dll yang hanya dapat tegak bila ada kepala negara yang menerapkannya (khalifah) dan sistem pemerintahan yang menerapkan itu semua disebut negara Islam/khilafah). 

Kesempurnaan itu merupakan nikmat dari Allah SWT yang "cukup" tidak perlu ditambah atau pun dikurangi karena sudah cukup. Kaum Muslimin hanya tinggal menjalankannya saja sehingga Allah SWT "ridha".

Bagaimana dengan Kaum Muslimin Sekarang?

Celakanya, selalu berupaya membuktikan bahwa QS Al-Maidah tersebut salah dengan selalu berupaya membuktikan Islam itu bukan agama yang "sempurna" sehingga dalam pemerintahan mengadopsi sistem demokrasi.  Seolah-olah nikmat Allah ini belum "cukup" sehingga mencari kenikmatan lain (kufur nikmat). Lantas bagaimana Allah SWT akan "ridha"?

Maka berlakulah firman Allah SWT:

"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit..." (QS Thaahaa [20]: 124).

Subhanallah, meski Indonesia Allah SWT karunia kekayaan alam yang melimpah, kehidupan rakyatnya menjadi sempit karena ----Yang dalam Islam wajib dikelola negara, haram diserahkan kepada swasta apalagi asing, lalu hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat melalui pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan keamanan gratis--- oleh kaum Muslimin Sekarang, melalui sistem demokrasi diserahkan kepada swasta dan asing (dengan istilah privatisasi dan investasi) untuk sebesar-besarnya kesejahteraan para penjajah dan antek-anteknya. Sehingga negara tidak punya uang lagi untuk membiayai pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan keamanan (sehingga muncul istilah mencabutan subsidi dan penarikan pajak).

Akibatnya kita semua merasakan kesempitan dalam penghidupan!

Sadarlah, wahai para pengusung demokrasi, bila mengaku Muslim jangan mencoba membuktikan Al-Qur'an itu salah! Ingatlah, kita semua akan mati, bagaiman bila dibangkitkan di akhirat kelak dalam keadaan buta?

Allah SWT berfirman:

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?' Allah berfirman: 'Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.'" (QS Thaahaa [20]: 124-126).

Maka, marilah mendukung bahkan bergabung dengan para pejuang tegaknya syariah dalam naungan khilafah.... tak usah malu atau pun ragu, karena umur hanya Allah yang tahu.[]

dari fb Joko Prasetyo

Damar Muhisa

Saturday, July 23, 2016

kumpulan shortcut coreldraw

Saturday, July 23, 2016 0

Damar Muhisa

Materi Tematik | Lemah VS Lemah Siapa yang Menang ?

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 18 Syawwal 1437 H / 23 Juli 2016 M
👤 Ustadz Abdullah Zaen, MA
📔 Materi Tematik | Lemah VS Lemah Siapa yang Menang ?
🌐 Sumber:
http://catatankajian.com/624-lemah-vs-lemah-siapa-yang-menang-ustadz-abdullah-zaen-ma.html
-----------------------------------

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Saya yakin semua dari kita pernah mengucapkan ta'awaudz, yaitu ungkapan:
  أعوذ بالله من الشيطان الرجيم (A'ūdzubillāhiminasysyaithānirrojīm).

Dan saya yakin semuanya sudah hafal dan kalau ditanya tentang artinya sekilas mungkin banyak yang sudah tahu.

A'ūdzubillāhiminasysyaithānirrojīm, aku memohon perlindungan kepada Allāh dari godaan atau syaitan yang terkutuk.

Tapi:
🔗Sudahkah kita mendalami makna dari kalimat yang mulia ini?
🔗Sudahkan kita mengetahui kenapa kita diperintahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk memohon perlindungan kepadanya ?
🔗Apakah syaitan adalah makhluk yang kuat sehingga kita perlu bantuan Allāh Subhānahu wa Ta'āla ?
🔗Kalau memang syaitan makhluk yang lemah, kenapa kita perlu meminta bantuan Allāh Subhānahu wa Ta'āla?

Inilah yang in syaa Allāh akan sedikit kita kupas pada kesempatan yang berbahagia kali ini.

Pertanyaan pertama tentunya adalah kenapa kita minta perlindungan sama Allāh, apakah syaitan adalah sosok makhluk yang begitu kuat sehingga kita perlu untuk meminta perlindungan kepada Allāh, kalau memang syaitan itu makhluk yang lemah terus kenapa kita tidak mengandalkan kekuatan diri kita saja, kalau misalnya anda na'udzubillāhimindzālik dirampok misalnya.
Anda misalnya dirampok oleh sepuluh perampok, yang mana sepuluh perampok itu adalah orang yang kuat-kuat, saya yakin saat itu anda perlu bantuan, anda perlu meminta pertolongan kepada orang lain untuk menghadapi sepuluh perampok yang kuat-kuat tersebut, namun sekarang kalau misalnya ada perampok datang kepada anda dia orangnya kurus, lemah bahkan mungkin anak kecil katakanlah, dia anak kecil akan merampok anda dan anda tidak perlu bantuan kepada orang lain karena anda merasa bisa menangani perampok itu sendiri.

Syaitan adalah makhluk yang lemah, silahkan anda dalam Al Qur'an surat An Nisa ayat 76 disitu Allah subhanahu wat'ala berfirman:

إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

"Sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah"

Sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah, jadi sejatinya syaitan adalah makhluk yang lemah, syaitan adalah makhluk yang lemah, terus kenapa kita perlu bantuan dari Allah subhanahu wata'ala untuk menghadapi makhluk yang lemah tersebut ?

Apakah kita tidak cukup dengan kekuatan yang kita miliki sendiri, mengapa kita perlu butuh bantuan Allah subhanahu wata'ala ?

Jawabannya adalah karena kita sebagai manusia juga makhluk yang lemah, makannya dalam Al Qur'an surat An Nisa juga, dan ini menarik, surat An Nisa juga di ayat berbeda yaitu ayat ke 28 Allah subhanahu wata'ala menegaskan:

وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

"Manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang lemah"

Berarti syaitan lemah dan manusia juga lemah, berarti sekarang lemah versus lemah, ah kalau lemah ketemu sama lemah siapa yang menang, yang jadi pertanyaan siapa yang menang?

Yang menang adalah yang minta pertolongan kepada yang maha kuat yaitu Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dari sinilah kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman di dalam surat yang lainnya yaitu dalam Al Qur'an surat Al A'raf ayat 200, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirmant:

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ
Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla "seandainya kalian sedang diganggu oleh syaitan maka mintalah perlindungan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla"

Mintalah perlindungan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kenapa kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha Mendengar dan Maha Melihat"

Jadi dalam Ayat ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla memerintahkan kita untuk meminta perlindungan kepada Allāh jala wa 'ala karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla punya kemampuan supaya kita menang melawan syaitan kita harus minta perlindungan dan pertolongan serta bantuan dari Dzat yang Maha Kuat yaitu Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dari sinilah kita diperintahkan untuk ber isti'adzah, maka jangan sampai diantara kita terlalu mengandalkan kekuatan dirinya sendiri, mentang-mentang saya udah shālat lima waktu dengan rajin, saya sudah berdzikir, saya sudah berpuasa, saya sudah berhaji tidak mungkin syaitan akan menang melawan saya, ini semuanya adalah penyakit yang sangat berbahaya.

Makannya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diantara do'a yang sering beliau ucapkan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad dan do'a ini atau hadits ini dinilai hasan oleh syaikh Al Albani, kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو

"Ya Allāh aku mengharapkan rahmat-Mu wahai Allāh, aku mengharapkan kasih sayang-Mu wahai Allāh"

Kemudian kata Nabi apa?

فَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ

"Janganlah engkau jadikan aku bergantung pada diriku sendiri walaupun hanya sekejap mata"

Sekejap mata itu, berapa sih ?

Sekejap mata, satu detik atau bahkan kurang dari itu, Nabi kita Shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mau menggantungkan diri pada kekuatan dirinya sendiri saja, karena apa karena manusia adalah makhluk yang lemah.

Seandainya Nabi kita Muhammad Shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah merupakan sosok makhluk yang paling bertakwa, keimanannya paling unggul, ketakwaannya paling tinggi diantara sekian banyak manusia yang ada di muka bumi saja mengakui kelemahan dirinya kenapa kita seperti itu wahau kaum muslimin dan kaum muslimat yang kami hormati.

Maka mari kita berusaha untuk mengucapkan

أعوذ بالله من الشيطان الرجي (A'ūdzubillāhiminasysyaithānirrojīm)

Bukan hanya sekedar di lisan kita tapi kita masukkan ke dalam hati kita, kita meyakini bahwa kita adalah makhluk yang lemah, kita adalah insan yang fakir yang membutuhkan bantuan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga kita senantiasa menggantungkan nasib kita, urusan kita, kepentingan kita, seluruh kehidupan kita hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ

Kaya Allāh Subhānahu wa Ta'āla: "Bertawakal lah kalian kepada yang maha hidup yang tidak akan pernah mati".
(QS AlFurqan 58)

Jadi disinilah kita diperintahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menggantungkan diri kita, untuk menggantungkan nasib kita kepada yang maha hidup dan yang tidak akan pernah mati.

Kata para ulama, disini ada tiga jenis yang kita tidak boleh menggantungkan diri kepada mereka:

(1) Benda mati, yang memang jelas-jelas dia itu mati seperti batu, keris, jimat kemudian berhala, patung dan seterusnya benda mati, ini yang pertama kita tidak boleh menggantungkan diri kepada benda mati.

(2) Makhluk hidup, makhluk hidup yang akan mati, jangan kita menggantungkan diri kepada makhluk hidup yang akan mati karena mereka suatu saat nanti akan hilang, mereka suatu saat nanti akan tidak ada di muka bumi ini, ini makhluk hidup yang akan mati, yang akan mati siapa ya manusia, jin, syaitan dan seterusnya.

(3) Makhluk hidup yang sudah mati, siapa itu ya merekalah yang ada di kuburan, jangan kita gantungkan diri kita kepada mereka.

Tapi gantungkanlah seluruh urusan kita, mohonlah perlindungan dan bantuan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Al Hayyi yang maha hidup Alladzii laa yamuut yang tidak akan pernah mati.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat, wallāhuta'ala wa a'lam, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

__________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt 🔊 Kajian 37 | Rukun-Rukun Shalāt (Bagian 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 17 Syawwal 1437 H / 22 Juli 2016 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 37 | Rukun-Rukun Shalāt (Bagian 2)
⬇ Download audio: https://goo.gl/lijpGz
➖➖➖➖➖➖➖

RUKUN-RUKUN SHALĀT (BAGIAN 2)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Para sahabat Bimbingan Islam yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan halaqah ke-37 masih pada "Rukun-rukun Shalat".

● RUKUN KE-4

قال المصنف:
((وقراءة الفاتحة و بسم الله الرحمن الرحيم آية منها))
  
((Membaca surat Al Fātihah dan Bismillahirrahmānirrahīm adalah termasuk salah satu ayat di dalam surat Al Fātihah tersebut))

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan 'Ubādah bin Shāmit:

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "لا صلاة لمن لا يقرأ فيها بفاتحة الكتاب"

Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Tidak ada shalat (yaitu tidak sah) bagi orang-orang yang tidak membaca surat Al Fātihah." (HR Khamsah/Imam yang lima)

Dan disebutkan tambahan dalam Ibnu Mājah:

في كل ركعة

"Di setiap rakaat."

Jadi, hukum membaca surat Al Fātihah bagi imam dan orang yang shalat sendirian adalah wajib dan termasuk rukun diantara rukun shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah.

Bagi yang tidak membaca surat Al Fātihah maka shalatnya tidak sah.

◆ Bagaimana hukum membaca Al Fātihah bagi seorang makmum dibelakang imam, baik pada shalat jahriyah (shalat yang dikeraskan bacaannya) maupun shalat sirriyyah?

Madzhab Syāfi'ī di dalam masalah ini adalah wajib bagi makmum untuk membaca  surat Al Fātihah secara mutlak, baik pada shalat sirriyyah (shalat yang dilirihkan suaranya) maupun shalat jahriyyah (shalat yang dikeraskan bacaannya)

Secara ringkas, pendapat para ulama dalam masalah "seorang makmum di belakang imam dalam membaca surat Al Fātihah", ada 3 pendapat:

■ PENDAPAT PERTAMA | Mewajibkan secara mutlak baik dalam shalat sirriyah maupun jahriyyah.

⇒ Ini adalah pendapat Syāfi'īyyah yang sudah disebutkan tadi.

Berdasarkan keumuman hadits yang sudah berlalu, yaitu:

لا صلاة لمن لا يقرأ فيها بفاتحة الكتاب

"Tidak ada shalat (yaitu tidak sah) bagi orang-orang yang tidak membaca surat alfatihah.
⇒ Ini umum baik sirriyyah maupun jahriyyah.

■ PENDAPAT KEDUA | Tidak membaca surat Al Fātihah, baik sirriyyah maupun jahriyyah secara mutlak, selama dia menjadi makmum (dibelakang imam).

⇒ Ini adalah pendapat Hanafiyyah.

Berdasarkan hadits:

روي من قوله صلى الله عليه وسلم : "مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ، فَإن قِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ"

Diriwayatkan dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Barangsiapa yang dia memiliki imam (shalat bersama imam), maka bacaan imam adalah menjadi bacaannya" (HR Ahmad)

■ PENDAPAT KETIGA | Mewajibkan membaca Al Fātihah di dalam shalat sirriyah dan tidak membaca di dalam shalat jahriyyah.

⇒ Ini adalah pendapat Hanabilah dan Malikiyyah.

Dasarnya adalah dengan menggabungkan kedua hadits sebelumnya, yang menjadi dalil pendapat pertama dan kedua.

Yang dirajihkan/dikuatkan oleh Syaikh Bin Bāz, Syaikh Ibn 'Utsaimin dan Mufti Saudi Arabia adalah madzhab Syāfi'īyyah yaitu wajibnya membaca surat Al Fātihah di dalam setiap rakaat, baik dalam shalat sirriyah maupun jahriyyah.

Berkata Syaikh 'Utsaimin rahimahullāh:

الأفضل أن تكون قراءة الفاتحة للمأموم بعد قراءة الإمام لها؛ لأجل أن ينصت للقراءة المفروضة الركن ... اهـ.

Yang paling afdhal (utama) adalah membaca surat Al Fātihah setelah imam selesai membaca surat Al Fātihah tersebut, agar bisa mendengarkan bacaan alfatihah yang merupakan kewajiban/rukun di dalam shalat."

Dan berkata Syaikh Bin Bāz:

أما المأموم: فالمشروع له أن يقرأها في حالة سكتات إمامه إن سكت، فإن لم يتيسر ذلك قرأها المأموم سرا ولو كان إمامه يقرأ، ثم ينصت. اهـ.

"Adapun makmum, maka dia dianjurkan untuk  membaca surat alfatihah pada saat imam sedang diam, namun apabila dka tidak bisa maka makmum tetap membaca surat alfatihah dengan suara yang lirih (pelan) walaupun imam sedang membaca, setelah selesai kemudian dia (makmum) diam untuk mendegarkan bacaan imam

قال المصنف:
((و بسم الله الرحمن الرحيم آية منها))

((Dan bismillāhirrahmānirrahīm adalah terhitung ayat dalam surat Al Fātihah))

Berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّهَا ذَكَرَتْ أَوْ كَلِمَةً غَيْرَهَا " قِرَاءَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ) يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً "

Dari Ummu Salamah beliau menyebutkan atau kalimat yang semisalnya tentang bacaan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bismillāhirrahmānirrahīm, alhamdulillāhirabbil 'ālamīn, arrahmānirrahīm, mālikiyaumiddīn), Beliau membaca secara terpisah ayat demi ayat." (HR Abū Dāwūd)

Dan Imam Nawawi mengatakan bahwasanya:

فمذهبنا أن: "بسم الله الرحمن الرحيم" آية كاملة من أول الفاتحة وليست في أول "براءة" بإجماع المسلمين،

"Madzhab kami bahwasanya Bismillāhirrahmānirrahīm adalah ayat yang sempurna dan termasuk awal surat Al Fātihab dan tidak termasuk dalam surat Al Barā-ah (At Taubah) berdasarkan ijma' kaum muslimin.

Oleh karena itu, wajib membaca surat Al Fātihah dengan didahului dengan basmalah.

BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DI DALAM MEMBACA SURAT AL FATIHAH

⑴ Membaca surat Al Fātihah dengan suara yang pelan yang bisa didengarkan oleh (telinga) pembaca sendiri.
⑵ Wajib membaca basmalah sebelum membaca surat Al Fātihah.
⑶ Membaca secara urut sesuai dengan urutannya.
⑷ Harus dibaca dengan bacaan yang benar dan tidak membaca secara lahn (keliru), baik makhrajnya maupun tajwidnya yang mengubah makna dari kalimat tersebut.

⇒ Oleh karena itu, maka hendaknya kaum muslimin belajar bagaimana membaca Al Qurān (terutama surat Al Fātihah) dengan cara yang benar.
⑸ Membaca Al Fātihah dengan bahasa Arab dan tidak sah jika membacanya dengan bahasa yang lainnya.

HUKUM MENGERASKAN BACAAN BASMALAH DALAM SHOLAT JAHRIYAH

Para ulama berbeda pendapat; ada yang mengatakan sunnahnya adalah dengan mengeraskan bacaan basmalah. Dan pendapat yang lain mengatakan sunnahnya adalah dipelankan (dilirihkan).

Madzhab Syāfi'ī dalam masalah ini adalah hukumnya sunnah mengeraskan bacaan basmalah, sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al Majmū'.

◆ Yang rajih bahwa semuanya dicontohkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam namun Rasūlullāh lebih banyak membaca basmalah dengan suara yang pelan/lirih.

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullāh: Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terkadang mengeraskan bacaan bismillah, namun lebih banyak membacanya dengan suara yang pelan/lirih.

قال المصنف
((والركوع والطمأنينة فيه، والإعتدال، والطمأنينة فيه، والسجود، والطمأنينة فيه، والجلوس بين سجدتين، والطمأنينة فيه))

((Kemudian ruku' dan thuma'ninah didalamnya, kemudian i'tidal dan thuma'ninah di dalamnya, kemudian sujud dan thuma'ninah didalamnya dan duduk diantara dua sujud dan thuma'ninah didalamnya))

● RUKUN KE-5

((والركوع))

((Rukū'))

Dan disebutkan hadits:

عن أبي مسعودٍ البَدْرِيِّ رضِيَ اللهُ عنه، قال النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ:  ((لا تُجزِئُ صلاةُ الرَّجلِ حتَّى يُقِيمَ ظهرَه في الرُّكوعِ والسُّجودِ)) رواه ابو داود و أحمد وصححه الألباني

"Dari Abū Mas'ūd Al Badriy radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, berkata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Tidak sah shalat seseorang sampai dia meluruskan punggungnya pada saat ruku' dan juga pada saat sujud."
(HR Abū Dāwūd dan Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al Albāni)

⇒ Ruku' yang benar adalah sebagaimana ruku' Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam;

◆ Punggung Rasūlullāh saat ruku' terbentang lurus sehingga jika dituang air atau diletakkan gelas di atas punggungnya maka niscaya air itu akan menetap/tidak jatuh.

⇒ Begitulah tata cara ruku Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

● RUKUN KE-6

((والطمأنينة فيه))

((Thuma'ninah))

◆ أن يمكثَ المصلي في هيئة الركوع حتى تستقرَّ أعضاؤه أقلُّه قدر تسبيحة

◆ Thuma'ninah adalah berdiam diri pada kondisi ruku' yang sempurna sampai seluruh anggota tubuhnya pada posisi yang pas dan kadarnya waktu minimal satu kali mengucapkan tasbih.

⇒ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan thuma'ninah ketika ruku'. Hal ini disebutkan dalam hadits Rifa'ah Ibnu Rafi' yang dikenal sebagai hadits Al Musīu Shalatahu, kata beliau:

ثُمَّ يَرْكَعُ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ

"Kemudian beliau ruku' hingga thuma'ninah/tenang persendiannya (anggota-anggota tubuh menetap pada tempatnya)." (HR Al Bukhāri no. 793)

Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fāthul Bāri (2/363) berkata: "Hadits ini dijadikan dalil akan wajibnya thuma'ninah dalam rukun-rukun shalat."

Demikianlah pendapat jumhur, bahwasanya thuma'ninah merupakan rukun di dalam shalat.

● RUKUN KE-7 DAN KE-8

((والاعتدال والطمأنينة فيه))

((I'tidāl dengan thuma'ninah))

I'tidal yaitu berdiri kembali dari ruku' sampai tulang punggung lurus dan thuma'ninah didalam ruku tersebut.

● RUKUN KE-9 DAN KE-10

((والسجود والطمأنينة فيه))

((Sujud dengan thuma'ninah))

● RUKUN KE-11 DAN KE-12

((والجلوس بين السجدتين والطمأنينة فيه))

((Duduk di antara dua sujud dengan thuma'ninah))

Dalam Musnad Imam Ahmad, dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, bahwasanya Beliau bersabda:

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.

"Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dari shalatnya".
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasūlullāh, bagaimana mencuri dari shalat?".
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata: "Dia tidak sempurnakan rukunya dan sujudnya."
(HR Ahmad no 11532, dishahihkan oleh Al Albāni dalam Shahīhul Jāmi' 986)

Hadits yang lain:

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا

"Jika kamu hendak mengerjakan shalat, maka bertakbirlah. Lalu bacalah ayat Al Qurān yang mudah bagimu.

Kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan tumakninah. Lalu bangkitlah (dari i'tidal) sampai kamu benar-benar berdiri tegak.

Setelah itu sujudlah kamu sampai benar-benar sujud dengan tumakninah. Lalu angkat (kepalamu) untuk duduk sampai benar-benar duduk dengan tumakninah.

Setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud (dengan tuma'ninah). Kemudian lakukanlah seperti itu pada seluruh shalatmu." 
(HR Bukhari 757 dan Muslim 397 dari shahābat Abū Hurairah)

Demikian yang bisa kita sampaikan dan kita akan lanjutkan pada rukun shalat pada halaqah yang akan datang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
__________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

Silsilah Beriman Kepada Hari Akhir 🔊 Halaqah 46 | Keadaan Manusia Ketika Hisab

🌎 BimbinganIslam.com
Rabu, 15 Syawwal 1437 H / 20 Juli 2016 M
👤 Ustadz 'Abdullāh Roy, MA
📘 Silsilah Beriman Kepada Hari Akhir
🔊 Halaqah 46 | Keadaan Manusia Ketika Hisab
⬇ Download Audio: https://goo.gl/dsSk5L
➖➖➖➖➖➖➖

KEADAAN MANUSIA KETIKA HISAB

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Halaqah yang ke-46 dari Silsilah  Beriman Kepada Hari Akhir adalah tentang "Keadaan Manusia Ketika Hisab".

Ada di antara manusia yang kelak akan sulit hisabnya. Ada yang mudah. Dan ada di antara mereka yang sama sekali tidak dihisab.

Orang-orang kafir, menurut pendapat yang lebih kuat, meskipun amalan mereka adalah amalan yang sia-sia, namun mereka akan dihisab dan ditanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

⇒ Sebagai celaan bagi mereka.
⇒ Dan untuk menunjukkan keadilan Allāh serta menegakkan hujjah atas mereka.

◆ Hisab orang-orang kafir akan sangat teliti.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :

وَمَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ هَلَكْ

"Barangsiapa yang diperiksa dengan teliti hisabnya maka dia akan binasa."
(HR Bukhāri dan Muslim, shahīh)

◆ Adapun orang-orang yang beriman maka mereka akan dihisab dengan hisab yang mudah.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman :

فَأَمَّا مَنۡ أُوتِىَ كِتَـٰبَهُ ۥ بِيَمِينِهِۦ (٧) فَسَوۡفَ يُحَاسَبُ حِسَابً۬ا يَسِيرً۬ا (٨)

"Adapun orang yang diberi kitab dengan tangan kanannya maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah."
(QS Al Insyiqāq: 7-8 )

⇒ Dan yang dimaksud dengan "hisab yang mudah" disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam sebuah hadits yang artinya:

"Sesungguhnya Allāh akan mendekatkan seorang mu'min kemudian menutupinya, kemudian Allāh berkata kepadanya:

'Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah kamu mengetahui dosa ini?'
Maka orang mukmin tersebut akan berkata: 'Iya, wahai Rabbku.'

Sehingga ketika Allāh Subhānahu wa Ta'āla sudah membuatnya mengakui dan hamba tersebut melihat bahwasanya dirinya akan binasa (yaitu karena dosa-dosa tersebut) maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan berkata:

'Aku telah menutupi dosa-dosamu ini di dunia dan Aku mengampuninya untukmu hari ini.'

Maka diapun diberi kitab kebaikan-kebaikannya."
(HR Bukhāri dan Muslim, shahīh)

◆ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengabarkan bahwasanya ada 70.000 orang dari umatnya yang kelak tidak dihisab sama sekali.

Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan bahwasanya mereka adalah orang-orang yang:
✓Tidak pernah minta diobati dengan besi panas.
✓Tidak minta diruqyah orang lain.
✓Tidak ber-thathoyyur (yaitu menganggap sial dengan melihat burung atau yang semisalnya).
✓Dan mereka hanya bertawakal kepada Allāh.

Di antara mereka adalah seorang sahabat 'Ukkasyah Ibnu Mihshān.
(HR Bukhāri dan Muslim, shahīh)

Itulah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

'Abdullāh Roy, Di kota Al Madīnah

✒Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
______________________________

Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 13 Syawwal 1437 H / 18 Juli 2016 M
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 08| Prasangka Buruk
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H08
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

PRASANGKA BURUK

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الل

Ikhwān dan Akhwāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masih dalam pembahasan bab tentang " Peringatan Terhadap Akhlaq yang Buruk", kita masuk pada hadīts yang ke-8.

Dimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ

"Hati-hatilah (waspadalah) kalian dari prasangka, sesungguhnya prasangka merupakan perkataan yang paling dusta."

(Hadits Riwayat Bukhāri nomor 5604, versi Fathul Bari nomor 6064 dan Muslim nomor 4646, versi Syarh Muslim nomor 2563)

Iyyākum wazhzhan artinya Ihdaru wazhzhan hati-hatilah kalian dari persangkaan.

⇛Persangkaan adalah sesuatu yang terbetik di hati kita, menduga-duga, tidak ada sesuatu yang merupakan (menunjukkan) kejelasan.

Yang dimaksud dalam hadīts ini adalah *" Persangkaan Buruk"*

Tidak boleh seseorang berprasangka buruk kepada saudaranya, karena Allāh melarang hal tersebut.

Allāh mengatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

"Wahai orang-orang yang berimān, jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, karena sesungguhnya sebagian persangkaan itu dusta."

(QS Al Hujūrat : 12)

Para ahli tafsir mengatakan, yang dimaksud dengan sebagian persangkaan merupakan dosa adalah berprasangka buruk terhadap orang-orang yang zhahirnya baik. Ini tidak diperbolehkan.

Jadi, kita dilarang berprasangka buruk kepada orang-orang yang zhahirnya baik.

Adapun untuk para pelaku maksiat, para pelaku kefasiqan maka kita boleh-boleh saja berprasangka buruk kepada mereka karena itulah yang zhahir.

Kita diperintahkan untuk menghukumi sesuatu yang zhahir, dan zhahir mereka (para pelaku maksiat, para ahli kefasiqan, orang-orang yang jahat, pelaku kriminal) maka kita boleh berprasangka buruk kepada mereka.

Oleh karenanya tidak boleh kita berprasangka buruk kepada orang-orang yang zhahirnya baik, kecuali ada dalīl atau qarinah (indikasi) yang menguatkan kita untuk berprasangka buruk.

Akan tetapi jika tidak ada indikasi sama sekali, hanya sekedar persangkaan, maka ini hukumnya adalah harām.

Yang dimaksud dengan *"hati-hatilah kalian terhadap prasangka yang buruk"* maksudnya  kita membenarkan prasangka tersebut.

Adapun jika terbetik dalam hati kita prasangkaan buruk terhadap saudara kita seorang muslim yang baik, maka ini tidak bisa dihindari.

Ini tidak sampai pada derajat dosa karena Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِإُمَّتِي مَا حَدَثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَـمْ يَتَكَلَّمُوْا أَوْ يَعْمَلُوْا بِهِ

"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla memaafkan bagi umatku apa yang terbetik di dalam hatinya, selama mereka tidak berbicara dan tidak mengamalkannya (tidak mengambil tindakan)."

(Hadīts Riwayat Muslim nomor 181, versi Syarh Muslim nomor 327)

Jadi, kalau terbetik dalam hati kita berprasangka buruk kepada seseorang maka tidak berdosa. Dikatakan berdosa kalau kita membenarkan persangkaan tersebut.

Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam mensifati prasangka dengan فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ persangkaan merupakan perkataan yang paling dusta.

Kenapa demikian?

Karena kalau kedustaan murni orang tahu bahwa ini adalah buruk, tapi kalau persangkaan, sering kita menjadikannya sebagai dalīl untuk membenarkan apa yang kita duga. Padahal persangkaan tersebut merupakan kedustaan.

Bukankah perbuatan atau pernyataan orang tersebut masih bisa ditafsirkan dengan tafsiran yang baik?

Masih banyak kemungkinan, namun datang syaithān kemudian membisikkan kepada kita/mendikte kepada kita agar menafsirkan perkataan-perkataannya (perbuatannya) dengan tafsiran yang buruk.

Umar Bin Khattab Radhiyallāhu 'anhu pernah berkata:

لاَ تَظُنَّنَّ بِكَلِمَةٍ خَرَجَتْ مِنْ أَخِيْكَ سُوْءً وَأَنْتَ تَجِدُ لَهَا فِي الْخَيْرِ مَحْمَلاً

"Janganlah engkau berprasangka tentang perkataan yang keluar dari saudaramu dengan persangkaan yang buruk, yang engkau bawa pada penasfiran yang buruk, sementara engkau masih bisa menafsirkannya dengan penafsiran yang baik."

Oleh karenanya, tatkala perkataan atau perbuatan saudara kita masih mengandung penafsiran baik dan buruk (banyak penafsiran), kenapa kita masih memilih penafsiran yang buruk?

Kenapa ? Karena syaithān datang, lantas mendikte kita agar kita menafsirkan dengan penafsiran yang buruk.

Setelah kita menafsirkan dengan penafsiran yang buruk (sesuai dikte syaithān) kemudian kita membangun hukum di atas penafsiran yang buruk tersebut. Dan kita menyangka  itu adalah kebenaran.

Karena itulah Nabi mengatakan,

فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذّبُ الْحَدِيْثِ

"Persangkaan itu merupakan perkataan yang paling dusta"

Kenapa?

Karena kita menyangka itu benar dan kita membangun hukum di atas persangkaan tersebut padahal itu merupakan kesalahan.

Berbeda dengan kedustaan murni, kalau kedustaan murni hati kita akan menolak karena itu dusta. Tetapi dikatakan perkataan yang paling dusta tetapi kenapa dikatakan perkataan yang paling dusta karena kita menyangka persangkaan ini merupakan kebenaran padahal adalah merupakan sesuatu yang tidak dibangun diatas dalīl lalu kita membangun hukum diatasnya sehingga dikatakan dengan persangkaan yang paling buruk.

Ikhwān dan Akhwāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

⇛Jadi, hukum asal kepada seorang muslim yang baik yang bukan pelaku maksiat maka kita harus berprasangka baik kepada mereka.

⇛Dan yang utama untuk kita berprasangka baik adalah kepada orang yang dekat dengan kita.

√ Ustadz kita yang mungkin mengucapkan perkataan yang keliru, kita berparsanga baik, kita kros cek terlebih dahulu.

√ Orang tua kita, Istri/suami kita, anak-anak kita, hendaknya kita berprasangka baik kepada mereka. Kalau terucap perkataannya yang mungkin kedengarannya keliru atau mungkin perbuatannya keliru, harus kita kros cek terlebih dahulu.

Jangan berprasangka buruk kemudian kita membuat hukum di atas prasangka yang belum tentu benar dan kemungkinan besarnya adalah salah.

Kita boleh berprasangka buruk kalau memang ada indikasi yang kuat.

▪ Contohnya kisah yang Allāh sebutkan dalam Al Qurān.

Tentang kisah saudara-saudara Nabi Yūsuf 'alayhissalām yang meminta izin kepada ayah mereka (Nabi Yakub 'alayhissalām) untuk membawa adik mereka (Yūsuf) bermain-main.

Lantas mereka memasukkan ke dalam sumur kemudian pulang bertemu dengan ayah mereka dengan mengatakan bahwasanya Yūsuf 'alayhissalām dimakan oleh srigala.

Dan untuk menguatkan kedustaannya mereka berkata: "Dan engkau tidak akan percaya kepada kami, wahai ayah, meskipun kami jujur."

Untuk menguatkan pernyataan mereka juga, mereka datang di malam hari sambil menangis seakan-akan Yūsuf  meninggal dunia.

Kemudian mereka juga membawa bukti berupa baju Nabi Yūsuf yang penuh darah.

Nabi Yakub 'alayhissalām tidak membenarkan perkataan mereka dan tetap berpasangka bahwa ini adalah kedustaan, kenapa? Karena ada indikasi yang sangat kuat, yaitu Nabi Yakub melihat baju Nabi Yūsuf yang berlumuran darah akan tetapi tidak terlihat terkoyak.

Apakah ada srigala yang begitu baik, tatkala memangsa mangsanya tidak di cakar, hanya dimakan saja. Dan ini tidakbenar, kalau benar Nabi Yūsuf dimakan srigala tentu bajunya sudah terkoyak oleh cakaran srigala.

Dari sini Nabi Yaqub 'alayhissalām tidak membenarkan perkataan anak-anaknya yanh menyatakan adik mereka ( Yūsuf) telah dimakan oleh Srigala dan ini diperbolehkan.

Jadi kita boleh berprasangka keluar dari hukum asal, kita berprasangka buruk kalau memang ada indikasi yang kuat, tetapi kalau tidak ada maka harām bagi kita untuk berprasangka buruk.

Oleh karenanya, sebagian salaf mengatakan:

"Hati-hatilah kalian dari amalan yang kalaupun benar maka kalian salah, apalagi kalau salah, yaitu berprasangka buruk."

Kita dilarang oleh Allāh berprasangka buruk kalau tidak ada indikasi tidak boleh kita berprasangka buruk.

Seandainya kita berprasangka buruk dan ternyata persangkaan kita benar maka kita pun (tetap) berdosa.

Kenapa?

Karena kita menbangun persangkaan tersebut dengan tidak ada indikasi, tidak ada dalil.

Apalagi kalau persangkaan kita keliru.

Jadi, kita hanya boleh berprasangka buruk kalau ada indikasi yang kuat yang mengeluarkan dari hukum asal. Hukum asal seorang muslim adalah baik, tidak boleh kita keluar dari keyakinan tersebut.

Berhati-hatilah kalian dari mengikuti dikte syaithān.

والله تعال أعلمُ بالصواب

_____________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

Materi Tematik | Tata Cara Puasa Enam Hari Bulan Syawal

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 29 Ramadhan 1437 H / 04 Juli 2016 M
📔 Materi Tematik | Tata Cara Puasa Enam Hari Bulan Syawal
🌐 Sumber Artikel : https://almanhaj.or.id/2835-tata-cara-puasa-enam-hari-bulan-syawwal.html
----------------------------------

TATA CARA PUASA ENAM HARI BULAN SYAWWAL

Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan masyru' (disyari'atkan). Pendapat yang menyatakan bid'ah atau haditsnya lemah, merupakan pendapat bathil [Majmu' Fatawa, Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz, 15/389]. Imam Abu Hanifah, Syafi'i dan Ahmad menyatakan istihbab pelaksanaannya [Taudhihul Ahkam, 3/533].

Adapun Imam Malik, beliau rahimahullah menilainya makruh. Agar, orang tidak memandangnya wajib. Lantaran kedekatan jaraknya dengan Ramadhan. Namun, alasan ini sangat lemah, bertentangan dengan Sunnah shahihah.

Alasan yang diketengahan ini tidak tepat, jika dihadapkan pada pengkajian dan penelitian dalil, yang akan menyimpulkan pendapat tersebut lemah. Alasan terbaik untuk mendudukkan yang menjadi penyebab sehingga beliau berpendapat demikian, yaitu apa yang dikatakan oleh Abu 'Amr Ibnu 'Abdil Barr, seorang ulama yang tergolong muhaqqiq (peneliti) dalam madzhab Malikiyah dan pensyarah kitab Muwatha.

Abu 'Amr Ibnu 'Abdil Barr berkata,"Sesungguhnya hadits ini belum sampai kepada Malik. Andai telah sampai, niscaya beliau akan berpendapat dengannya." Beliau mengatakan dalam Iqna', disunnahkan berpuasa enam hari di bulan Syawal, meskipun dilaksanakan dengan terpisah-pisah. Keutamaan tidak akan tetap diraih bila berpuasa di selain bulan Syawal.

Seseorang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah berpuasa Ramadhan, seolah-olah ia berpuasa setahun penuh. Penjelasannya, kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Bulan Ramadhan laksana sepuluh bulan. Sementara enam hari bagai dua bulan. Maka hitungannya menjadi setahun penuh. Sehingga dapat diraih pahala ibadah setahun penuh tanpa kesulitan, sebagai kemurahan dari Allah dan kenikmatan bagi para hambaNya.

Dari Tsauban Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ فَذَلِكَ تَمَامُ صِيَامِ السَّنَةِ

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan, satu bulan seperti sepuluh bulan dan berpuasa enam hari setelah hari Idul Fitri, maka itu merupakan kesempurnaan puasa setahun penuh".[Hadits shahih, riwayat Ahmad, 5/280; an Nasaa-i, 2860; dan Ibnu Majah, 1715. Lihat pula Shahih Fiqhis Sunnah, 2/134].

BILAMANA PELAKSANAANNYA?
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, di dalam Majmu' Fatawa wal Maqalat Mutanawwi'ah (15\391) menyatakan, puasa enam hari di bulan Syawal memiliki dasar dari Rasulullah. Pelaksanaannya, boleh dengan berurutan ataupun terpisah-pisah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan pelaksanaannya secara mutlak, dan tidak menyebutkan caranya dilakukan dengan berurutan atau terpisah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam" :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti puasa satu tahun" [HR Muslim].

Beliau rahimahullah juga berpendapat, seluruh bulan Syawwal merupakan waktu untuk puasa enam hari. Terdapat riwayat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda : Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya enam hari dari bulan Syawwal, maka ia seperti puasa satu tahun [ash Shiyam, bab Istihbabish-Shaumi Sittati Ayyam min Syawwal, 1164].

Hari pelaksanaannya tidak tertentu dalam bulan Syawwal. Seorang mu`min boleh memilih kapan saja mau melakukannya, (baik) di awal bulan, pertengahan bulan atau di akhir bulan. Jika mau, (boleh) melakukannya secara terpisah atau beriringan. Jadi, perkara ini fleksibel, alhamdulillah. Jika menyegerakan dan melakukannya secara berurutan di awal bulan, maka itu afdhal. Sebab menunjukkan bersegera melakukan kebaikan [Majmu' Fatawa wal Maqalat Mutanawwi'ah, 15\390].

Para ulama menganjurkan (istihbab) pelaksanaan puasa enam hari dikerjakan setelah langsung hari 'Idhul Fitri. Tujuannya, sebagai cerminan menyegerakan dalam melaksanakan kebaikan. Ini untuk menunjukkan bukti kecintaan kepada Allah, sebagai bukti tidak ada kebosanan beribadah (berpuasa) pada dirinya, untuk menghindari faktor-faktor yang bisa menghalanginya berpuasa, jika ditunda-tunda.

Syaikh 'Abdul Qadir bin Syaibah al Hamd menjelaskan : "Dalam hadits ini (yaitu hadits tentang puasa enam hari pada bulan Syawwal), tidak ada nash yang menyebutkan pelaksanaannya secara berurutan ataupun terpisah-pisah. Begitu pula, tidak ada nash yang menyatakan pelaksanaannya langsung setelah hari raya 'Idul Fithri. Berdasarkan hal ini, siapa saja yang melakukan puasa tersebut setelah hari Raya 'Idul Fithri secara langsung atau sebelum akhir Syawal, baik melaksanakan dengan beriringan atau terpisah-pisah, maka diharapkan ia mendapatkan apa yang dijanjikan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab, itu semua menunjukkan ia telah berpuasa enam hari pada bulan Syawwal setelah puasa bulan Ramadhan. Apalagi, terdapat kata sambung berbentuk tsumma, yang menunjukkan arti tarakhi (bisa dengan ditunda)" [Fiqhul Islam, 3/232].

Demikian penjelasan singkat mengenai cara berpuasa enam hari pada bulan Syawwal setelah puasa bulan Ramadhan. Mudah-mudahan dapat memotivasi diri kita, untuk selalu mencintai sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tidak lain akan mendekatkan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Wallahu a'lam bish-shawab.

BAGAIMANA JIKA MASIH MENANGGUNG PUASA RAMADHAN?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah, apakah boleh mendahulukan puasa sunnah (termasuk puasa enam hari di bulan Syawwal) sebelum melakukan puasa qadha Ramadhan.

Imam Abu Hanifah, Imam asy Syafi'i dan Imam Ahmad, berpendapat bolehnya melakukan itu. Mereka mengqiyaskannya dengan shalat thathawu' sebelum pelaksanaan shalat fardhu.

Adapun pendapat yang masyhur dalam madzhab Ahmad, diharamkannya mengerjakan puasa sunnah dan tidak sah, selama masih mempunyai tanggungan puasa wajib.

Syaikh Bin Baz rahimahullah menetapkan, berdasarkan aturan syari'at (masyru') mendahulukan puasa qadha Ramadhan terlebih dahulu, ketimbang puasa enam hari dan puasa sunnah lainnya. Hal ini merujuk sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti puasa satu tahun".

Barangsiapa mengutamakan puasa enam hari daripada berpuasa qadha, berarti belum mengiringkannya dengan puasa Ramadhan. Ia hanya mengiringkannya dengan sebagian puasa di bulan Ramadhan. Mengqadha puasa hukumnya wajib. Sedangkan puasa enam hari hukumnya sunnah. Perkara yang wajib lebih utama untuk diperhatikan terlebih dahulu [Fiqhul Islam, 3/232].

Pendapat ini pun beliau tegaskan, saat ada seorang wanita yang mengalami nifas pada bulan Ramadhan dan mempunyai tekad yang kuat untuk berpuasa pada bulan Syawwal. Beliau tetap berpendapat, menurut aturan syari'at, hendaknya Anda memulai dengan puasa qadha terlebih dahulu. Sebab, dalam hadits, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan puasa enam hari (Syawwal) usai melakukan puasa Ramadhan. Jadi perkara wajib lebih diutamakan daripada perkara sunnah [Fiqhul Islam, 3/232].

Sementara itu Abu Malik, penulis kitab Shahih Fiqhis Sunnah berpendapat, masih memungkinkan bolehnya melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal, meskipun masih memiliki tanggungan puasa Ramadhan. Dasar argumentasi yang digunakan, yaitu kandungan hadits Tsauban di atas yang bersifat mutlak [Shahih Fiqhis Sunnah, 2/134].

Wallahu a'lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun X/1427/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]

___________________________
📦  Salurkan Zakat anda melalui rekening zakat Cinta Sedekah.

Rekening Zakat Maal
| Bank Syariah Mandiri Cab. Cibubur
| NoRek. 7814500025
| A/N Cinta Sedekah [zakat]
------------------

Rekening Zakat Fitrah
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek  3310004579
| A/N Cinta Sedekah
------------------

Note: khusus Zakat Fitrah
3kg beras perorang senilai Rp 33.000,-
Diterima paling lambat 4 Juli 2016 jam 23.59 WIB
Panitia akan membelikan beras dan menyalurkannya kepada fakir & miskin.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Konfirmasi SMS Ke
📱0878 8145 8000
Dengan format :
ZakatFitrah#Nama#TglTransfer#JumlahTransfer

Dokumentasi Penyaluran Zakat tahun lalu bisa dilihat di
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q

Materi Tematik | Bimbingan Berhari Raya Iedul Fithri (Bagian 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 27 Ramadhan 1437 H / 02 Juli 2016 M
👤 Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro
📔 Materi Tematik | Bimbingan Berhari Raya Iedul Fithri (Bagian 2)
🌐 Sumber Artikel : https://almanhaj.or.id/3336-bimbingan-berhari-raya-iedul-fithri.html
----------------------------------

BIMBINGAN BERHARI RAYA IDUL FITHRI (BAGIAN 2)

WAKTU SHALAT 'IDUL FITHRI

Sebagian besar Ahlul Ilmi berpendapat, bahwa waktu shalat 'Id adalah setelah terbitnya matahari setinggi tombak hingga tergelincirnya matahari. Yakni waktu Dhuha.

Juga disunnahkan untuk mengakhirkan shalat 'Idul Fithri, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan menunaikan zakat fithri.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Dahulu, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam  mengakhirkan shalat 'Idul Fithri dan menyegerakan shalat 'idul Adh-ha. Sedangkan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, seorang sahabat yang sangat berpegang kepada Sunnah. Dia tidak keluar hingga terbit matahari".

[Zaadul Ma'ad, 1/427].

TEMPAT MENDIRIKAN SHALAT 'ID

Disunnahkan mengerjakan shalat 'Id di mushalla. Yaitu tanah lapang di luar pemukiman kaum muslimin, kecuali jika ada udzur. Misalnya, seperti: hujan, angin yang kencang dan lainnya, maka boleh dikerjakan di masjid.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: "Mengerjakan shalat 'Id di tanah lapang adalah sunnah, karena dahulu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm keluar ke tanah lapang dan meninggalkan masjidnya.

Demikian pula khulafaur rasyidin. Dan ini merupakan kesepakatan kaum muslimin. Mereka telah sepakat di setiap zaman dan tempat untuk keluar ke tanah lapang ketika shalat 'Id". [Al Mughni, 3/260].

TIDAK ADA ADZAN DAN IQAMAH SEBELUM SHALAT 'ID

Dari Ibnu Abbas dan Jabir Radhiyallahu 'anhuma, keduanya berkata:

لَمْ يَكُنْ يُؤَذِّنُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَلاَ يَوْمَ الأَضْحَى.رواه البخاري ومسلم

"Tidak pernah adzan pada hari 'Idul Fithri dan hari 'Idul Adh-ha".

[HR Al Bukhari dan Muslim]

Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ. رواه مسلم

"Saya shalat bersama Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pada dua hari raya, sekali atau dua kali, tanpa adzan dan tanpa iqamat". [HR Muslim].

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Dahulu, ketika Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam  sampai ke tanah lapang, Beliau memulai shalat tanpa adzan dan iqamat ataupun ucapan "ash shalatu jami'ah". Dan yang sunnah, untuk tidak dikerjakan semua itu".

[Zaadul Ma'ad, 1/427].

SHIFAT SHALAT 'ID

Shalat 'Id, dikerjakan dua raka'at, bertakbir di dalam dua raka'at tersebut 12 kali takbir, 7 pada raka'at yang pertama setelah takbiratul ihram dan sebelum qira'ah, dan 5 takbir pada raka'at yang kedua sebelum qira'ah.

عن عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِي الْعِيدَيْنِ سَبْعًا فِي الْأُولَى وَخَمْسًا فِي الْآخِرَةِ. رواه ابن ماجه

"Dari Amr bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertakbir pada dua shalat 'Id tujuh kali pada raka'at pertama, dan lima kali pada raka'at yang kedua". [HR Ibnu Majah].

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى سَبْعًا وَخَمْسًا سِوَى تَكْبِيرَتَيْ الرُّكُوعِ. رواه أبو داود و ابن ماجه

"Dari Aisyah, sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertakbir pada shalat 'Idul Fithri dan shalat 'Idul Adh-ha tujuh kali dan lima kali, selain dua takbir ruku". [HR Abu Dawud, Ibnu Majah. Lihat Irwa'ul Ghalil, 639].

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Beliau memulai shalat 'Id sebelum berkhutbah. Beliau shalat dua raka'at. Bertakbir pada raka'at yang pertama, tujuh kali takbir yang beruntun setelah takbir iftitah. Beliau diam sejenak antara dua takbir. Tidak diketahui dzikir tertentu antara takbir-takbir ini.

Akan tetapi (ada) disebutkan bahwa Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu memuji Allah, menyanjungNya dan mengucapkan shalawat kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam  (diantara dua takbir tersebut), sebagaimana disebutkan oleh Al Khallal.

Dan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma merupakan seorang sahabat yang sangat tamassuk (berpegang teguh) dengan Sunnah. Beliau mengangkat kedua tangannya setiap kali takbir. Dan setelah menyempurnakan takbirnya, Nabi memulai qira'ah. Beliau membaca Al Fatihah, kemudian membaca surat Qaaf pada salah satu raka'at.

Pada raka'at yang lain, membaca surat Al Qamar. Terkadang membaca surat Al A'laa dan surat Al Ghasyiyah. Telah sah dari Beliau dua hal ini, dan tidak sah riwayat yang menyatakan selainnya.

Ketika selesai membaca, Beliau bertakbir dan ruku'. Kemudian, apabila telah menyempurnakan raka'at yang pertama, Beliau bangkit dari sujud dan bertakbir lima kali secara beruntun. Setelah itu Beliau membaca. Maka takbir merupakan pembuka di dalam dua raka'at, kemudian membaca, dan setelah itu ruku'". [Zaadul Ma'ad, 1/427].

APAKAH ADA SHALAT SUNNAH SEBELUM DAN SESUDAH 'ID?

Tidak disunnahkan shalat sunnah sebelum dan sesudah 'Id. Disebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا. رواه البخاري

"Sesungguhnya, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam  shalat 'Idul Fithri dua raka'at, tidak shalat sebelumnya atau sesudahnya" [HR Al Bukhari].

Imam Ahmad rahimahullah berkata: "Sama sekali tidak ada satu shalat sunnah saat sebelum atau sesudah 'Id". Kemudian dia ditanya: "Bagaimana dengan orang yang ingin shalat pada waktu itu?" Dia menjawab: "Saya khawatir akan diikuti oleh orang yang melihatnya. Ya'ni jangan shalat". [Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/283].

Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Kesimpulannya, pada shalat 'Id tidak ada shalat sunnah sebelum atau sesudahnya, berbeda dari orang yang mengqiyaskan dengan shalat Jum'ah. Namun, shalat sunnah muthlaqah tidak ada dalil khusus yang melarangnya, kecuali jika dikerjakan pada waktu yang makruh seperti pada hari yang lain". [Fath-hul Bari, 2/476].

Apabila shalat 'Id dikerjakan di masjid karena adanya udzur, maka diperintahkan shalat dua raka'at tahiyyatul masjid. Wallahu a'lam.

APABILA SESEORANG TERTINGGAL DARI SHALAT 'ID, APAKAH PERLU MENGQADHA?

Dalam masalah ini, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan di dalam Asy Syarhul Mumti' 5/208: "Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat tidak diqadha."

Orang yang tertinggal atau luput dari shalat 'Id, tidak disunnahkan untuk mengqadha'nya, karena hal ini tidak pernah ada dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam . Dan karena shalat 'Id merupakan shalat yang dikerjakan dengan berkumpul secara khusus. Oleh sebab itu tidak disyari'atkan, kecuali dengan cara seperti itu".

Kemudian beliau Syaikh Ibnu Utsaimin juga berkata: "Shalat Jum'at juga tidak diqadha. Tetapi, bagi orang yang tertinggal, (ia) mengganti shalat Jum'at dengan shalat fardhu pada waktu itu. Yaitu Dhuhur. Pada shalat 'Id, apabila tertinggal dari jama'ah, maka tidak diqadha, karena pada waktu itu tidak terdapat shalat fardhu ataupun shalat sunnah".

KHUTBAH 'IDUL FITHRI

Dalam Shahihain dan yang lainnya disebutkan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوصِيهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ .رواه البخاري و مسلم

"Adalah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam  keluar ke tanah lapang pada 'Idul Fithri dan 'Idul Adh-ha. Pertama kali yang Beliau kerjakan ialah shalat, kemudian berpaling dan berdiri menghadap sahabat, dan mereka tetap duduk di barisan mereka. Kemudian Beliau memberikan mau'izhah, wasiat dan memerintahkan mereka".

[HR Al Bukhari dan Muslim].

Dalam masalah khutbah 'Id ini, seseorang tidak wajib mendengarkannya. Dibolehkan untuk meninggalkan tanah lapang seusai shalat. Tidak sebagaimana khutbah Jum'ah, yang wajib bagi kita untuk menghadirinya.

Di dalam hadits Abdullah bin As Sa'id Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

"Saya menyaksikan shalat 'Id bersama Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam . Ketika selesai, Beliau berkata: "Kami sekarang berkhutbah. Barangsiapa yang mau mendengarkan, silahkan duduk. Dan barangsiapa yang mau, silahkan pergi".

[Dikeluarkan oleh Abu Dawud, An Nasa'i, Ibnu Majah. Lihat Irwa'ul Ghalil 3/96]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Dahulu, apabila Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam  menyempurnakan shalat, Beliau berpaling dan berdiri di hadapan para sahabat, sedangkan mereka duduk di barisan mereka. Beliau memberikan mau'izhah, wasiat dan memerintahkan dan melarang mereka. Beliau membuka khuthbah-khutbahnya dengan memuji Allah.

Tidak pernah diriwayatkan -dalam satu haditspun- bahwasanya Beliau membuka dua khutbah pada 'Idul Fithri dan 'Idul Adh-ha dengan bertakbir. Dan diberikan rukhshah bagi orang yang menghadiri 'Id untuk mendengarkan khutbah atau pergi". [Zaadul Ma'ad, 1/429].

APABILA HARI 'ID BERTEPATAN DENGAN HARI JUM'AT

Apabila hari 'Id bertepatan dengan hari Jum'at, maka kewajiban shalat Jum'at bagi orang yang telah menghadiri 'Id menjadi gugur. Tetapi bagi penguasa, sebaiknya memerintahkan agar didirikan shalat Jum'at, supaya dihadiri oleh orang yang tidak menyaksikan 'Id atau bagi yang ingin menghadiri Jum'at dari kalangan orang-orang yang telah shalat 'Id.

Dan sebagai pengganti Jum'at bagi orang yang tidak shalat Jum'at, adalah shalat Dhuhur. Tetapi yang lebih baik, ialah menghadiri keduanya.

[Lihat Ahkamul 'Idain, Ath Thayyar, hlm. 18; Majalis 'Asyri Dzil Hijjah, Syaikh Abdullah Al Fauzan, hlm. 107].

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, Beliau berkata:

قَدْ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنْ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ. رواه أبو داود و ابن ماجه

"Telah berkumpul pada hari kalian ini dua 'Id. Barangsiapa yang mau, maka shalat 'Id telah mencukupi dari Jum'at. Akan tetapi, kami mengerjakan shalat Jum'at". [HR Abu Dawud, Ibnu Majah]

MENGUCAPKAN SELAMAT PADA HARI 'ID

Syaikhul Islam ditanya tentang mengucapkan selamat pada hari 'Id. Beliau menjawab:

"Mengucapkan selamat pada hari 'Id; apabila seseorang bertemu saudaranya, kemudian dia berkata تقبل الله منا ومنكم (semoga Allāh menerima amal kebaikan dari kami dan dari kalian), atau أعاده الله عليك (semoga Allāh memberikan kebaikan kepada Anda), atau semisalnya, dalam hal seperti ini telah diriwayatkan dari sekelompok diantara para sahabat, bahwa mereka dahulu mengerjakannya.

Dan diperperbolehkan oleh Imam Ahmad dan selainnya. Imam Ahmad berkata,'Saya tidak memulai seseorang dengan ucapan selamat 'Id. Namun, jika seseorang menyampaikan ucapan selamat kepadaku, aku akan menjawanya, karena menjawab tahiyyah hukumnya wajib.

Adapun memulai ucapan selamat 'Id bukan merupakan sunnah yang diperintahkan, dan tidak termasuk sesuatu yang dilarang. Barangsiapa yang mengerjakannya, maka ada contohnya. Dan bagi orang yang tidak mengerjakannya, ada contohnya juga". [Majmu' Fatawa, 24/253, lihat juga Al Mughni, 3/294].

Wallāhu a'lamu bish shawab.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun VIII/1425/2004M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]

_________
📦  Salurkan Zakat anda melalui rekening zakat Cinta Sedekah.

Rekening Zakat Maal
| Bank Syariah Mandiri Cab. Cibubur
| NoRek. 7814500025
| A/N Cinta Sedekah [zakat]
------------------

Rekening Zakat Fitrah
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek  3310004579
| A/N Cinta Sedekah
------------------

Note: khusus Zakat Fitrah
3kg beras perorang senilai Rp 33.000,-
Diterima paling lambat 4 Juli 2016 jam 23.59 WIB
Panitia akan membelikan beras dan menyalurkannya kepada fakir & miskin.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Konfirmasi SMS Ke
📱0878 8145 8000
Dengan format :
ZakatFitrah#Nama#TglTransfer#JumlahTransfer

Dokumentasi Penyaluran Zakat tahun lalu bisa dilihat di
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q

 
Catatan Damar. Design by Pocket - Fixed by Blogger templates